Tampak Kiai Ali Mustawa (nomor 2 dari kiri) usai pengajian Mahadi. (FT/MKY)

SIDOARJO | duta.co – Persis malam ‘takbiran’, masa tenang (tiga hari) menjelang coblosan, dunia maya justru gaduh dengan berbagai bentuk kampanye. Dari yang putih sampai yang hitam, dari sekedar catatan sampai video pendek, beredar. Hampir seluruh grup WhatsApp tak ada yang sepi.

Ada kisah lucu. Di grup WA ‘Dai Jawa Timur’ misalnya, tiba-tiba ‘klunthing’ kemasukan video KH Marzuki Mustamar, Wakil Rais Syuriah PWNU Jatim. Dia minta kepada pemirsanya agar suasana lebaran tidak dipakai politik. “Pertama banyak yang terkecoh. Riyoyo-riyoyo ojok politik ae, Eh tahunya kiai malah politik,” demikian disampaikan KH Ali Mustawa sambil tertawa kepada duta.co, Minggu (1/7/2018) usai pengajian Majelis (Subuh) Ahad Pagi (Mahadi).

Bunyinya memang menarik dan menggelitik. “Rek-rek, warga Jawa Timur, ojok politik tok ae. Riyoyo-riyoyo politik ae. Riyoyo iku sing paling penting siji silaturrahim, gubernur iku nomer loro, ojo nomer siji. Nomor siji silaturrahim, paham, yo wis. (Arek-arek Jawa Timur, jangan politik saja. Hari raya politik melulu. Hari raya itu yang paling penting, satu silaturrahim, gubernur itu nomor dua, jangan nomor satu. Nomor satu silaturrahim, paham? Ya sudah red.),” kata Kiai Marzuki Mustamar, yang juga mantan Ketua PCNU Kota Malang ini.

Akhirnya KH Ali Mustawa, membuat balasan tak kalah lucu. “Ojo lali, riyoyo riyoyo, ayo podo silaturrahim rek. Doh jaluko sepuro. Ojok rumongso bener terus. Carane, ojo lali,  nomor siji, ibumu. Eling? Nomor siji, ibumu. Nomor siji, ibumu, baru bapak mu. (Jangan lupa, lebaran mari kita silaturrahim. Mari kita legowo meminta maaf. Jangan merasa benar terus. Caranya, jangan lupa nomor 1 ibumu. Ingat! Nomor 1 Ibumu, nomor 1 ibumu, baru ayahmu. Red).

Tak kalah lucu di grup santri. Ada santri mengisahkan betapa rumitnya menghadapi kiainya yang beda pilihan. Ketika sowan di hari tenang, menjelang coblosan, ia mendapat taushiyah politik dari kiainya agar mengikuti pilihannya. Alasannya sudah menjadi kesepakatan jumhur kiai Jawa Timur. Di samping itu melemahkan lawan politik.

“Andai saja yang ngomong itu sesama santri, sudah tak tapuk sandal rasanya,” tulis anak-anak santri yang merasa jengkel di seret ke politik praktis.

Dan ternyata, para kiai dan bu nyai tidak hanya di dunia maya perang propanganda. “Ibunya anak-anak, Rabu 27 Juni, habis subuhan malah tidak pulang. Padahal nanti siang sudah coblosan. Alasannya door to door supaya tidak terpengaruh WA. ‘Kesuwen (terlalu lama red.), datangi satu-satu Bi. ‘Ojo terpengaruh WA’, katanya. Saya malah dag dig dug khawatir kena OTT Bawaslu,” demikian disampaikan salah seorang kiai sambil tersenyum.

Sekarang coblosan sudah selesai. “Yang sudah ya sudah. Beda pilihan itu biasa. Sekarang semua harus menyatu kembali, bersama-sama membantu Bu Khofifah-Emil agar memberikan manfaat yang besar bagi rakyat Jawa Timur,” terang Kiai Ali. (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry