JAKARTA | duta.co – Prediksi wartawan senior Hersubeno Arief, yang notabene pengamat media, bahwa, massa yang datang di acara Reuni Alumni 212 Minggu (2/12/2018), melebihi Aksi 212, bisa jadi benar. Pantuan duta.co ketika acara berlangsung, dan halaman Monas sudah tak kuasa menampung jamaah, ternyata, lautan massa itu masih bergerak terus sampai Pasar Tanah Abang.

Padahal, jarak dari Pasar Tanah Abang ke Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat sekitar  4.4 km, ini jika dilihat rute/jalur/arah dan waktu tempuh melalui Peta. Sementara Di depan panggung utama berdiri tenda-tenda besar yang disiapkan untuk tamu istimewa. Berbeda dengan Aksi 212, kali ini disambut dengan istimewa adalah para penyandang disabilitas, dan tamu undangan non muslim.

Luar biasa. Jakarta benar-benar mendapat berkah. Seperti ditulis Hersubeno Arief, hotel-hotel dalam radius terdekat empat penjuru semua penuh di-booking peserta reuni. Mereka tidak hanya datang dari berbagai kota di Indonesia dan kota-kota dunia. Mereka mengaku sudah menunggu-nunggu hari reuni.

Ada kisah menarik. Tiyar seorang perempuan Indonesia yang tinggal di Tuscany, Italia mengaku sengaja pulang ke Indonesia untuk menghadiri reuni. Dia tidak kebagian hotel, padahal sudah memesan sejak sepekan lalu.

Untungnya dia masih punya apartemen di sudut kota Jakarta.

Penuhnya hotel pada akhir pekan di Jakarta merupakan anomali. Biasanya pada akhir pekan hotel di Jakarta relatif lebih kosong dan harganya turun. Warga lebih memilih ke luar kota seperti ke kawasan Puncak, Bogor, atau ke Kota Bandung.

Seperti berbagai Aksi Bela Islam (ABI) dan reuni pada 2017 suasananya mengingatkan kita pada jamaah haji lempar jumroh, yang berbondong-bondong menuju Arafah dan Mina pada musim haji. Warna putih mendominasi kawasan Monas dan sekitarnya.

Bedanya kafilah tidak melantunkan takbir, tahmid, dan tahlil. Mereka melantunkan salawat dan puja-pujian kepada Nabi Besar Muhammad SAW. Kebetulan reuni kali ini bersamaan dengan bulan Maulud, bulan kelahiran Muhammad SAW.

Suasananya mulai terasa di sejumlah stasiun awal di Bekasi, Bogor dan Depok. Suasana serupa juga sudah terasa di stasiun Rangkasbitung, Banten. Penumpang dari Rangkas biasanya bisa duduk. Kali ini harus rela berdiri berdesakan. Wajah-wajah muda ceria, mendominasi kafilah Banten.

Para kafilah tak perlu khawatir soal logistik, karena makanan dan minuman melimpah. Mereka dengan suka cita berbagi. Benar-benar sebuah kebersamaan, keceriaan, kebahagian, sesuai namanya reuni.

Melihat antusiasme kafilah, menarik untuk dipertimbangkan kegiatan ini bisa menjadi agenda tahunan. Semacam festival tahunan terbesar umat Islam Indonesia, dan dunia.

InsyaAllah Aman

Potensi ekonominya sangat besar. Penuhnya hotel-hotel, diborongnya restaurant oleh para dermawan dan melimpahnya makanan dan minuman, dipastikan menggerakkan ekonomi kota Jakarta.

Belum lagi berbagai pernak-pernik souvenir yang dijual pedagang kaki lima. Mulai dari topi,kaus, syal, sampai bendera tauhid yang dijual di sekitar arena.

Semua itu sangat membantu menggerakkan  ekonomi dan menghidupkan industri perhotelan, makanan dan minuman, garment dan UMKM.

Tidak pada tempatnya polisi, apalagi TNI dikerahkan secara besar-besaran untuk memberi stigma tidak aman.

Kehadiran pasukan dalam jumlah besar akan menimbulkan persepsi Jakarta dan Indonesia tidak aman, dan membuat investor takut masuk ke Indonesia.

Padahal dunia sudah mencatat bahwa hanya di Indonesia umat Islam berkumpul dalam jumlah jutaan, dan tak satupun rumput yang rusak  terinjak.

Sungguh itu merupakan potensi besar yang seharusnya bisa dikapitalisasi oleh pemerintah, sebagai daya tarik dan keistimewaan Indonesia. (muh,em)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry