keterangan foto inilampung.com

SURABAYA | duta.co — Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) prihatin dan, sangat menyayangkan tewasnya wartawan Kemajuan Rakyat, Muhammad Yusuf (42) di dalam jeruji besi, tepatnya di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Kotabaru, Minggu (10/6/2018). SMSI ikut berbelasungkawa dan memberikan dukungan moral kepada keluarga.

“SMSI menuntut Polisi untuk menyelidiki apakah ada penggunaan kekuatan ekonomi atau bisnis dalam kasus tewasnya Yusuf. Sebab Yusuf tewas setelah menulis berita yang kritis tentang konflik antara masyarakat dan PT MSAM. Sebagaimana PT MSAM merupakan perusahaan perkebunan sawit milik Andi Syamsudin Arsyad (Haji Isam), pengusaha ternama di Kalimantan Selatan dan memiliki kedekatan dengan aparat Kepolisian,” demikian disampaikan Auri Jaya, Ketua Umum SMSI dan Sekretaris Jenderal, Firdaus dalam siaran persnya Senin (11/6/2018).

Seperti diberitakan, Yusuf sudah 15 hari menghuni Lapas Kotabaru, setelah sebelumnya menghuni rumah tahanan Polres Kotabaru. Yusuf disangkakan Pasal 45 A UU RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik. Alhasil, Yusuf terancam pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.

Yusuf berstatus tersangka akibat penulisan berita yang menyudutkan dan cenderung provokasi tentang konflik antara masyarakat dan PT Multi Agro Sarana Mandiri (MSAM). Belum ada putusan pengadilan, tetapi, Yusuf sudah keburu mati. Dalam kaitan dengan peristiwa tersebut, SMSI menyatakan sikap:

Pertama, Kekerasan tidak dibenarkan kepada siapa pun. Kepada wartawan maupun kepada warga negara biasa. Kepada wartawan yang mengikuti  sertifikasi wartawan maupun yang belum. Apakah ada tindakan kekerasan atau kesalahan prosedur penanganan dalam kasus ini? Oleh karena itu, kami menuntut Kepolisian Republik Indonesia untuk mengusut secara tuntas kasus kematian Muhammad Yusuf. Keadilan harus diberikan kepada korban dan keluarganya. Sebaliknya, hukuman setimpal mesti diberikan kepada yang bersalah dalam kasus ini.

Kedua, SMSI juga menuntut Polisi untuk menyelidiki apakah ada penggunaan kekuatan ekonomi atau bisnis dalam kasus tewasnya Yusuf. Sebab Yusuf tewas setelah menulis berita yang kritis tentang konflik antara masyarakat dan PT MSAM. Sebagaimana diketahui PT MSAM merupakan perusahaan perkebunan sawit milik Andi Syamsudin Arsyad (Haji Isam), pengusaha ternama di Kalimantan Selatan dan memiliki kedekatan dengan aparat Kepolisian.

Ketiga, SMSI memohon dengan seksama perhatian Dewan Pers terhadap kasus ini. Dewan Pers mesti memberikan perhatian dan menunjukkan tanggung-jawabnya, meskipun misalnya saja terbukti korban belum memiliki sertifikat wartawan profesional atau media tempatnya bekerja belum terverifikasi oleh Dewan Pers. Wartawan atau media yang belum profesional mesti dibina dan diarahkan untuk menjadi profesional, bukan sebaliknya, dibiarkan begitu saja.

Keempat, SMSI menghimbau kepada segena unsur pers nasional, pers Kalimantan Selatan khususnya agar senantiasa berpegang kepada UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik dalam menjalankan fungsi control kekuasaan dan melayani hak publik atas informasi.

Hal yang sama juga disuarakan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Secara resmi PWI menyampaikan ucapan belasungkawa atas meninggalnya wartawan Kemajuan Rakyat, Muhammad Yusuf. “PWI Pusat menuntut agar penegak hukum mempertimbangkan benar dan mengusut secara tuntas kemungkinan kekerasan ini. Apa benar Muhammad Yusuf meninggal secara wajar, atau jangan-jangan ada unsur kekerasan dalam kematiannya? Terlebih-lebih, Yusuf tewas setelah menulis berita yang kritis tentang konflik antara masyarakat dan PT MSAM,” demikian pernyataan sikap PWI Pusat atas nama Plt Ketua Umum PWI Pusat Sasongko Tedjo dan Sekjen Hendri Ch. Bangun, Senin (11/6).

PWI memohon agar Dewan Pers secara proporsional memperhatikan kasus yang menimpa Muhammad Yusuf sekalipun terbukti berita yang ditulis korban melanggar kode etik jurnalistik.”Tetap saja kematian Muhammad Yusuf mencoreng citra Indonesia di hadapan masyarakat dan dunia internasional. Kasus ini dapat menimbulkan persepsi bahwa perlindungan terhadap profesi wartawan di Indonesia lemah dan rentan. Keadilan mesti diberikan kepada korban dan keluarganya. Sebaliknya, hukuman setimpal mesti diberikan kepada yang bersalah dalam kasus ini. Dewan Pers memiliki tanggung-jawab moral untuk mewujudkan hal ini,” tambahnya.

Demi kebaikan pers nasional, PWI menekankan, wartawan atau media yang belum memiliki sertifikat profesional mesti dibina dan diarahkan untuk memiliki sertifikat profesional. Di sinilah perlunya peran serta Dewan Pers sebagai pembina dan pengarah pers nasional.

Selain ucapan belasungkawa, dalam pernyataan sikapnya PWI juga memberikan dukungan moral kepada keluarga yang ditinggalkan. PWI mengimbau media Kemajuan Rakyat untuk memberikan santunan dan bantuan yang semestinya. (ekp)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry