
SURABAYA | duta.co – Berpuluh-puluh tahun masalah Surat Ijo yang melilit puluhan ribu warga Surabaya, tak ada jalan keluar. “Kami juga heran. Daerah lain selesai, Surabaya berlarut-larut. Warga jadi ATM hidup,” tegas Budi kepada duta.co, Senin, (10/11/25).
Mereka bahkan sampai mendatangi kantor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Jawa Timur untuk menuntut notulen hasil hearing tahun 2024 yang tak kunjung diberikan meski telah diminta secara resmi selama lebih dari satu tahun.
Perwakilan warga, Budi, yang selama ini aktif menagih dokumen tersebut ke kantor BPK, menyatakan rasa frustrasi karena tidak pernah mendapat tanggapan pasti.
“Saya sudah datang berkali-kali ke sini, tapi selalu dijanjikan. Notulen itu seolah sengaja disembunyikan. Ini hak publik yang tidak boleh ditutup-tutupi,” ujar Budi dengan nada tegas di halaman kantor BPK Jatim.
Sementara itu, Soleh, warga yang ikut dalam hearing tahun 2024, menyebut isi notulen sangat penting karena menjadi bukti tertulis hasil pembahasan antara warga dan BPK.
> “Kami tahu apa yang dibicarakan waktu itu. Tapi sampai hari ini, notulen yang seharusnya bisa diakses publik tidak pernah diberikan. Ini sangat mencurigakan,” kata Soleh.
Ketua Surabaya Corruption Watch Indonesia (SCWI), Hari Cipto, yang menjadi juru bicara korban Surat Ijo, menuding BPK telah melanggar prinsip keterbukaan informasi publik dan berpotensi menutupi praktik penyimpangan.
“Sudah satu tahun BPK tidak menyerahkan notulen. Ini bukan kelalaian, tapi indikasi kesengajaan. Kami menduga ada kerja sama antara BPK dan Pemkot Surabaya untuk menutup temuan yang bisa mengungkap penyimpangan dalam pengelolaan lahan Surat Ijo,” ujarnya dengan suara lantang.
Menurut keterangan salah satu karyawan BPK RI, saat rombongan warga datang tidak ada satu pun jajaran direksi yang berada di tempat. Para pejabat disebut sedang menghadiri acara di Yogyakarta hingga Jumat, 7 November 2025, sehingga tidak dapat menemui warga yang datang.
“Kami diberi tahu bahwa semua direksi sedang ke Jogja sampai Jumat. Ini menunjukkan BPK tidak serius menghadapi tuntutan warga,” tambah Hari.
Situasi di lokasi sempat memanas, karena warga berencana menduduki kantor BPK RI dan tidak akan meninggalkan lokasi sebelum para direksi menemui mereka secara langsung.
Namun ketegangan akhirnya diredam setelah Polsek Gedangan tiba di lokasi untuk menengahi situasi. Pihak kepolisian memberikan solusi agar Kepala BPK wajib menemui perwakilan warga dan menetapkan tenggat waktu sesegera mungkin untuk menyerahkan dokumen notulen yang diminta.
“Polsek datang untuk menenangkan warga dan menjembatani komunikasi. Mereka memastikan Kepala BPK harus segera menemui kami dan menyelesaikan persoalan ini dalam waktu dekat,” ujar Hari Cipto seusai mediasi.
Warga bersama SCWI menegaskan akan terus mengawal kasus ini hingga notulen resmi diserahkan, dan bila tidak ada tindak lanjut nyata, mereka siap melaporkan dugaan penyimpangan ini ke KPK dan Ombudsman RI. “Kami tidak akan berhenti. Lembaga negara harus transparan, bukan menutupi kebenaran,” pungkas Hari Cipto. (*)





































