AYAH-ANAK DITAHAN: KPK resmi menahan Cagub Sultra Asrun bersama anaknya, Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra serta mantan Kepala BPKAD Kendari Fatmawati Faqih dan Direktur PT Indo Jaya dan PT Sarana Bangun Nusantara Hasmun Hamzah. Mereka diduga terlibat menerima dan menyuap terkait proyek pengadaan barang dan jasa tahun 2017-2018.

JAKARTA | duta.co – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus suap yang menyeret nama Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra dan ayahnya, Adriatma Asrun, yang juga Cagub Sulawesi Tenggara. Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menyebut Adriatma meminta uang kepada pihak swasta untuk kebutuhan Asrun yang mencalonkan diri di Pilgub Sultra.

“Permintaan dari wali kota Kendari untuk kepentingan biaya politik dari ASR, Cagub di Sultra yang merupakan ayah dari wali kota,” ujar Basaria dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (1/3).

Asrun merupakan mantan wali kota Kendari dua periode. Setelah lengser, Adriatma menggantikan posisinya ayahnya itu sebagai orang nomor satu di Kendari.

Asrun kini maju sebagai Cagub dalam Pilgub Sulawesi Tenggara 2018 bersama Hugua. Mereka berdua diusung PDIP, PAN, PKS, Partai Hanura dan Partai Gerindra. Asrun juga merupakan mantan wali kota Kendari dua periode.

Basaria menyebutkan, permintaan uang suap tersebut diduga untuk modal selama proses Pilkada. Adriatma disinyalir menerima uang suap secara bertahap. Pertama Rp1,3 miliar. Kemudian penyerahan kedua Rp1,5 miliar dan terbongkar lewat operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Selasa (27/2) sampai Rabu (28/2) lalu.

“Total Rp2,8 miliar. Rp1,5 miliar di antaranya pengambilan dari bank dan ditambahkan Rp1,3 miliar dari kas pemberi PT SBN. Diindikasikan uang untuk kebutuhan kampanye ASR sebagai Cagub Sultra,” ucap Basaria.

Selain Adriatma dan Asrun, tersangka lainnya adalah Fatmawati Faqih, kepala BPKAD Kendari. Adapun satu lainnya dari pihak swasta. Yaitu Hasmun Hamzah, direktur PT Sarana Bangun Nusantara (SBN). Basaria menuturkan, uang suap yang diberikan berkaitan dengan proyek pengadaan barang dan jasa di Kendari.

Selama ini, perusahaan yang dikendalikan HAS kerap mendapatkan proyek di Kendari. “Diduga wali kota ini bersama-sama beberapa pihak yang menerima hadiah dari swasta terkait pelaksanaan barang dan jasa,” sebut Basaria.

Perusahaan milik Hasmun, PT SBN, merupakan rekanan kontraktor jalan dan bangunan Pemkot Kendari sejak 2012. Pada Januari 2018 ini PT Sarana Bangun Nusantara kembali memenangkan lelang proyek Jalan Bungkutoko, Kendari dengan nilai proyek Rp60 miliar. Hasmun lalu memenuhi permintaan itu dengan menyediakan uang total Rp 2,8 miliar.

Hasmun sebagai pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.  Sedangkan Adriatma Dwi Putra dan ayahnya, Adriatma Asrun, serta Fatmawati sebagai penerima dijerat dengan Pasal 11 atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b Undang-Undang Pemberantasan Korupsi.

Dinasti Politik Raup Kekayaan 

Operasi tangkap tangan (OTT) yang menjerat ayah-anak, Asrun dan Adriatma Dwi Putra, membuat KPK kembali menyoroti tentang dinasti politik. Asrun merupakan Wali Kota Kendari 2 periode yaitu 2007-2017 yang kemudian digantikan putranya, Adriatma.

“Seruan berkali- kali KPK juga mengatakan, dinasti politik menjadi atensi KPK karena kecenderungan untuk memiliki atau meraup kekayaan di wilayah atau daerah kewenangannya,” kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan.

KPK menyebut Asrun memerintahkan Adriatma untuk menerima suap dari pengusaha di wilayahnya. Duit suap itu kemudian dipakai Asrun untuk kepentingan kampanye dalam rangka dirinya maju sebagai calon Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) tahun ini.

“Dan sudah terbukti dalam fakta-fakta di kasus yang ditangani KPK. Hari ini kita ulang kembali, melakukan peristiwa tangkap tangan di daerah Kendari,” tutur Basaria.

 

Disambut Tangis Keluarga

Sementara itu, Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra dan ayahnya yang juga mantan Wali Kota Kendari, Asnur, keluar dari Gedung Merah Putih KPK sekitar pukul 16.45 WIB, Kamis (1/3). Keduanya menjalani pemeriksaan setelah ditangkap KPK pada Selasa (27/2) malam di Kota Kendari.Keluar dari Gedung KPK, Adriatma dan Asnur disambut isak tangis keluarga yang menunggunya di depan Gedung KPK. Suara tangis terdengar saat keduanya memasuki mobil tahanan. Salah seorang anggota keluarga, Suardi, enggan berkomentar terkait apa yang menimpa kedua tersangka. Dengan air mata yang masih mengalir, ia pun berlalu pergi saat wartawan menghampirinya.

Adriatma maupun Asnur juga enggan menanggapi pertanyaan para wartawan yang mengerubunginya. Dengan mengenakan peci hitam, Asnur hanya melempar senyum kepada wartawan sembari menuju mobil tahanan.

Sementara Adriatma membantah bahwa uang senilai Rp 2,8 miliar untuk kampanye ayahnya sebagai Cagub Sultra. “Enggak,” ujarnya. Ia pun meminta didoakan atas kasus yang membelitnya. “Mohon doanya saja,” ujarnya.

Setelah mobil tahanan membawa Asnur dan Adriatma, tak lama kemudian keluar Fatmawati Fakih. Fatmawati ialah mantan Kepala BPKAD Kota Kendari yang diduga menjadi perantara antara Adriatma dan Asnur dengan Dirut PT Sarana Bangun Nusantara (SBN) Hasmun Hamzah.

Fatmawati juga tak berkomentar banyak. Ia hanya membantah apa yang dituduhkan kepadanya. “Enggak benar,” ucapnya singkat. Tak lama berselang, Hasmun Hamzar keluar dari Gedung KPK dan langsung menuju mobil tahanan dan menolak berkomentar. hud, net