Menpora Imam Nahrawi menjadi saksi dalam sidang kasus dugaan suap dana hibah KONI dengan terdakwa Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (29/4/2019). (FT/ANTARA FOTO/SIGID KURNIAWAN)

JAKARTA | duta.co – Sidang Tipikor (tindak pidana korupsi) terkait dana hibah KONI, Senin (29/4/2019), di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, membuat Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi tampak ‘kedodoran’.

Hakim dan Jaksa mengorek lebih dalam larinya duit negara. Jaksa dari KPK misalnya, mencecar Imam Nahrawi terkait keberangkatan umrahnya yang memakai dana dari Sekretariat Kemenpora. Jaksa bertanya kepada Imam apakah umrah tersebut merupakan bagian dari perjalanan dinas?

Awalnya, jaksa bertanya mengenai kedekatan Imam dengan Ulum. Imam, yang bersaksi dalam persidangan perkara suap terkait dana hibah KONI, mengaku mengenal Ulum dari teman kuliahnya yang bernama Khoiruddin asal Tulungagung, Jawa Timur.

Kemudian jaksa bertanya apakah pernah melakukan ibadah umrah dengan Ulum, Imam pun membenarkan. Jaksa juga bertanya apakah tahu terkait pemberian uang dari Bendahara KONI Johny E Awuy via transfer bank ke Ulum, yang saat itu berada di Mekah.

“Di tanggal 27 masuk Rp 50 juta, itu sama keterangan Bendahara KONI, ada penarikan di Mekah, kafe kasino, dan beberapa tempat di Mekah. Selain itu, Saudara bilang aspri dari Tulungagung, di situ ada penarikan di Tulungagung. Jadi keterangan beberapa saksi dan report keuangan nyambung bahwa ini sesuai dengan report transaksi keuangan bank. Saudara tahu Ulum gunakan ATM BNI dan dibawa ke Mekah?” tanya jaksa KPK sebagaimana diberitakan detik.com.

“Tidak tahu, Pak Jaksa,” jawab Imam.

Jaksa lalu bertanya, keberangkatan Imam ke Mekah apakah memakai dana dari Kemenpora. Dia menyebut anggaran itu dari Sekretariat Kemenpora. Jaksa juga mencecar apakah perjalanan umrah itu merupakan perjalanan dinas atau bukan.

“Umrah ini perjalanan dinas apa bukan?” tanya jaksa.

“Saya menghadiri Asia paralayang,” kata Imam.

“Pertanyaan saya, umrah perjalanan dinas atau bukan?” tanya jaksa lagi.

“Undangannya itu perjalanan dinas. Umrah ya saya kira umat Islam…,” ucap Imam.

Jaksa lalu memotong pembicaraan Imam dan kembali bertanya kepada pokok pertanyaan terkait dana umrah. Imam menegaskan kegiatan umrah itu bukan perjalanan dinas namun dibiayai Kemenpora.

“Jadi Anda umrah pakai anggaran Kemenpora?” tanya jaksa yang dijawab ‘iya’ oleh Imam.

Dalam persidangan ini, yang duduk sebagai terdakwa adalah Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy. Ending didakwa memberikan suap Rp 400 juta kepada Deputi IV Kementerian Pemuda dan Olahraga Mulyana serta dua anggota staf Kemenpora bernama Adhi Purnomo dan Eko Triyanta.

Pemberian suap ditujukan untuk mempercepat proses pencairan dana hibah yang diajukan KONI ke Kemenpora.

Pejabat Kemenpora Ubah BAP Soal Rp 2 M

Sementara, Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemnpora, Mulyana, mengubah keterangannya dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) terkait permintaan uang Rp 2 miliar untuk biaya umrah Menpora, Imam Nahrawi. Awalnya Mulyana mengatakan, permintaan uang itu disampaikan asisten pribadi Menpora bernama Miftahul Ulum.

Mulyana mengubah BAP itu saat bersaksi untuk terdakwa Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (29/4).

Awalnya, penuntut umum KPK membacakan BAP Mulyana. Dalam BAP itu disebutkan pada Oktober 2018, Menpora beserta istrinya, ajudan, protokol dan rombongan Kemenpora pergi umrah. Kegiatan itu memanfaatkan undangan Federasi Paralayang Arab Saudi.

“Ada permintaan dana Rp 2 miliar lebih dari Miftahul Ulum kepada Kemenpora lalu disampaikan ke saya dan Ulum mengatakan minta dana Rp 2 miliar ke Deputi IV dalam membantu perjalanan dinas, apakah ini benar?” tanya jaksa KPK kepada Mulyana.

“Itu sudah direvisi, jadi Rp 2 miliar itu bukan untuk umrah tapi untuk pekan raya taruna di Semarang. Saya revisi,” jawab Mulyana.

Penuntut umum kemudian mencecar Mulyana terkait revisi tersebut. Menurut jaksa, pejabat eselon I dan menyandang predikat profesor tak logis mencabut keterangannya di BAP. Namun, ia berkukuh ingin direvisi.

Di kasus ini, Fuad didakwa menyuap Mulyana, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Kemenpora Adhi Purnomo, dan staf Kemenpora bernama Eko Triyanto. Ketiganya berstatus tersangka. Suap diberikan agar ketiganya membantu untuk mempercepat persetujuan dan pencairan hibah yang diajukan KONI kepada Kemenpora tahun 2018.

Suap yang diberikan berupa uang, handphone, hingga mobil. Untuk Mulyana berupa mobil Fortuner, uang Rp 300 juta, kartu ATM berisi saldo Rp 100 juta, serta satu handphone Samsung Galaxy Note 9. Sementara, untuk Adhi dan Ekto berupa uang Rp 215 juta.

Hakim Sebut Tak Peduli

Angle berita kompas.com tak kalah menarik. Imam Nahrawi ditegur oleh hakim saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (29/4/2019). Imam ditegur karena dianggap tak cepat bertindak setelah sejumlah bawahannya ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Awalnya, tulis kompas.com, anggota majelis hakim Bambang Hermanto menanyakan mengenai hasil pemeriksaan internal yang dilakukan Kemenpora pasca-terjadinya operasi tangkap tangan. Hakim bertanya, apa yang dilakukan bawahan Imam sehingga ditangkap oleh KPK.

Namun, Imam tidak bisa menjawab pertanyaan majelis hakim. Imam mengakui belum ada tindak lanjut mengenai pemeriksaan internal kementerian mengenai kasus dugaan suap tersebut. Jawaban Imam tersebut langsung direspons hakim dengan teguran kepada Imam.

“Berarti saudara sama sekali tidak peduli dengan uang negara yang sudah banyak hilang,” ujar hakim Bambang kepada Imam. (dtc,kmp)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry