Fahmi (kanan) dan Nanang (kiri). FT/ist

SIDOARJO | duta.co – Isu soal bumbung kosong di Pilkada 2024 Sidoarjo, menarik dicermati. Wacana itu muncul, konon digagas Bakal Calon Bupati-Bakal Calon Wakil Bupati (Bacabup-Bacawabup) H Subandi-Hj Mimik Idayana.

Nanang Haromain (NH), pengamat politik dan kebijakan publik Sidoarjo, mengatakan, bahwa, dalam konteks strategi pemenangan, memunculkan opini koalisi besar untuk melawan bumbung kosong, itu sah-sah saja.

“Sah-sah saja. Semakin banyak parpol (partai politik, red) lain bergabung, potensi untuk menang semakin besar. Termasuk didalamnya mengurangi kekuatan lawan di luar koalisi,” kata NH panggilan akrabnya, Minggu (19/05/2024).

Kampanye bumbung kosong, memang, menjadi bargaining atau daya tawar bagi H Subandi dimata DPP PKB untuk mendapatkan rekom agar jatuh ke tangannya. “Mengingat saat ini, kekuatan elektabiltasnya tinggi, serta didukung oleh parpol-parpol lain,” ujarnya.

Berdasarkan hasil survei yang di realese oleh 2 lembaga survei, yaitu Media Survei Indonesia (MSI) dan Accurate Research And Consulting Indonesia (ARCI), menempatkan nama H Subandi di ranking tertinggi.

Begitu pula dengan nama Hj Mimik Idayana yang memliki popularitas dan elektabilitas di urutan pertama sebagai Bacawabup pada Pilkada Sidoarjo 27 November 2024 nanti. Situasi ini juga dibaca oleh banyak parpol dengan mengambil langkah strategis bergabung dengan koalisi besar yang digagas H Subandi-Hj Mimik Idayana. Ada PKB, Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Nasonal Demokrat (Nasdem) dan Partai Golkar. “Nampaknya akan disusul PKS (Partai Keadilan Sejahtera, red) dan parpol-parpol lain, seperti klaim Pak Bandi yang katanya sudah berkomunikasi dengan mereka,” terangnya.

Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Sidoarjo periode 2014-2019 itu menuturkan praktis hanya tersisa Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) saja, jika klaim H Subandi itu benar-benar terjadi. “Itu artinya peluang pasangan calon tersisa cuma 1 pasang saja, karena jalur perseorangan atau independent juga sudah tutup,” tuturnya.

Politik Angah-angah

Sementara Ahmad Fahmi Ardiansyah SH (FA), praktisi hukum yang juga Ketua Forum Santri Anti Korupsi (FORSAK) melihat obsesi menciptakan bumbung kosong di Pilkada Sidoarjo itu bagian dari politik ‘angah-angah’ (serakah).

Dia sendiri tidak tahu, apa ada keinginan itu. “Sehingga kesannya merasa paling hebat! Kayak tidak ada orang yang mampu memimpin Sidoarjo. Sehingga menggunakan politik angah-angah (serakah),” tegas Fahmi kepada duta.co, Minggu (19/5/24).

Menurut Fahmi, sah-sah saja orang ingin bertarung dengan bumbung kosong. Karena pasti menangnya. Tetapi, hendaknya  dilihat fakta lapangan. “Di Pilkada Sidoarjo, membuat  wacana (lawan) bumbung kosong, menurut pandangan kami, kelewat PeDe (percaya diri) saja. Jangan-jangan malah kalah, nantinya,” tegasnya sambil tersenyum.

Fahmi masih melihat, bahwa, ‘catur politik’ di Sidoarjo sampai detik ini belum sehat. Hari ini, katanya, justru ia menyaksikan banyak warga kasihan melihat nasib politik Gus Muhdlor, bupati nonaktif (Sidoarjo) yang berurusan dengan KPK.

“Bahwa kita sepakat untuk membersihkan praktek korupsi, itu pasti. Tetapi, faktanya semua politisi di Sidoarjo terkesan menumpang isu tersebut. Saya justru khawatir ini hanya mainan isu, prakteknya lebih parah. Semoga tidak,” tandasnya.

Menurut Fahmi wacana bumbung kosong itu, mestinya layak muncul di Pilgub Jatim. Tetapi, itu tidak pernah mencuat dari pendukung Khofifah-Emil. “Hebat! Memberikan peluang demokrasi sejati,” pungkasnya. (loe)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry