SURABAYA | duta.co – Heboh! Warganet, ‘Alumni GP Ansor Nasional’ disasar video pendek, berdurasi 06 menit 17 detik. Isinya, menyingkap korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO (crude palm oil) atau minyak kelapa sawit mentah dan turunan industri kelapa sawit tahun 2022. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar menyebut, kerugian negara (total) Rp11,8 triliun.

“Ini berita sangat menarik ending biang kerok korupsi Rp11,5 triliun dan kekacauan di Indonesia sudah tertangkap dan minta maaf..,” demikian komen warganet di video yang menampilkan puluhan Aparat Penegak Hukum (APH) dari Kejaksaan Agung dengan suara kompak “Jaksa Agung Hebat”.

Presiden Prabowo Subianto, diminta terus tegas, jangan lembek dalam memberantas korupsi. Biang kerok Indonesia adalah korupsi. “Andai saja korupsi tambang teratasi, rakyat Indonesia tidak semiskin ini. Konon lebih sejahtera ketimbang Qatar. Sekarang penduduk Qatar mendapatkan berbagai fasilitas dan tunjangan dari pemerintah. Seperti pendidikan gratis, layanan kesehatan gratis, bantuan perumahan. Qatar dinobatkan sebagai negara kaya, mampu menyediakan fasilitas ini berkat pendapatan dari sumber daya alam seperti gas dan minyak,” tulis warganet.

Video itu menyertakan suara dan gambar Advokat Marcella Santoso yang mengaku telah menyebarkan narasi negatif, terkait dengan institusi Kejaksaan Agung.

Ada warganet yang mengutip pernyataan Mahfud MD, bahwa banyak kekayaan negara tersedot secara ilegal dari korupsi di bidang pertambangan yang jumlahnya fantastis. “Saya pernah mengatakan bahwa seandainya korupsi di sektor pertambangan saja bisa dihapus, diberantas, maka setiap orang rakyat Indonesia itu bisa mendapat Rp 20 juta setiap bulan gratis. Bukan pinjaman, tapi diberikan,” ujar Mahfud di Jakarta, Selasa (19/20) malam

Kejaksaan Agung (Kejagung) memang telah menyita sejumlah uang dari kasus perkara tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya pada industri kelapa sawit tahun 2022. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar menyebut, total uang yang disita senilai Rp 11,8 triliun.

“Barangkali hari ini merupakan preskon terhadap penyitaan uang dalam sejarahnya ini yang paling besar,” ujarnya di gedung Kejaksaan Agung Jakarta, Selasa (17/6).

Ia mengungkapkan, sejumlah uang tersebut merupakan bentuk pengembalian kerugian kuah negara yang dilakukan dalam tahap penuntutan. “Karena perkara ini belum berkekuatan hukum tetap, maka melakukan penyitaan terhadap uang yang dikembalikan dimaksud,” sebut.

Menurutnya, pengembalian dana tersebut merupakan bentuk kesadaran yang diberikan oleh korporasi dan bentuk kerjasama karena adanya kesadaran untuk pengembalian kerugian uang negara. “Kita harapkan tentu dengan upaya-upaya pengembalian ini, ini juga akan menjadi contoh bagi korporasi yang lain atau bagi pihak-pihak yang lain yang sedang berperkara,” ucapnya.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Penuntutan (Dirtut) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) Kejaksaan Agung Sutikno memaparkan, dalam kasus ini melibatkan 5 perusahaan. Diantaranya, PT. Multimas Nabati Asahan, PT. Multimas Nabati Sulawesi, PT. Sinar Alam Permai, PT. Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT. Wilmar Nabati Indonesia.

Ia menyampaikan, kelima terdakwa korporasi tersebut di Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah diputus oleh hakim dengan putusan lepas dari segala tuntutan hukum. Sehingga penuntut umum melakukan upaya hukum kasasi yang hingga saat ini perkaranya masih ada dalam tahap pemeriksaan kasasi.

“Bahwa berdasarkan penghitungan hasil audit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan dan laporan kajian analisis keuntungan ilegal dan kerugian perekonomian negara dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis UGM, terdapat kerugian negara dalam tiga bentuk, kerugian keuangan negara, illegal gain, dan kerugian perekonomian negara,” jelasnya.

Ia merincikan, dari total seluruh kerugian negara yang sebesar sebesar Rp11.880.351.802.619, PT. Multimas Nabati Asahan sebesar Rp3,99 triliun, PT. Multimas Nabati Sulawesi sebesar Rp39,75 miliar, PT. Sinar Alam Permain sebesar Rp483,96 miliar, PT. Wilmar Bioenergi Indonesia sebesar Rp57,3 miliar, dan PT. Wilmar Nabati Indonesia sebesar Rp7,3 triliun.

“Bahwa selanjutnya terhadap jumlah uang yang telah dikembalikan tersebut penuntut umum telah melakukan penyitaan berdasarkan penetapan izin penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” pungkasnya.

Warganet berharap Kejagung terus kencang. Mereka juga menyindir KPK yang tidak lafi punya nyali. “KPK sudah banyak kepentingan. KPK tampak loyo,” tulisnya. (mky)

Bagaimana reaksi anda?
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry