
BANYUWANGI | duta.co – Carut-marut tata kelola pupuk bersubsidi, seperti tak sesuainya kebutuhan petani dan ketersediaan pupuk, kerap berulang dari tahun ke tahun.
Komisi II DPRD Banyuwangi terus berupaya memperjuangkan masyarakat kecil khususnya petani untuk mendapatkan haknya. Salah satunya persoalan pupuk subsidi yang sering dihadapi para petani di Bumi Blambangan.
Untuk menyelesaikan persoalan tersebut, Wakil Ketua DRPD Banyuwangi, Michael Edy Hariyanto bersama Komisi II DRPD Banyuwangi menggelar rapat koordinasi (rakor) di ruang khusus Kantor Dewan Banyuwangi, Kamis kemarin (22/01/2025).
Rakor dipimpin Wakil Ketua DPRD, Michael Edy Hariyanto didampingi Ketua Komisi II, Emy Wahyuni Dwi Lestari diikuti anggota dengan mengundanghadirkan seluruh Distributor pupuk se-Banyuwangi, Pupuk Indonesia, Dinas Pertanian dan Pangan dan Dinas Koperasi, Usaha Mikro, dan Perdagangan Kabupaten Banyuwangi.
“Rapat koordinasi ini kita gelar, untuk mengetahui sekaligus mengurai kendala yang dihadapi dalam pendistribusian pupuk subsidi. Ditambah lagi, alokasi pupuk subsidi di Banyuwangi tidak mencapai 100 persen,” ucap Michael Edy Hariyanto.
Michael mengatakan, terbitnya Permentan Nomor 10 tahun 2022 tentang Tata Cara Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian dinilai memicu masalah alokasi pupuk bersubsidi yang diterima petani.
Dengan adanya Permentan tersebut, ternyata tidak sesuai dengan kebutuhan petani di lapangan, dimana dalam aturan membatasi kebutuhan pupuk dalam satu hektar hanya 250 kg, sedangkan kebutuhan petani rata-rata mencapai 400 kg pupuk urea per hektar.
“Petani mau membeli 400 kg pupuk urea subsidi, namun hanya bisa mendapatkan 250 kg per hektare. Mereka sudah menyebut pupuk langka, padahal masalahnya ada pada aturan,” jelas Ketua DPC Partai Demokrat Banyuwangi ini.
Maka dari itu, DPRD meminta Dinas Pertanian selaku regulator bisa memberikan pemahaman kepada petani terkait dengan regulasi pupuk urea bersubsidi. Dan persoalan yang kedua adalah keengganan petani untuk mendaftar sebagai penerima pupuk bersubsidi melalui e-RDKK.
”Petani itu menganggap daftar di e-RDKK seperti jaman kolonial, mau membeli pupuk subsidi saja harus pakai daftar, KTP dan lainnya, padahal sistem tersebut untuk memperbaiki administrasi agar semakin baik dan tertib , ” ucap Ketua DPD Partai Demokrat Banyuwangi ini.
Michael Edy Hariyanto juga berharap kepada Dinas Pertanian dan Pangan untuk memperbaiki data petani penerima pupuk subsidi di e-RDKK agar seluruh petani tanaman pangan maupun hortikultura mendapatkan alokasi pupuk urea subsidi.
Selain itu, Michael juga menyebut regulasi yang diterbitkan itu kontradiktif dengan program ketahanan pangan yang dicanangkan pemerintah pusat sehingga perlu dikaji ulang.
Sementara itu, Plt Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Banyuwangi, Ilham Juanda menyebut, pembaruan RDKK tersebut memang dilakukan hampir setiap pertengahan tahun. Dimana, untuk pembaruan data penerima pupuk subsidi.
“Tentu pembaruan data RDKK yang telah direkomendasikan DPRD telah dilakukan, dengan menerjunkan para PPL (penyuluh pertanian lapangan) yang melakukan pendataan bersama para kelompok tani,” terangnya.
Ilham menegaskan, jika petani di Banyuwangi memang bergantung dapa pupuk kimia. Sehingga, membuat unsur hara tanah menjadi menipis dan tidak subur. Makanya, membutuhkan pupuk cukup banyak.
“Padahal, seharusnya jika kandungan hara tanah baik, alokasi pupuk yang didapat telah mencukupi kebutuhannya. Namun, karena butuh pupuk cukup banyak membuat petani merasa pupuk mengalami kelangkaan,” tegasnya.
Sementara, Manajer Pemasaran Pupuk Indonesia Wilayah Jatim III Sri Purwanto menjelaskan, Kabupaten Banyuwangi mendapat alokasi pupuk bersubsidi sebanyak 43.824 ton untuk jenis urea dan 35.276 ton untuk pupuk NPK tahun 2025.
Saat ini, pihaknya telah mendistribusikan sebanyak 1.300 ton urea dan 990 NPK ke kios-kios untuk awal musim tanam. Pupuk bersubsidi sisanya akan disalurkan secara bertahap. Alokasi tahun ini, kata dia, sebanyak 85 persen dari RDKK. Namun, Kementan disebut telah berkomitmen untuk menambah alokasi.
“Jika nanti 85 persen dirasa tidak cukup, dinas bisa mengajukan penambahan alokasi. Penambahan akan tergantung penyerapan ke petani,” pungkasnya mengakhiri keterangannya. (*)