SURABAYA | duta.co – Universitas Pelita Harapan (UPH) mengadakan penyuluhan hukum dan HAM bertajuk “Perspektif HAM mengenai Perundungan di Sekolah” di SMA Katolik Untung Suropati, Sidoarjo, Selasa (16/7/2024). Acara yang berlangsung pukul 09.00 WIB ini bertujuan meningkatkan kesadaran siswa tentang dampak negatif perundungan dan pentingnya menghormati hak asasi manusia.

Penyuluhan ini merupakan bagian dari program pengabdian kepada masyarakat yang diselenggarakan oleh mahasiswa UPH program studi ilmu hukum. Kegiatan ini diikuti oleh sekitar 200 siswa kelas 10 yang baru memasuki jenjang SMA.

Dr. Agustin Widjiastuti, S.H., M.Hum., salah satu dosen pengampu mata kuliah Hukum dan HAM di UPH, menjelaskan, baru-baru ini menyampaikan pentingnya penyuluhan Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) kepada siswa baru. dia menekankan bahwa mata kuliah yang diajarkannya tidak hanya berfokus pada teori, tetapi juga pada implementasi praktis di masyarakat.

“Mata kuliah Hukum dan HAM ini sangat penting. Kami tidak hanya memberikan teori, tapi juga bagaimana mengimplementasikannya di masyarakat. Jadi, ketika mahasiswa lulus nanti, mereka sudah siap mempraktekkannya,” ujar Dr. Agustin.

Program penyuluhan ini melibatkan dua ahli: Dr. Franciscus Xaverius Wartoyo, S.H., M.Pd. dari Jakarta, dan Dr. Agustin sendiri. Kegiatan ini terbagi menjadi empat kelompok yang akan dilaksanakan pada tanggal 6, 11, 13, dan 14 Juli. Rencananya, acara puncak akan diselenggarakan di salah satu kota dengan menggabungkan keempat kelompok tersebut.

Dr. Agustin berharap melalui program ini, mahasiswa dapat lebih memahami konsep hukum dan HAM, termasuk hak-hak warga negara dan keterkaitannya dengan perundungan. “Harapan saya, mereka bisa lebih memahami apa itu hukum dan HAM, apa itu hak asasi dan hak warga negara. Yang terpenting, mereka bisa memberikan informasi dan arahan yang tepat, bukan hanya membalas ketika terjadi pelanggaran,” tutur Dr. Agustin.

Kepala Sekolah SMAS Katolik Untung Suropati, Maria Listinawati, S.Pd., menekankan pentingnya tindakan preventif dalam menangani masalah perundungan. “Yang jelas, kalau tentang bully itu sangat dibutuhkan, apalagi tentang informasi pencegahannya. Yang kita siapkan untuk anak-anak adalah tindakan preventifnya, supaya anak tidak menjadi pelaku bully di antara teman yang lain dan juga tidak menjadi korban,” ujar Maria.

Dalam rangka mewujudkan sekolah ramah anak, pihak sekolah telah mengadakan seminar yang diikuti oleh 200 peserta dari kelas 10. “Peserta sudah ada 200 mengikuti seminar ini, dan siswa-siswi ini kelas 10 yang mengikuti. Kayaknya kelas yang berikutnya, 11 dan 12, kita juga ada penyuluhan sama dengan tema yang sama, bully dan juga anti kekerasan seksual,” tambah Maria.

Maria juga menyoroti pentingnya peran guru dan karyawan dalam menciptakan lingkungan yang bebas dari perundungan. “Harapan kami pun juga dari bapak ibu karyawan juga soft kontrolnya, jangan sampai bully terhadap anak didik. Dengan cara menegur, kalau bahasa Jawanya ‘ngilokno‘, itu termasuk ke dalam bully dan itu menurut kami sudah saatnya memasang brand bahwa kami sekolah ramah anak,” jelasnya.

Meskipun sejauh ini tidak ada kasus perundungan yang serius di sekolah, Maria mengakui pernah ada kejadian kecil yang melibatkan siswa dan guru. “Kalau terkait bully di sekolah kami, sampai up media tidak pernah. Kayaknya tahun ajaran yang kemarin, persoalan kecil seperti anak ini mendapatkan kasus guru ini menyampaikan, menyinggung siswa tersebut di kelas, dan siswa ini tidak nyaman kepada gurunya yang menegur dan merasa mengalami perundungan,” ungkapnya.

Sebagai bagian dari upaya pencegahan, sekolah telah memasang poster-poster informasi tentang perundungan dan konsekuensi hukumnya. “Harapan saya, anak siswa ini semakin paham bahwa dengan bully ini ada pasal dan hukumnya. Dan juga yang menarik, prefektif itu sendiri, entah anak-anak, dan saya sudah memasang poster, pasang info kalau bully itu ada pasalnya,” kata Maria.

Maria mengapresiasi inisiatif dari mahasiswa Universitas Pelita Harapan (UPH) yang telah mengadakan penyuluhan di sekolah mereka.

“Saya sangat senang sekali. Kita belum memikirkan mau mengadakan juga penyuluhan, akan tetapi sudah dari Mahasiswa UPH sudah menyampaikan langsung dan membuat kegiatan penyuluhan di sekolah kami. Dan ini nyambung dari program sekolah mewujudkan sekolah ramah anak, dan kedua dari kementerian programnya juga sama yaitu menciptakan sekolah aman, nyaman, ramah, dan mendukung program anti-bully,” tutup Maria.

Ketua Panitia kegiatan, Suzete Hattingh A, menjelaskan latar belakang diadakannya penyuluhan ini. “Yang melatarbelakangi penyuluhan ini adalah keinginan kami adanya tugas dari dosen pengampu mtkul hk dan ham untuk menyampaikan kepada para siswa dan siswi bahwa pelanggaran HAM itu bukan hanya terjadi di kancah negara, tapi juga dalam lingkup yang lebih sempit seperti di bidang kancah sekolah,” ujarnya.

Suzette Hattingh Akobiarek, menekankan pentingnya kesadaran akan HAM di kalangan pelajar. “Sebagai mahasiswa hukum, kami ingin menyampaikan bahwa penting untuk menyadari apa itu HAM dan betapa pentingnya menyadari bentuk-bentuk pelanggaran HAM itu sendiri,” tambahnya.

Penyuluhan ini merupakan inisiatif yang digagas oleh dosen pengampu mata kuliah Hukum dan HAM di UPH, Beliau berharap kegiatan ini dapat memberikan dampak positif bagi para peserta.

“Kami berharap melalui penyuluhan ini, para siswa dan siswi dapat memahami konsep dasar HAM dan mampu mengidentifikasi potensi pelanggaran HAM di lingkungan mereka. Dengan pemahaman ini, mereka diharapkan dapat berkontribusi dalam menciptakan lingkungan sekolah yang lebih menghargai HAM,” katanya saat diwawancarai.

Salah satu mahasiswa UPH, Annabrlla Marcella GK (wakil ketua panitia) menjelaskan alasan pemilihan tema ini. “Kami melihat bahwa pembulian itu juga bisa berkaitan dengan hak asasi manusia. Banyak remaja menganggap bercanda sebagai hal biasa dalam pertemanan, tapi sebenarnya itu tidak boleh dinormalisasi, apalagi jika sudah mencakup pelanggaran HAM,” jelasnya.

Penyuluhan ini tidak hanya memberikan pemahaman tentang definisi perundungan dan bentuk-bentuknya, tetapi juga menjelaskan sanksi yang dapat diterima pelaku. Para peserta juga diberikan informasi tentang pasal-pasal hukum yang berkaitan dengan perundungan.

Kegiatan penyuluhan ini merupakan salah satu dari empat seri yang direncanakan oleh UPH. Dr. Agustin Widjiastuti menambahkan, “Program ini ada 4 kelompok. Yang pertama tanggal 6 Juli, kemudian 11 Juli, 13 Juli, dan satu lagi 14 Juli. Yang terakhir nanti, kita rencanakan yang besar diselenggarakan di Salah satu kota yg pernah terjadi pelanggaran HAM,” imbuhnya.

Dengan adanya penyuluhan ini, diharapkan para siswa dapat memahami pentingnya menghargai sesama dan menciptakan lingkungan sekolah yang aman serta nyaman bagi semua. Kegiatan serupa diharapkan dapat diadakan secara berkala untuk terus mengingatkan pentingnya pencegahan perundungan di lingkungan pendidikan.(gal)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry