Satriya Wijaya, S.KM., M.Kes.
Dosen Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan

STUNTING adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi di bawah lima tahun) akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya.

Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir akan tetapi, kondisi stunting baru nampak setelah bayi berusia 2 (dua) tahun. Dengan demikian periode 1000 hari pertama kehidupan seharusnya mendapat perhatian khusus karena menjadi penentu tingkat pertumbuhan fisik, kecerdasan, dan produktivitas seseorang di masa depan.

Di Indonesia tingkat pengetahuan calon pengantin dan calon ibu hamil mengenai terjadinya stunting cenderung masih rendah. Menurut beberapa penelitian salah satunya penelitian yang dilakukan Sukmayenti dan Annisa Sholihat (2022), menunjukkan bahwa dari 40 responden calon pengantin wanita diketahui 25% (10 orang) mempunyai tingkat pengetahuan yang rendah tentang stunting. Dan terkait kesiapan calon pengantin wanita dalam upaya pencegahan stunting, dari 40 responden calon pengantin, sebanyak 20% (8 orang) tidak siap dalam upaya pencegahan stunting.

Info Lebih Lengkap Buka Website Resmi Unusa 

Tingkat pengetahuan calon pengantin dan calon ibu hamil mengenai terjadinya stunting yang cenderung masih rendah ini dapat berpotensi menghambat penurunan angka stunting di beberapa daerah di Indonesia. Di Jawa Timur misalnya, berdasarkan data SSGI pada 2021, tercatat prevalensi balita stunting di provinsi Jawa Timur sebesar 23,5% dan pada 2022 prevalensi balita stunting di provinsi Jawa Timur sebesar 19,2%. Meskipun mengalami penurunan prevalensi balita stunting, namun masih belum memenuhi target Pemerintah pada angka 14%.

Kondisi stunting pada balita bukan serta merta terjadi karena kekurangan gizi balita itu sendiri, akan tetapi jauh saat terjadi kekurangan gizi pada calon ibu yang sebelum mengandung Balita tersebut. Di Jawa Timur, diketahui bahwa usia usia menikah dibawah 17 tahun masih mencapai angka 20,20% dan rata-rata usia menikah adalah 19,92 tahun. Pada usia tersebut, masih banyak permasalahan yang kompleks. Terdapat beban permasalahan gizi yaitu gizi kurang, gizi lebih dan kekurangan gizi mikro.

Sekitar 25% remaja usia mengalami stunting atau pendek, 9% memiliki indeks masa tubuh yang rendah (kurus), 16% mengalami kegemukan dan obesitas serta 25% mengalami anemia. Jika dirinci berdasarkan jenis kelamin, kecenderungan persentase remaja putra kurus (11,7%) lebih banyak jika dibandingkan remaja putri (5,4%), persentase remaja putri gemuk (15,9%) lebih besar dari remaja putra (11,3%), remaja putra yang pendek (28,8%) lebih banyak dari remaja putri (25%), sedangkan anemia pada remaja putri (22,7%) jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan remaja putra (12,4%). (UNICEF, 2021) Hal tersebut menunjukkan bahwa calon pengantin di Indonesia khususnya Jawa Timur belum memiliki kondisi fisik yang optimal sehingga beresiko melahirkan bayi yang berpotensi stunting.

Pada 2022 terdapat aplikasi yang dikeluarkan oleh BKKBN berupa aplikasi elektronik siap nikah siap hamil (Elsimil). Aplikasi ini merupakan aplikasi yang sangat baik untuk mendeteksi kesiapan menikah dan hamil untuk calon pengantin. Program ini juga sudah melibatkan lintas sektoral mulai dari kementerian kesehatan, kementerian agama dan masyarakat.  Dalam pelaksanaannya, masih banyak calon pengantin yang belum mengetahui dan memanfaatkan program ini dengan baik.

Terdapat 2 kategori calon pengantin yaitu ideal menikah dan belum ideal untuk menikah. Fokus intervensi adalah pada calon pengantin yang belum ideal. Diperlukan pendampingan kurang lebih 3 bulan untuk mencapai kondisi ideal. Hal ini yang sebenarnya menjadi masalah utama untuk diselesaikan guna mencegah terjadinya stunting pada bayi yang dilahirkan nanti.

Rata-rata jumlah pernikahan di Jawa Timur dalam 3 tahun terakhir adalah 306.701 pernikahan. Target pelatihan penyuluh dan penghulu sebanyak 50 orang. Hal ini berarti satu penyuluh bertanggungjawab terhadap kurang lebih 6000 orang selama 1 tahun dan setiap harinya melakukan penyuluhan terhadap 20 orang. Banyaknya pasangan yang dilakukan penyuluhan menjadikan edukasi yang dilakukan menjadi kurang efektif. Sedikitnya jumlah petugas kesehatan untuk pemeriksaan awal calon pengantin 3 bulan sebelum menikah juga menyebabkan alokasi waktu untuk konseling menjadi terbatas.

Selain itu, terbatasnya jumlah SDM untuk meningkatkan pengetahuan calon pengantin tentang status kesehatan dirinya, resiko stunting serta tatalaksana stunting merupakan masalah mendasar. Belum lagi perlunya pendampingan bagi calon pengantin yang belum ideal untuk menikah. Petugas yang melaksanakan misalnya kader seringkali merangkap tugas ganda, bukan hanya sebagai kader calon pengantin tapi juga kader balita, ibu hamil dan KB. Hal ini juga menjadikan edukasi dan pendapingan menjadi tidak maksimal. Diperlukan lebih banyak lagi sinergi lintas sektoral dengan memanfaatkan sektor-sektor yang memungkinkan seperti sektor pendidikan dan dunia usaha.

Berdasar informasi diatas diperlukan beberapa upaya program yang bersifat operasional pada calon pengantin dan calon ibu hamil yang dapat diterapkan di setiap daerah kantong stunting di Indonesia.

Berikut ini beberapa upaya untuk pencegahan stunting ada calon pengantin dan calon ibu hamil yang dapat diterapkan di setiap daerah kantong stunting di Indonesia dapat meliputi :

1. Pemeriksaan fisik dan laboratorium calon pengantin oleh petugas kesehatan memanfaatkan Elsimil, memastikan status kondisi awal calon pengantin terutama status gizinya dan pentingnya persiapan 1000 HPK untuk melahirkan bayi yang berkualitas

2. Screening Anemia dan pemberian kapsul multiple micronutrient gratis bagi remaja putri (calon pengantin dan calon ibu hamil)

3. Edukasi pengolahan formula pangan berbasis lokal lauk hewani bagi remaja putri (calon pengantin dan calon ibu hamil)

4. Pemberdayaan masyarakat bagi keluarga dan kader untuk pendampingan calon pengantin ideal oleh akademisi atau petugas Dinas Pemberdayaan Masyarakat

5. Konseling pranikah kesiapan mental dan spiritual oleh penghulu.

6. KIE dan Pendampingan calon pengantin belum ideal oleh akademisi yang berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan/Puskesmas setempat

7. Sinergi dengan ormas atau tokoh masyarakat untuk motivasi persiapan calon pengantin terutama tokoh ormas yang menjadi panutan atau tokoh agama yang dianut.

8. Pembuatan media edukasi oleh akademisi multimedia berkoordinasi dengan dinas kesehatan.

Beberapa upaya di atas merupakan perwujudan perencanaan program yang dibuat oleh penulis dalam rangka mengurangi dan mencegah terjadinya kasus stunting di Indonesia khususnya pada calon pengantin dan calon ibu hamil yang dapat diadopsi dan diterapkan oleh berbagai stakeholder terkait mulai dari level Kementerian Kesehatan sampai pada level Puskesmas di semua daerah kantong stunting di Indonesia.  *

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry