TRENGGALEK | duta.co — Daya tarik tradisi adat istiadat masih menghiasi di Bumi Menak Sopal Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur. Salah satunya adalah kegiatan Upacara Adat Ngitung Batih. Tradisi turun-temurun yang digelar setiap Bulan Suro ini merupakan wujud kearifan lokal masyarakat Kecamatan Dongko, Trenggalek.

Sejarah upacara adat Ngitung Batih penuh syarat makna. Setiap prosesi yang dilakukan memiliki arti yang menggambarkan kearifan masyarakat sekitar. Mulai dari menjalin kelekatan dan keharmonisan masyarakat di 10 desa yang ada di Kecamatan Dongko hingga berbagi kasih kepada sesama. “Ini setiap tahun, tepatnya Bulan Suro kami selalu menggelar kegiatan ini,” kata Joko Among Mitro, tokoh masyarakat setempat.

Dia menyebut, makna di balik ngitung batih ini adalah menanyakan keadaan sanak saudara untuk meningkatkan jalinan komunikasi antar masyarakat. “Mencari keselamatan, apakah tahun ini saudara kita masih diberikan kesehatan dan lain sebagainya  seperti tahun sebelumnya. Makanya dikatakan ngitung batih atau menghitung saudara kita,” jelasnya.

Keanekaragaman prosesi kegiatan ini memang menjadi daya tarik masyarakat. Selain tak mengurangi nilai kesakralannya, kegiatan yang diyakini sudah dilakukan turun-temurun ini selalu mengundang animo masyarakat. Tak hanya sekedar melihat, mereka berebut hasil sedekah bumi yang sebelumnya diarak warga. “Berbagi sedekah bumi ini agar masyarakat bisa sama-sama merasakan. Tujuannya untuk menjalin silaturahmi,” terangnya.

Selain itu, yang menjadi ciri khas dalam upacara adat Ngitung Batih adalah kirab Takir Plontang hingga pelepasan hewan ternak. Terlihat antusiasme masyarakat berebut hewan ternak, dengan harapan mendapatkan berkah dalam kegiatan yang digelar tiap tahunnya tersebut. Nantinya dipenghujung puncak juga ada pagelaran wayang kulit hingga pesta kembang api.

Selain itu, setiap rumah warga juga dipasang panjang ilang, menggambarkan prosesi upacara tersebut tengah berlangsung. “Jadi pelepasan hewan ternak nanti dilepaskan oleh pimpinan kita dan diperebutkan oleh warga. Tujuannya agar kita sama-sama menikmati kenikmatan bersama,” pungkasnya.

Tak heran, kegiatan tahunan yang digelar setiap pergantian bulan suro di penanggalan islam selalu memikat banyak pihak. Antusiasme masyarakat terlihat dari ingar-bingar masyarakat setempat yang memadai sepanjang Jalan Dongko-Panggul Trenggalek. “Kegiatan ini syarat makna,” kata Mochamad Nur Arifin, Wakil Bupati (Wabup) Trenggalek, saat menghadiri kegiatan tersebut.

Dalam kesempatan itu, dia mengajak seluruh generasi muda untuk terus melestarikan tradisi dan budaya warisan nenek moyang. Tak dapat dipungkiri, perkembangan zaman tanpa edukasi yang tepat dapat menggerus jati diri bangsa, utamanya menjaga tradisi dan budaya yang menjadi ikon sebuah daerah. “Ini merupakan sebuah ‘harta karun’ yang harus tetap dilestarikan,” pungkasnya. (sup/ham)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry