SURABAYA – Jagat media sosial nahdliyin penuh dengan keprihatinan terkait konflik internal PBNU. Belakangan struktural NU juga membuat keprihatinan yang sama. Beredar pernyataan sikap PWNU Yoyakarta tertanggal 26 Nvember 2025. Surat Pernyataan itu berisi 3 point.

“PWNU dan PCNU se DIY tetap berpegang teguh pada hasil Muktamar ke-34 NU tahun 2021 yang telah menetapkan KH Miftachul Akhyar sebagai Rais Aam, dan KH Yahya Cholil Staquf sebagai Ketua Umum PBNU masa khidmat 2021-2026,” begitu bunyi point pertama yang terlihat Duta Masyarakat, Kamis (27/11/25).

Kedua, PWNU dan PCNU se-DIY meminta jika terjadi perbedaan pandangan di antara pengurus diselesaikan dengan mengutamakam masyarawah, tabayyun, dan upaya islah dengan mengedepankan akhlakul karimah demi kemaslahatan perkumpulan dan menjaga marwa jami’yah Nahdlatul Ulama.

Ketiga, menyerukan kepada seluruh warga nahdliyin DIY untuk tetap menjaga ketenangan, ukhuwah dan keutuhan jam’iyyah serta tidak terprovokasi oleh informasi yang belum jelas sumber dan validitasnya. Demikian, surat pernyataan yang diteken KH Drs Mas’ud Masduki (Rais), H Mukhtar Salim MAg (Katib), Dr H Ahmad Zuhdi Muhdlor (Ketua) dan Dr H Muhajir (Sekretaris).

Tak kalah menarik sebuah renungan yang disampaikan Gus Ipang (KH Irfan Waid bin K Salauddin Wahid) Founder Tebuireng Initiatives. Judulnya menarik: Untuk Apa Air Mata Itu? Sebuah pertanyaan pelan, seperti kabut subuh di Tebuireng, yang menyembunyikan getir, tetapi tidak sanggup menyembunyikan cinta. Katanya.

“Untuk apa air mata itu? Mungkin bukan air mata lelah. Tetapi terlalu banyak menyaksikan jam’iyah yang dulu diperjuangkan, kini sebagian sibuk memperjuangkan dirinya sendiri,” tegasnya dalam video pendek berdurasi 02:29 menit itu.

“Ini air mata seorang kiai. Yang lebih paham, bahwa, bahaya perpecahan melebihan apapun dan siapapun. Air mata yang jatuh bukan karena kalah, tetapi harus menyaksikan anak-anak lupa bertanya: Untuk siapa sebenarnya kita bersuara,” katanya lirih.

Untuk apa air mata itu? “Ketika dahulu para founding fathers bertaruh nyawa, harta dan tidur sementara sebagian dari kita hari ini bertaruh ego, status dan screenshot rapat. Mbah Hasyim, sekali pun tidak pernah meminta panggung, tidak pernah memperebutkan kursi, apalagi memperebutkan pengelolaan tambang,” jela Gus Ipang sambil menangis.

Unrtuk apa air mata itu? “Mungkin untuk mengingatkan kita, bahwa keikhlasan para pendiri, tiak boleh kalah, oleh kegaduhan para penerus lewat berita dan kolom komentar, bahwa NU tidak dibangun dengan ego. Tapi dengan doa yang panjang, dan perjuangan yang diam-diam.”

“Air mata itu menekankan, bahwa, yang dibutuhkan NU itu bukan siapa yang paling benar, tetapi siapa yang paling sanggup mengalah. Bukan siapa yang paling lantang, tetapi siapa yang paling rela merendahkan genderang perang. Yang penting bukan siapa yang dibenarkan, tapi siapa yang berhenti rebutan. Karena NU hanya akan kuat bila yang dijaga bukan kepentinan, melainkan pengabdian,” tutupnya. (mky)

Bagaimana reaksi anda?
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry