
KEDIRI | duta.co – PG Ngadirejo Kabupaten Kediri masih mempertahankan tradisi unik dan sangat menarik, salah satunya manten tebu. Ritual manten tebu ini merupakan tradisi khas yang dilakukan setiap tahun. Menariknya, ritual ini biasa dilakukan saat memasuki musim giling, yaitu masa ketika tebu dipanen dan diolah menjadi gula.
Seperti dalam upacara pernikahan manusia, manten tebu dipenuhi berbagai aturan dan tatanan yang harus dilaksanakan. Setiap tahap dalam upacara ini memiliki makna mendalam dan penting bagi keberhasilan dan keberkahan prosesi tersebut.
Data yang dihimpun duta.co menyebutkan, pelaksanaan tradisi ini selalu diadakan setiap April atau Mei, menandai peristiwa krusial dalam siklus produksi gula yang melibatkan seluruh elemen masyarakat yang terlibat dalam industri ini.
General Manajer PG Ngadirejo Kediri, Wayan Mei Purwono, mengatakan, bahwa prosesi Manten Tebu adalah bagian dari seremoni rutin yang umum dilakukan oleh hampir semua pabrik gula di Jawa.
“Memang hampir semua pabrik gula, terutama di Jawa melaksanakan tradisi, itu bagian dari seremonial bahwa kita akan melaksanakan giling dengan diwujudkan tebu yang dibawa pengantin yang sudah layak, sudah manis, sudah bersih, segar dan siap ditebang dan digiling PG Ngadirejo,” ungkap Wayan, Jumat (9/5/2025).
Wayan mengungkapkan, pelaksanaan erbeda dari tahun-tahun sebelumnya, rangkaian tradisi kali ini lebih meriah dan lengkap. Tak hanya iring-iringan tebu manten, prosesi juga dimeriahkan dengan jaranan dan pertunjukan wayang ruat yang berlangsung di Desa Jambean, lokasi pabrik berada.
“Biasanya hanya diledang. Tahun ini lebih lengkap dan lebih mengena. Ada juga nanti siang wayang ruat. Wayang di desa sini Jambean, intinya kita tidak meninggalkan tradisi. Seperti siang ini ada jaranan sini. Ini bagian dari tradisi yang tidak kita tinggalkan, ini kearifan lokal yang kita pertahankan,” jelasnya.
Terakhir, Wayan juga berharap, dengan pelaksanaan yang konsisten setiap tahun, tradisi manten tebu terus menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas budaya masyarakat yang terlibat dalam industri gula.
“Setiap bulan April atau Mei, pabrik gula menjadi saksi dari pelaksanaan sebuah tradisi yang kaya akan makna dan sejarah, serta mampu menyatukan masyarakat dalam semangat gotong royong dan kebersamaan, sehingga meneguhkan komitmen untuk menjaga dan melestarikan warisan budaya yang berharga ini,” tutupnya. (bud)