Penghargaan atau sertifikasi MURI yang diterima Ketua Umum PBNU, KH Said Aqil Siroj. (FT/IST)

MATARAM | duta.co — Berbicara khitthah, dalam catatan Gus Dur, ada perbedaan pandangan atau penafsiran mengenai khittah 1926. “Kalau saya menganggap khittah NU itu tidak  terkait secara organisatoris dengan kekuatan sosial politik mana pun, maka  artinya kita tidak boleh membantu mereka.”

Tetapi, Tuan Guru Faisal tidak demikian.  Beliau hanya membatasi pada penafsiran bahwa yang tidak boleh itu adalah  merangkap kepengurusan. Bila hanya menunjukkan simpati, kata Tuan Guru  Faisal, itu boleh-boleh saja. Beliau berargumentasi bahwa dalam kenyataannya  banyak pimpinan NU yang menunjukkan keberpihakan mereka pada Golkar.

“Tetapi  dalam pandangan saya, menunjukkan simpati itu pun menyalahi khittah, sama saja apakah ke PPP, ke Golkar atau ke PDI,” demikian Gus Dur.

Perbedaan pandangan semacam ini, jelas Gus Dur, sebetulnya tidak mendasar. Namun, cukup  membuat sungkan satu sama lain. “Saya sendiri tidak mengerti jalan pikirannya.  Ia juga rasaya tidak menerima dengan jalan pikiran saya. Tetapi karena ia  mencintai NU, maka beliau pun mencintai apa yang ingin saya lakukan untuk  kepentingan NU,” jelasnya.

Nah, pada saat Muktamar di Situbondo tahun 1984, perdebatan mengenai khittah  antara Gus Dur dengan Tuan Guru Faisal tak bisa dielakkan. Perdebatan  berlangsung hingga pagi, dan ternyata tidak bisa dipertemukan.

“Meskipun dalam alam pikiran yang berbeda, tetapi Tuan Guru Faisal dan  saya tetap ingin mewujudkan keinginan bersama, yakni mencintai dan mengabdi  cita-cita NU,” tegasnya.

Karena itu, walaupun dalam suasana perbedaan antarpandangan  pribadi, beliau (Tuan Guru Faifal) pernah mengatakan kepada keluarganya kalau dirinya  meninggal, maka orang yang pertama yang harus dihubungi dan diberitahu di  Jakarta adalah Abdurrahman Wahid. Bukan PBNU-nya. Luar biasa!

“Bagi orang yang belum mengenal NU, sikap Tuan Guru Faisal adalah contoh  yang sangat arif ketika berbicara tentang sikap saling menghormati di antara orang yang  berbeda pandangan sekalipun di tubuh NU. Tuan Guru Faisal adalah contoh dan  potret dari kepribadian NU sejati, yang sangat mengutamakan persaudaraan,” begitu catatan Gus Dur.

Persaudaraan adalah salah satu basis penting di mana NU hadir dan berdiri. Atas dasar persaudaraanlah NU memiliki trilogi hubungan ukhuwah  Islamiyah (hubungan persauda-raan antarumat Islam), ukhuwah basyariyah atau insaniyah (persaudaraan antarumat manusia) dan ukhuwah wathaniyah (persaudaraan antarnegara dan bangsa).

Trilogi persaudaraan itu, jelas Gus Dur, merupakan bagian penting dari kepribadian  jama’ah (warga) NU, dulu, kini dan di masa datang, di saat NU diterpa badai  maupun tidak. Jika terjadi perbedaan pandangan antara warga NU, sejak dini  salah seorang pendiri NU, KH Wahab Hasbullah telah memberikan solusi dengan  pedoman: “Bersepakat untuk tidak sepakat. Berbeda tetapi tetap bersaudara.”

“Dan Tuan Guru Faisal telah menjadi saksi yang patut diteladani mengenai  semangat persaudaraan NU tersebut,” demikian akhir dari tulisan Gus Dur.

Sebuah catatan penting yang layak dijadikan panutan oleh kader-kader muda NU jaman now. (sumber Kompas)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry