Keterangan foto republika.id

“Terlepas dari kenyataan bahwa di sana terdapat wali mahasiswa yang rela membayar UKT dengan sangat mahal kalau perlu menyumbang miliaran untuk uang gedung, maka tuntutan sebagian mahasiswa (turunkan UKT) itu, harus disikapi dengan bijak.”

Oleh Achmad Murtafi Haris

BELAKANGAN ini muncul demo (tuntutan) agar Uang Kuliah Tunggal (UKT) diturunkan. Tuntutan semacam ini lazim disuarakan tiap tahun saat pembayaran uang kuliah dimulai. Tuntutan seperti ini nyaris menjadi ritual tahunan mahasiswa pergerakan lintas organisasi. Biarpun pihak kampus sudah mengeluarkan kebijakan sesuai aspirasi, kadang demo masih terus ada.

Di sisi lain, terdapat beberapa perguruan tinggi yang menurunkan UKT  sangat rendah bahkan separuh dari umumnya UKT. Seperti pada program studi strata 3 atau program doktor di mana kampus tertentu, swasta atau negeri, menetapkan UKT separuh dari umumnya UKT di kampus lain. Sontak pendaftar di kampus dengan UKT rendah melimpah sementara pendaftar di dengan UKT lebih mahal, turun drastis.

Dua fakta ini, fakta demo rutin menuntut UKT turun dan larisnya program perkuliahan dengan UKT rendah menunjukkan bahwa biaya perkuliahan rendah adalah tuntutan yang tidak bisa disepelekan.

Terlepas dari kenyataan bahwa di sana terdapat wali mahasiswa yang rela membayar UKT dengan sangat mahal kalau perlu menyumbang miliaran untuk uang gedung, tuntutan sebagian mahasiswa itu, harus disikapi dengan bijak.

Di beberapa negara yang berhaluan sosialis, perkuliahan gratis memang ada. Seperti di Mesir, kalau ingin gratis kuliah di Universitas al-Azhar. Mau kuliah agama atau umum, semua gratis, maklum sekolah rakyat.

Kalau mau elit, biaya mahal (bahkan bayar pakai dolar) silahkan kuliah di kampus yang keren dan mentereng, seperti American University in Cairo. Yang semua mahasiswanya cantik dan ganteng dengan banyak rambut pirang (asli) dan mata biru.

Tapi kalau betah sama yang  bau keringat tanpa UKT, ya masuk kuliah yang gratis dengan fasilitas yang seadanya. Toh kuliah mahal tidak menjamin masa depan cerah (“apalagi” yang murah).

Era 4.0 saat ini menuntut banyak perubahan dalam sistem pendidikan nasional. Banyaknya praktik perkuliahan online, mau tidak mau akan dikaitkan dengan biaya perkuliahan.

Kementerian pendidikan, kebudayaan, riset,  dan teknologi (kemendikbudristek) atau Dirjen pendidikan Islam dan pendidikan tinggi kementerian agama, harus meresponnya secara arif. Perkuliahan pada bidang yang sedikit praktik lapangan, sebaiknya  diselenggarakan dengan online atau seperti proses belajar di universitas terbuka. Ini akan menjadikan kebutuhan ruang kelas berkurang signifikan.

Kampus tidak perlu berfikir keras untuk pengembangan fisik  dan perluasan tanah. Karena faktor yang paling banyak menguras biaya berkurang, otomatis biaya perkuliahan dituntut ikut berkurang. Apalagi kampus negeri yang disokong dana pusat.

Jika dibandingkan antara yang kuliah pada prodi ilmu sains dan teknologi (saintek) dan sosial humaniora (soshum), perkuliahan di saintek banyak melalui pembelajaran offline. Sedangkan Soshum cukup dengan online.

UKT untuk mahasiswa Soshum bisa separuh mahasiswa saintek. Tuntutan tatap muka dan praktikum menjadikan saintek membutuhkan pengadaan fisik. Prodi agama berada pada kelompok Soshum yang juga tidak perlu banyak pengadaan fisik. Karena tingginya biaya prodi saintek, subsidi silang dilakukan oleh pengelola kampus dari kelebihan dana Soshum ke saintek.

Istilah UKT itu bahkan untuk mengakomodir subsidi lintas prodi agar disparitas antara UKT saintek dan soshum tidak terlalu jomplang. Permasalahannya, yang sudah disubsidi silang pun masih merasa mahal. Ini artinya bahwa perlu penjelasan kepada yang berUKT tinggi, bahwa kalau tidak mampu secara finansial jangan mengambil prodi yang mahal. Ambil saja Soshum toh yang dianggap mahal itu sebenarnya sudah mendapat subsidi, Sedangkan untuk mahasiswa Soshum, kalau memang benar-benar tidak mampu, bisa diturunkan hingga nol.

Biaya rendah hingga separuh seperti yang ditunjukkan oleh salah satu PTKIN di Jawa Timur dalam program S3, bisa ditemukan rasionalitasnya saat ini dengan maraknya fasilitas online.

Banyaknya media belajar gratis lewat kanal YouTube dan laman pribadi dan lembaga dengan pembicara top kelas dunia, menuntut peninjauan ulang terhadap sistem pendidikan yang boros dan tinggi biaya.

Pendidikan formal yang sarat biaya harus diganti dengan sistem baru yang murah biaya. Universitas terbuka perlu diperbanyak. Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri harus menyelenggarakan universitas terbuka dan ke depan, model terbuka sepatutnya semakin banyak diadakan sesuai tuntutan zaman 4.0 yang banyak memberikan kemudahan online.

Banyaknya postingan yang mencerdaskan di YouTube adalah fakta bahwa kampus sebenarnya bukan lagi center of excellence. Kampus bukan lagi pencetak cerdik cendikia utama. Yang utama adalah kanal-kanal YYouTube dan postingan beragam medsos yang banyak diakses oleh pemirsa. Perkara yang viral tidak mesti yang berkualitas, memang benar. Tapi yang viral dan yang berkualitas juga banyak. Sebut saja untuk ilmu keislaman, ceramah Gus Baha, Kyai Said Aqil Siradj, Kyai Marzuki Mustamar, Tuan Guru Bajang Zainul Majdi, Manachin Ali, Ustadz Abdussamad, Ustad Adi Hidayat dan ceramah ustadz aliran tertentu, adalah materi yang  bagus kalau tidak lebih bermutu daripada kuliah kampus.

Dunia kampus harus menerima kenyataan ini. Dan mendesain perkuliahan tanpa memonopoli pembelajaran dari dirinya tapi dengan memanfaatkan yang beredar di media online.

Tugas dosen cukup membangun kerangka berfikir dan mengajarkan bagaimana meletakkan materi yang berserakan di kanal YouTube dan website pada pemahaman yang komprehensif dan meletakkannya pada konteks kekinian. Dosen berkewajiban menanamkan nilai mulia dan tanggung jawab akademis.

Untuk menghilangkan plagiatisme sebagai efek dari pembelajaran online, mahasiswa diwajibkan mampu menarasikannya sendiri apa yang didapat di internet dan mempresentasikannya secara lisan tanpa teks atau setengah hafal. Ini untuk menjamin mahasiswa telah menguasai secara penuh apa yang didapat di internet. Tugas menghafal poin-poin materi presentasi menjadi penting untuk menghindari mengumpulkan tugas hanya modal copas.

Peluang kuliah murah bahkan gratis untuk prodi Soshum  lewat program universitas terbuka yang diselenggarakan oleh Kemendikbudristek dan Kemenag diharapkan merangsang pekerja dan buruh untuk tetap menimba ilmu.

Sehingga ke depan akan banyak anak tamatan SMA, SMK atau Aliyah yang bekerja di sektor swasta dengan gaji rendahan atau pedagang asongan yang ikut kuliah  online karena sadar bahwa ilmu itu penting untuk peningkatan kualitas diri dan bukan semata untuk mencari kerja. Sebuah perkembangan positif bagi pembangunan peradaban manusia. (*)

Achmad Murtafi Haris adalah Dosen UIN Sunan Ampel Surabaya

 

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry