Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat (BKPM), Ary Santoso. (FT/DUTA.CO/SOVIE)

JAKARTA | duta.co – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melaporkan Koran Jawa Pos ke Dewan Pers di Jakarta, Senin (11/12/2017) sehubungan dengan berita Jawa Pos, yang dinilai merugikan Mendikbud Prof Dr Muhadjir Effendy, MAp.

Laporan disampaikan Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat (BKPM), Ary Santoso, diterima Ketua Umum Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo. Adalah berita Jawa Pos, edisi Senin 4 Desember 2017 dengan judul ‘Kwalitas Pendidikan di Indonesia Masuk Ranking Bawah’.

Menurut Ary, ada banyak hal yang sangat merugikan Mendikbud, di antaranya adalah kutipan langsung dalam berita itu yang berbunyi, “Saya khawatir yang dijadikan sampel adalah siswa-siswa dari NTT semua.”

Kutipan ini sangat merugikan Mendikbud. “Apalagi kalimat tersebut sama sekali tidak pernah diucapkan oleh Mendikbud,” tegas Ary dalam cerita kronologisnya yang diterima duta.co, Senin (11/12/2017).

Begitu juga soal judul yang dipakai Jawa Pos, lanjut Ary, itu memiliki kandungan pernyataan Mendikbud yang tidak boleh ditulis oleh pers alias off the record.

Untuk itu, tambahnya, Mendikbud langsung melakukan klarifikasi. Esoknya, Selasa (5/12), selaku kepala BKPM  ia menemui Kepala Biro Jawa Pos di Jakarta. Hari Rabu (6/12) terbit dengan judul:  Tak Bermaksud Merendahkan NTT Mendikbud Soal Suvey PISA.

Anehnya, masih menurut Ary, pada edisi yang sama, di rubrik Mr Pecut tertulis: Mendikbud Tak Bermaksud Rendahkan NTT… Diiyain aja, biar cepat selesai.

“Bagi kami tulisan itu menunjukkan bahwa Jawa Pos tidak memiliki iktikad baik untuk menyelesaikan masalah secara baik. Kami merasa Jawa Pos menyudutkan dan menistakan kami, karena berdampak masyarakat menilai Mendikbud benar-benar mengucapkan seperti yang dimuat Jawa Pos edisi 4 Desember dan bahkan menganggap Mendikbud berbohong,” jelas Ary.

Itulah sebabnya, Mendikbud menyampaikan keberatan atas pemberitaan tersebut kepada Dewan Pers. Setidaknya agar masyarakat menerima informasi yang benar sehingga memperoleh persepsi yang benar pula.

Tuntutan Mendikbud, pertama, agar Jawa Pos mengoreksi dengan benar dan meminta maaf dalam kesempatan pertama, serta dimuat selama lima hari berturut-turut di halaman dan posisi yang sama dengan berita yang keliru tersebut.

Kedua, bentuk redaksi permintaan maaf kepada Mendikbud sebagai berikut:

Jawa Pos mengakui bahwa ada pelanggaran etika pers dalam berita edisi 4 Desember 2017 berjudul Kwalitas Pendidikan di Indoensia Masuk Ranking Bawah. Dalam berita itu disebutkan ada kutipan dari Mendikbud Muhadjir Effendy. “Saya Khawatir yang dijadikan sampel adalah siswa-siawa dari NTT semua,” tuturnya.

“Sesuai dengan pengecekean rekaman, Mendikbud tidak pernah mengucapkan kutipan dimaksud. Kutipan itu berasal dari pihak Jawa Pos sendiri. Patut disesalkan kutipan tersebut, karena telah menimbulkan salah persepsi dan reaksi negatif yang tak perlu terjadi kepada Mendikbud.”

Selain itu, Jawa Pos mengakui bahwa, upaya pihak Kemendikbud untuk menjelaskan berita dimaksud, tidak mendapat tanggapan dengan rasa hormat. Ini tercermin dari komentar dalam rubrik Mr Pecut, ‘Mendikbud tak bermaksud rendahkan NTT. Diiyain aja, biar cepat selesai.’

Untuk itu Jawa Pos dengan sungguh-sungguh mengoreksi berita yang dimaksud dan meminta maaf kepada Mendikbud Muhadjir Effendy.
Sampai berita ini diturunkan duta.co masih berupaya untuk memperoleh konfirmasi dari pimpinan Jawa Pos. (mky)
Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry