Edy Santoso saat mengadu ke kantor PWI Lamongan, Kamis (2/2/2023).

LAMONGAN | duta.co – Masih ingat gambar seorang lelaki menggendong balitanya, iklan peringatan bahaya merokok, pada setiap kemasan rokok legal?. Mereka Edy Santoso (45) dan anaknya Edy Firana (22), keduanya warga RT /RW 004/007 Lingkungan Geneng Indah, Kelurahan /Kecamatan Brondong, Lamongan. Kini, nasibnya mengenaskan. Tuntutan untuk mendapatkan hak royalti, terkatung-katung, yang berujung Surat Perintah Penghentian Penyelidikan (SP3) oleh Polres Lamongan.

Ditemani salah satu kerabatnya, Edy Santoso datang ke Kantor PWI Lamongan, Kamis (2/2/2023), mereka diterima sejumlah wartawan. Dia mengadu, terkait upaya mendapatkan hak royalti, atas iklan peringatan bahaya merokok. “Lalu bagaimana hak royalti saya? Padahal gambar saya dan anak saya sudah dipublikasikan. Tanpa izin, tanpa konpensasi,” kata Edy Santoso.

Lebih jauh Edy Santoso meyampaikan kisahnya, hingga fotonya viral, beredar melalui kemasan rokok legal dan bentuk iklan lainnya. Sore itu, pada tahun 2001 Edy Santoso yang masih berumur 25 tahun sedang menggendong anaknya Edy Firana yang masih berumur 9 bulan, di warung desa setempat milik Kismawati, salah satu saksi kasus ini.

Saat itu, di warung ini ada 4 sales, 2 wanita 2 laki-laki, perusahaan rokok. Mereka izin memfoto dan setelah sales memberi 1 (batang) rokok, maka terjadi pemotretan, di samping warung Kismawati. “Saat itu katanya foto itu untuk kenang-kenangan,” katanya.

Setelah waktu berjalan, tepatnya pada tahun 2012, kata Edy Santoso, kaget bukan kepalang. Bagaimana tidak, foto dia yang mengepulkan asap rokok sedang menggendong  anaknya, menjadi iklan peringatan bahaya merokok. “Saya kaget saat membeli rokok saat itu,” kanangnya.

Teryata, bukan hanya menjadi iklan di kemasan semua rokok legal, foto mereka juga terpampang, menjadi iklan di penjuru kota di Indonesia. “Katanya foto itu untuk kenang – kenangan, namun ternyata menjadi iklan,” katanya.

Karena itu, dia menuntut haknya untuk mendapat hak royalti. “Sebagai warga negara, saya mendpat hak atas foto saya yang menjadi iklan,” katanya.

Karenanya, lanjut Edy Santoso, melaporkan kasus ini dan menuntut hak royaltinya ke Polda Jatim pada tajun 2018. “Setelah  bulan di Polda, berkas dilimpahkan ke Polres Lamongan,” akunya.

Anehnya, lanjut Edy, meski berkas dilimpahkan ke Polres, namun pihaknya tidak ada panggilan untuk proses hukum tersebut. Lebih kaget lagi, tiba – tiba Polres Lamongan mengeluarkan SP3 atas tuntutan hak royalti tersebut. “Tidak ada pemanggilan, tidak ada pemeriksaan, tiba – tiba SP3 keluar,” katanya.

Sementara surat yang ditandatangani Kasatreskrim Polres Lamongan wahyu Norman 21 Januari 2020, juga dijelaskan klausul alasan SP3 atas tuntutan Edy Santoso. Dalam surat itu ditegaskan alasan keluarnya surat tersebut, sesuai hasil gelar perkara yang dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 18 Desember 2019, karena tidak ditemukan peristiwa pidana.

Setelah upayanya mentok, Edy Santoso terus berupaya melakukan langkah untuk mendapatkan hak royalti. Termasuk ke Presiden Joko Widodo, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD. “Saya datang ke sini (Kantor PWI Lamongan),” juga bagian dari upaya. (dam)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry