Ketua Harian Pergerakan Penganut Khitthah Nahdliyyah (PPKN), H Tjetjep Mohammad Yasien, SH MH (FT/IST)

SURABAYA | duta.co – Ketua Harian Pergerakan Penganit Khittah Nahdliyyah (PPKNU, H Tjetjep Mohammad Yasien, SH, MH mengaku geram mendengar usulan Muhaimin Iskandar (PKB) soal penundaan Pemilu. Lebih heran lagi, usulan itu mendapat dukungan sejumlah politisi.

“Bagi saya, ini kebodohan rangkap alias jahil murakkab. Apa tidak mikir risikonya. Usulan menunda pemilu itu, sangat bahaya. Kalau presiden dan wapres sudah habis masa jabatannya, lalu, siapa yang akan menggantikannya? Saya sarankan Imin (Cak Imin red.) baca catatan Dr Hamdan Zoelva, SH, MH, Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2013—2015, biar ngerti,” tegas Gus Yasien pangilan akrab H Tjetjep Mohammad Yasien, SH, MH kepada duta.co, Sabtu (26/2/22).

Ada 18 catatan mantan Hakim MK yang diunggah melalui twitternya @hamdanzoelva. Menurut pria kelahiran Bima, Nusa Tenggara Barat, 21 Juni 1962 itu, menunda pemilu, sama saja merampas hak rakyat. “Penundaan Pemilu Merampas Hak Rakyat. Pasal 22E UUD 1945 Pemilu dilaksanakan sekali dalam 5 tahun. Kalau ditunda, harus mengubah ketentuan tersebut, berdasarkan mekanisme Pasal 37 UUD 1945. Dari segi alasan tidak ada alasan moral, etik dan demokrasi menunda pemilu,” tulisnya.

Kedua, Bahkan dapat dikatakan merampas hak rakyat memilih pemimpinnya 5 tahun sekali. Tapi kakau dipaksakan dan kekuatan mayoritas MPR setuju, siapa yang dapat menghambat. Putusan MPR formal sah dan konstitusional. Soal legitimasi rakyat urusan lain.

Ketiga, masalah selanjutnya jika pemilu ditunda untuk 1-2 tahun, siapa yang jadi presiden, anggota kabinet (Menteri), dan anggota DPR, DPD dan DPRD seluruh Indonesia, karena masa jabatan mereka semua berakhir pada September 2024.

Keempat, UUD 1945 tidak mengenal pejabat presiden. Hanya menurut Pasal 8 UUD 1945 jika presiden dan wapres, mangkat, berhenti, diberhentikan atau tidak dpt melakukn kewajibannya secara bersamaan, pelaksana tugas kepresidenan dilakukan oleh Mendagri, Menlu dan Menhan.

Kelima, itu pun tetap jadi problem, karena jabatan Mendagri, Menlu dan Menhan berkahir dengan berhenti atau berakhirnya masa jabatan presiden dan wapres yang mengangkat mereka, kecuali MPR menetapkannya lebih dahulu sbg pelaksana tugas kepresidenan.

Keenam, Berdasarkan Pasal 8 UUD 1945 MPR dapat saja mengangkat presiden dan wapres menggantikan presiden-wapres yang berhenti atau diberhentikan, sampai terpilihnya presiden dan wapres hasil pemilu.

Ketujuh, MPR memilih dan menetapkan salah satu dari dua pasangan calon presiden dan wapres yg diusulkan parpol atau gabungan parpol yg pasangan capresnya memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilu.

Kedelapan, dalam kondisi seperti ini siapa saja dapat diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol menjadi pasangan calon presiden dan wapres, tidak harus presiden yang sedang menjabat.

Kesembilan, masalahnya tidak berhenti di situ, siapa yang memperpanjang masa jabatan anggota MPR (DPR-DPD)dan DPRD? Padahal semuanya harus berakhir pada 2024, karena mereka mendapat mandat terpilih pelalui pemilu.

Kesepuluh, untuk keperluan tsb, ketentuan UUD mengenai anggota MPR pun harus diubah, yaitu anggota MPR tanpa melalui pemilu dan dapat diperpanjang.

Kesebelas, Lalu, siapa yang perpanjang, juga jadi persoalan. Jika dipaksakan dapat dilakukan oleh presiden atas usul KPU. Tetapi sekali lagi UUD terkait anggota MPR harus diubah dulu.

Keduabelas, Maka untuk memuluskan skenario penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan, harus ada Sidang MPR mengubah UUD, SI MPR memberhentikan presiden-wapres dan mengangakat Presiden dan Wapres sebelum masa jabatan mereka berakhir.

Ketigabelas, Problem lain, muncul karena banyak DPRD se Indonesia yang sdh berkahir masa jabatannya pada Juli-Agustus – September 2024, berarti semua agenda skenario harus selesai pada Agustus- September 2024.

Keempatbelas, Pertanyaannya kembali, apa mungkin presiden diangkat kembali sebelum mereka berhenti secara beraamaan? Karena MPR hanya berwenang mengangkat presiden dan wapres jika presiden dan wapres secara bersamaan berhenti.

Kelimabelas, Maka jalan keluarnya, berhentikan dulu presiden dan wapres sebelum masa jabatannya berakhir.

Keenambelas, Merujuk ketentun UUD 1945 tidak ada dasarnya MPR begitu saja memberhentikan presiden dan wapres tanpa alasan. Kecuali mereka berhenti bersamaan karena mengundurkan diri, berhenti atau diberhentikan karena melakukan pelanggaran hukum menurut Pasal 7B UUD 1945.

Ketujuhbelas, Jadi persoalan begitu sangat rumit, maka jangan pikirkan penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan itu, karena hanya cari-cari masalah yang menguras energi bangsa yang tidak perlu. Jalankan yang normal saja, negara aman-aman saja.

Kedelapanbelas. Lagi pula, skenario penundaan pemula merampas hak rakyat menentukan pemimpinnya setiap 5 tahun sekali.