SIAP DIPASARKAN: Stok cabai yang siap dipasarkan di sejumlah pasar tradisional dan modern. (duta.co/dok)
SIAP DIPASARKAN: Stok cabai yang siap dipasarkan di sejumlah pasar tradisional dan modern. (duta.co/dok)

SURABAYA|duta.co-Dugaan Ketua KPPU Syarkawi Aruf terkait gonjang ganjing harga cabai dikuasai pihak tertentu beralasan. “Sebagai contoh di salah satu pasar induk terbesar di Jakarta hanya ada tiga bandar saja. Persaingan yang tidak sempurna ini membuat ada kemungkinan terjadinya kongkalikong harga. Petani sendiri tidak terlalu merasakan dampak kenaikan harga ini,” ungkap dia.

Dengan kondisi yang ada, pihaknya sedang menyelidiki indikasi permainan harga ini di berbagai daerah se-Indonesia. Jumlah rantai distribusi di setiap daerah berbeda-beda.

“Meski distribusi di daerah beda akan tetapi polanya sama saja, dimana yang paling leluasa menentukan harga adalah bandar di pasar-pasar induk,” kata dia.

Untuk kenaikan cabai saat ini di sisi lain, kata dia, didorong oleh menurunnya produksi akibat cuaca buruk.  “Paska Natal memang harga cabai naik karena gagal panen akibat cuaca buruk. Di Jawa itu sekitar 30 persen gagal panen. Sedangkan di Kalimantan ini lebih banyak, yaitu 50 persen. Tetapi karena produksi di Jawa sangat dominan dan dikirim ke berbagai pulau lain, jadi kenaikan di Jawa lah yang mempengaruhi paling besar,” kata dia.

Hanya saja, hitung-hitungan pihaknya paling tinggi kenaikan harga cabai rawit di tingkat konsumen akhir tidak semahal yang terjadi sekarang.

“Kita sudah menghitung. Penurunan produksi 30 persen ini, memang mau tidak mau membuat harga naik. Tetapi paling tinggi sekali itu hanya Rp90 ribu per kilogram end user. Jadi yang terjadi sekarang kemahalan dan sudah tidak wajar,” kata dia. (imm)

 

 

 

 

 

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry