TRENGGALEK | duta.co — Sebagai bentuk rasa syukur nelayan terhadap hasil tangkapan ikan yang melimpah dan permintaan keselamatan bagi nelayan Prigi saat melaut, masyarakat Desa Tasikmadu melakukan tradisi Labuh Larung Sembonyo. Tradisi dan budaya yang dilestarikan masyarakat ini lahir dari mitos yang berkembang hingga diyakini oleh masyarakat di Pantai Karanggongso.

Mitos ini menceritakan tentang awal dibukanya kawasan atau babad alas teluk Prigi yang menjadi cikal bakal atau asal usul adanya upacara Larung Sembonyo ini. Masyarakat meyakini bahwa tradisi yang biasa dilakukan pada Bulan Selo penanggalan jawa ini merupakan adat budaya yang harus dilestarikan.

Menanggapi tradisi ini, Ketua Panitia kegiatan mengatakan bahwa upacara adat Labuh Larung Sembonyo ini dilakukan oleh masyarakat nelayan dan petani utamanya bagi nelayan yang menggantungkan hidupnya di Teluk Watulimo. “Tak hanya itu, upacara adat ini dilakukan guna menghormati para leluhur yang telah membuka atau babad alas teluk ini,” ucap Tongky saat dikonfirmasi usai labuh larung sembonyo dilaksanakan, Minggu (29/7/2018).

Dikatakan Tongky,  masyarakat menyakini jika upacara adat ini ditinggalkan, akan ada halangan seperti kesulitan menangkap ikan, gagal panen, wabah, bencana alam dan beberapa musibah lainnya.

Selain itu, kata dia, upacara Labuh Larung Sembonyo ini sudah mulai tahun 1985 yang dilaksanakan secara besar-besaran setelah sebelumnya terhenti akibat situasi politik yang tidak memungkinkan.

“Peringatan Sembonyo saat ini sudah menjadi agenda tradisi budaya masyarakat Kabupaten Trenggalek yang rutin digelar. Pemerintah setempat juga ikut andil dalam terselenggaranya upacara adat nelayan di Pantai Karanggongso ini,” imbuhnya.

Upacara adat ini dilaksanakan di beberapa titik pantai, yakni di Desa Tasikmadu, Prigi, Margomulyo, Karanggandu, dan Karanggongso.

Tongky juga menjelaskan ada beberapa sebutan untuk upacara adat ini, seperti  sedekah laut, larung sembonyo, upacara adat sembonyo, mbucal sembonyo, dan bersih laut.

Terpisah, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Trenggalek menuturkan, proses pelarungan sembonyo dan berbagai seserahan dan sesaji ini didorong dengan niat, harapan dan permohonan untuk mendapatkan keselamatan dan memperoleh hasil dari laut dan daratan yang melimpah.

“Karena labuh larung sembonyo ini merupakan aset budaya, maka Dinas Pariwisata dan Kebudayaan berupaya membantu semampunya agar proses ini bisa berjalan dengan lancar dan khidmat, tanpa mengurangi tradisi yang ada sebelumnya, ” tutur Joko Irianto.

Perlu diketahui bahwa tahap-tahap upacara adat Larung Sembonyo dibagi menjadi dua tahap persiapan, yang meliputi malam widodaren membuat sembonyo, kembang mayang, menyiapkan encek atau sesaji serta menyiapkan kesenian jaranan untuk pengiring dan tahap pelaksanaan. (mil) 

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry