SURABAYA | duta.co – Wartawan senior Edy Mulyadi dari Forum News Network (FNN) melalui @BANG EDY CHANNEL membuka mata publik, betapa buruk penyelesaian kasus ‘penyerbuan’ Gedung Kejagung (Kejaksaan Agung) oleh terduga Densus 88. Sampai sekarang, belum ada penjelasan resmi.
“Ternyata ada berita lagi, setelah (penyerbuan) itu ada kabar pengamanan dan penertiban di Kejagung diperketat. Ya pastilaaah! Masalahnya sampai enam, bahkan tujuh hari, Kapolri mau pun Jaksa Agung tidak kunjung buka mulut,” katanya heran.
Lucunya, jelas Bang Edy, Kapuspen Kejagung, mengatakan, tidak ada apa-apa. Sementara di luar, di medsos, di media sudah heboh. “Pernyataan Kapuspen (penerangan) Kejagung itu normatif sekali. Maksudnya ingin menenangkan publik. Tapi, sama saja menganggap masyarakat bodoh. Masak gitu aja diajarin,” jelasnya.
Menurut Bang Edy, ada yang aneh dalam aksi oknum Densus 88 ini. Pasukan anti teror kok menyebar teror. Nah, apa susahnya Jaksa Agung dan Kapolri duduk bersama. Soal internal bisa diselesaikan sendiri, tetapi harus ada penjelasan ke publik.
“Ini aneh, sudah 7 hari dua petinggi tidak bicara. Lucunya, politisi Partai Gerindra, Habiburrohman meminta publik menunggu info resmi. Katanya, jangan terburu-buru berasumsi. Padahal ini sudah 7 hari bro! Ini (Anda) tinggal di planet mana?,” tanya Bang Edy dengan nada heran.
Memang tergolong parah! Ada ‘teror terbuka’ di Kejaksaan Agung (Kejagung) yang diduga dilakukan oknum Densus 88. Satuan khusus anti teror kepolisian yang tugas mestinya menghancurkan setiap tindak pidana terorisme di Indonesia.
Kabarnya, ulah oknum ini berawal dari keseriusan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampidsus Kejagung) Febrie Adriansyah menyingkap kasus timah yang menyeret orang-orang penting. Kabar teranyar, ada purnawirawan polisi bintang 4 (jenderal) berinisial B – tidak pernah menjadi Kapolri – yang menjadi beking mereka.
Hawa ‘panas’ di Kejagung sudah terasa sejak awal. Karena itu, lembaga penegak hukum ini minta backup anggota TNI dari satuan Polisi Militer. Inilah yang melakukan pengawalan melekat, khususnya terhadap Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampidsus Kejagung) Febrie Adriansyah yang menangani kasus tersebut.
Dan, benar, Febrie Adriansyah mendapat incaran khusus dari oknum Densus 88. Awalnya, lebih dari lima personel polisi dengan pakaian preman melakukan penguntitan terhadap Jampidsus Febrie yang sedang melakukan aktivitas makan malam pribadi di salah satu restoran di kawasan Jakarta Selatan (Jaksel). Itu terjadi pekan lalu.
Penguntitan berujung pada penangkapan satu personel kepolisian yang teridentifikasi inisial IM sebagai anggota Densus 88. Personel polisi antiteror tersebut sempat dibawa dan ditahan di ruang khusus di Kejagung untuk diinterogasi.
Menyusul penangkapan tersebut, Senin (20/5/2024) malam, terjadi peristiwa konvoi personel kepolisian dengan seragam hitam-hitam, membawa senjata laras panjang, berboncengan mengendarai sekitar sepuluh motor trail di kawasan kompleks Kejagung di Bulungan-Blok M, Jaksel.
Sekitar pukul 23:00 WIB itu, sebagaimana kabar republika.co.id ada puluhan motor trail yang membawa personel seragam hitam-hitam itu, juga membawa serta satu kendaraan taktis lapis baja, antihuru-hara.
Konvoi personel hitam-hitam dengan senjata laras panjang itu, sengaja berhenti di pintu utama gerbang barat Kejagung yang berada di Jalan Bulungan. Konvoi tersebut berhenti lama sekitar 10 menit dengan menyalakan sirene dan berteriak-teriak.
Maka, petugas Pengamanan Dalam (Pamdal) Kejagung memilih menutup cepat gerbang. Dan konvoi seragam hitam-hitam tersebut melanjutkan aksinya dengan mengitari kompleks Kejagung sebanyak tiga sampai empat kali melalui Jalan Bulungan ke arah Jalan Panglima Polim kawasan Blok M.
Mengerikan dan membuat kita semua miris. Pengamanan Kejagung diperketat. Bahkan satuan Pamdal diwajibkan mengenakan kevlar-rompi anti-peluru. “Ini tugas berat Pak Prabowo. Bukan untuk merukunkan kesatuan, tetapi, membasmi oknum-oknum yang menjadi backing kejahatan,” tulis warganet. (net,mky)