
SURABAYA I duta.co — Kebijakan Pemerintah Kota Surabaya meniadakan parkir di Jalan Tunjungan menuai penolakan dari pemilik tenan. Karena itu, puluhan pemilik tenan di kawasan Jalan Tunjungan, Surabaya, menggelar aksi damai pada Minggu (17/8/2025) malam sebagai bentuk protes terhadap kebijakan larangan parkir yang dinilai merugikan usaha mereka.
Aksi yang berlangsung selama satu jam, mulai pukul 19.00 hingga 20.00 WIB, dilakukan dengan cara mematikan lampu toko serta memasang spanduk bertuliskan “Save Tunjungan” dan “Selamatkan Tunjungan”.
Menurut para pelaku usaha, kebijakan baru terkait larangan parkir membuat pengunjung kesulitan mengakses toko, sehingga berdampak langsung pada menurunnya omzet. Aspirasi tersebut juga ramai disuarakan di media sosial, meski tak jarang mendapat tanggapan yang keliru dari warganet yang tidak mengalami kondisi langsung di lapangan.
Salah satu pemilik tenan, Rodo, menegaskan bahwa aksi ini bukan bentuk penolakan terhadap pemerintah, melainkan ajakan untuk mencari solusi bersama.
“Banyak yang mengira kami menolak aturan tanpa alasan, padahal kami hanya ingin didengar. Larangan parkir ini membuat pelanggan enggan datang karena kesulitan akses. Kami berharap pemerintah kota bisa memahami dan mencari jalan tengah agar usaha di Tunjungan tetap hidup,” ujar Rodo.
Rodo menambahkan, kawasan Tunjungan sebagai ikon Surabaya justru membutuhkan suasana yang ramai agar tetap menarik bagi wisatawan maupun pengunjung.
“Kalau wisata itu enggak padat, enggak ramai orang, itu mengurangi daya tarik orang berkunjung malahan. Justru kalau padat, ramai orang, orang tertarik penasaran. Ada apa kok ramai sana ya? Datang. Iya kan?” katanya.
Ia juga menilai persoalan kemacetan di Tunjungan tidak semata disebabkan oleh parkir kendaraan di pinggir jalan.
“Yang bikin macet itu bukan cuma parkir sebetulnya. Lima puluh persen itu dari penyeberangan jalan yang terlalu berdekatan jaraknya, dan yang menyeberang jalan kadang-kadang tidak beraturan atau tidak beretika,” imbuhnya.
Lebih jauh, para pemilik tenan juga menyoroti faktor lain yang berkontribusi besar terhadap kemacetan, yakni banyaknya titik penyeberangan di sepanjang Jalan Tunjungan.
“Selain itu, kami juga ingin menyoroti salah satu isu yang mungkin menjadi penyebab utama kemacetan di sepanjang Jalan Tunjungan, yaitu banyaknya penyeberangan jalan yang jaraknya sangat berdekatan,” katanya.
Menurutnya, terdapat sekitar tujuh titik penyeberangan, dua di antaranya dilengkapi lampu penyeberangan, yang sering kali menyebabkan aliran kendaraan tersendat.
“Para penyeberang kadang menyeberang seenaknya setiap 3-5 menit tanpa koordinasi, sehingga kendaraan tidak bisa mengalir lancar,” tutur Rodo.
Sebagai solusi, ia menyarankan agar mekanisme penyeberangan diatur lebih terjadwal.
“Misalnya dibuat interval penyeberangan yang lebih jelas, setiap beberapa menit sekali secara terkoordinasi. Dengan begitu, arus lalu lintas bisa lebih lancar tanpa harus sepenuhnya menyalahkan parkir atau mengorbankan kelangsungan usaha di sekitar kawasan,” ujarnya.
Dengan aksi damai ini, para pemilik tenan berharap pemerintah kota dapat membuka ruang dialog dan meninjau kembali kebijakan yang dianggap memberatkan. Mereka menegaskan bahwa tujuan utama aksi ini adalah menjaga keberlangsungan usaha sekaligus mempertahankan vitalitas Jalan Tunjungan sebagai salah satu kawasan ekonomi baru dan icon wisata kebanggaan warga surabaya yang paling sering dikunjungi turis-turis lokal dan mancanegara. (zi)