
JOMBANG | duta.co – Sudah tidak asing bagi Nahdliyyin dan Masyarakat umum sepak terjang KH Abdul Wahab Chasbullah. Pria kelahiran 31 Maret 1888 ini, dikenal sebagai motor penggerak berdirinya Ormas terbesar di Indonesia, Nadhlatul Ulama (NU).
Sudah tidak diragukan lagi, pengorbanan Mbah Wahab dalam membangun kemajuan peradaban zaman dan kemerdekaan Indonesia, sehingga mendapatkan gelar pahlawan Bangsa.
Meskipun memiliki pengaruh yang luar biasa, pencetus budaya Halal Bihalal ini memberikan karpet merah terhadap anak turunnya untuk menduduki jabatan tertentu. Namun, hak tersebut tidak dilakukannya. Baginya, menanamkan jiwa kemandirian dan perjuangan dari nol untuk mencapai kesuksesan dunia dan akhirat harus melalui perjuangan dan kerja keras.
“Abah itu tidak mau anak turunnya memanfaatkan nama besar orang tuanya dengan memberikan jabatan jika tidak dikehendaki oleh masyarakat,” kata Hj Mundjidah Wahab, anak ke-9 Mbah Wahab, dari 11 bersaudara, Kamis (10/4/25).
Kepada duta.co, mantan Bupati Jombang periode 2019 s/d 2024 ini menceritakan, saat dirinya diajak Mbah Wahab mengikuti Muktamar NU di Bandung, dimana saat itu ia bersama Mbah Wahab, Bu Nyai Saidiyah, dan saudara lainnya sedang istirahat di kamar, tiba-tiba, pintu kamar diketuk.
Saat dibuka, Bu Wakid, Ibunda Gus Dur, mendatangi Mbah Wahab yang sedang duduk di atas kasur. Beliau menyampaikan supaya Yusup Hasyim, adik Bu Wakid, dimasukkan dalam kepengurusan NU karena dinilai pantas dan sudah waktunya.
Permintaan tersebut di-iyakan oleh Mbah Wahab, karena saat itu posisinya menjabat sebagai Rais’ Aam NU mempunyai kewenangan penuh dalam menyusun pengurus.
Mendengar permintaan Bu Wakid dan disetujui oleh Mbah Wahab memasukkan Yusup Hasyim sebagai pengurus, Bu Nyai Saidiyah juga meminta supaya salah satu anaknya yang bernama Najib juga dimasukkan dalam kepengurusan NU. Namun hal tersebut tidak disetujui Mbah Wahab.
Melainkan, lanjut pencetus media surat kabar harian umum Soeara Nahdlatul Oelama atau Soeara NO dan Berita Nahdlatul Ulama ini, Najib masuk kepengurusan atau tidak tergantung dari anggota lainnya.
“Ini lah yang sampai sekarang masih teringat dalam diri saya dan saya terapkan kepada anak cucu saya. Kalau orang lainnya di-iyakan, namun untuk anaknya tergantung masyarakat,” cerita Mbah Buk, panggilan akrab bagi cucu-cucunya.
Pendidikan yang ditanamkan Mbah Wahab terhadap anak-anak, terutama Bu Munjidah, sampai saat ini diterapkan dalam mendidik anak dan cucunya. Untuk menanam kemandirian dan bekerja keras untuk mencapai apa yang diinginkan, tidak tergantung dengan nama besar orang tuanya atau leluhurnya.
Seperti Gus Adi diminta menjadi Ketua DPC PPP, Neng Ema Umiyyatul Chusnah saat diminta jadi ketua Fatayat NU Jombang dua periode 2008 sampai dengan 2019, Bu Mudjidah tidak mau intervensi dan ditinggal pergi ke luar kota.
Terbaru, lanjut perempuan yang juga pernah menjabat Wakil Bupati Jombang ini, saat pemilihan Ketua GP Ansor Jombang, salah satu cucunya, Taufiqi Fakkarudin Assilahi (Gus Fiqi) diminta maju memimpin GP Ansor Jombang. Tentu sangat mudah bagi Bu Munjidah untuk melanggengkan cucunya menduduki kursi Ketua GP Ansor. Namun, hak tersebut tidak dilakukannya karena teringat akan pendidikan yang ditanamkan Mbah Wahab.
“Saya tinggal umroh dan kebetulan satu bus dengan Kiai Asep Mojokerto. Saat itu Fiqi telpon minta restu dan saya minta sama Yai Asep untuk mendoakan. Alhamdulillah jadi tanpa intervensi saya,” pungkasnya. (din)
Bersambung..