KH Ahmad Hasyim Muzadi. (FT/BERITAISLAM.COM)

MALANG | duta.co – Indonesia berkabung. Bangsa ini kehilangan tokoh besar yang selama ini mampu merajut kebersamaan. Meski berada di barisan kaum mayoritas, tetapi, keberadaannya mampu membuat kelompok minoritas adem ayem. Itulah KH Ahmad Hasyim Muzadi. Kamis (16/03/2017) pagi, sekitar pukul 06.15 beliau menghadap ke Sang Kholiq, Allah swt. di kediamannya, Cengger Ayam, Malang.

Sebelum beliau jatuh sakit, KH Hasyim, mantan Ketua Umum PBNU ini sempat memberikan catatan khusus akhir tahun (2016). Menurut anggota Wantimpres ini, hampir setiap hari di negeri kita selalu dikumandangkan hubungan mayoritas dan minoritas.

“Esensinya agar mayoritas melakukan toleransi, memberikan perlindungan terhadap minoritas. Kalau tidak dilakukan, selalu ditempatkan pada posisi intoleran dan tidak Bhinneka Tunggal Ika,” demikian disampaikan Kiai Hasyim, Jumat (30/12/2016).

Kiai Hasyim sangat setuju, dan berharap mayoritas harus mampu melindungi minoritas, sehingga tercipta rasa aman, nyaman dalam berbangsa dan bernegara. Itulah Indonesia. Tetapi, lanjut pendiri PP Al-Hikam ini, fakta mayoritas dan minoritas di Indonesia, itu ada dua dimensi. Ada mayoritas dan minoritas dilihat dari jumlah, ada mayoritas dan minoritas dilihat dari segi potensi dan peranan di Indonesia.

“Biasanya kalau menyebut mayoritas dari segi populasi, maka, artinya adalah pribumi. Sedangkan kalau ditinjau dari segi keagamaan yang dimaksud adalah umat Islam. Selebihnya disebut minoritas,” tambahnya.

Sehubungan dengan sistem ketatanegaraan yang masih liberalistik dalam politik yang justru membuahkan sub-sistem ekonomi yang sentralistik, maka, terjadilah mayoritas dalam jumlah, baik tinjauan populasi maupun agama yang berposisi sebagai minoritas di bidang kemampuan ekonomi, bahkan kemampuan tata kelola nasional atau internasional.

“Dalam konteks seperti ini, justru minoritas mempunyai potensi ekonomi jauh lebih besar dibanding dengan mayoritas dalam jumlah yang posisi ekonominya masih rendah,” paparnya.

Pertanyaannya sekarang, mayoritas dalam populasi dan agama, itu sudah relatif telah melakukan toleransi dan perlindungan sekali pun tentu belum optimal karena terjadinya pergesekan di sana-sini. Ini juga harus dikawal terus, sehingga kelompok minoritas secara kuantitas atau populasi tetap terlindungi.

Tetapi, kondisi ini juga harus diimbangi oleh kelompok minoritas yang memiliki kemampuan mayoritas. “Yang belum terlihat di Indonesia adalah toleransi minoritas yang berkekuatan mayoritas di bidang ekonomi dan peranan untuk membagi toleransinya kepada mayoritas yang rendah potensinya,” begitu catatan penting Kiai Hasyim.

Memang toleransi di bidang ekonomi dan peranan global tidak mungkin dengan sendirinya terjadi tanpa usaha keras dari negara dan bangsa. Kita sulit menunggu terjadinya homo homini sosius (ekonomi berwatak sosial) karena pada hakikatnya ekonomi itu bersifat homo homini lupus  (eksploitasi dari ekonomi kuat kepada ekonomi yang lemah).

“Ada tiga syarat besar dan berat untuk menciptakan homo homini sosius di bidang ekonomi, pertama, sistem ekonomi di dalam ketatanegaraan dan konstitusi serta perangkat aturan perundangan di Indonesia yang menjamin terselenggaranya pemerataan ekonomi. Kedua, penyelenggara negara konsisten menjalankan pemerataan. Ini tidaklah gampang karena menyangkut masalah kepentingan dan masalah keinginan seseorang di dalam menumpuk kekayaan,” tambahnya.

Ketiga, kesiapan mental ekonomi kerakyatan, skill, dan kesempatan yang sama di dalam mencari rezeki serta perlindungan usaha-usaha kecil. “Tiga hal tersebut merupakan syarat mutlak adanya pemerataan dan kemakmuran, dan ini bisa tumbuh dengan baik, meski sekarang masih terlihat sangat dini di Indonesia,” jelasnya. Inilah tiga catatan penting Kiai Hasyim, yang patut menjadi kita.

Selama jalan Kiai Hasyim, semoga Allah swt. senantiasa mengampuni segala khilaf dan menerima amal baiknya. Segenap keluarga yang ditinggalkan diberikan kesabaran dan ketabahan. Amin.  (mky)

 

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry