Prabowo di Akmil, Magelang. FT/detik.com
“Prabowo ingin mengingatkan punggawanya tentang disiplin kerja, professional dalam anggaran dan tegak lurus untuk rakyat. Warning ini penting mengingat tantangan nyata konflik global sudah di depan mata.”

Oleh M Sholeh Basyari

PRESIDEN Prabowo memboyong para menteri dan wakil-wakilnya ke Magelang. Mereka hartus mengikuti retreat di akademi militer (Akmil). Hebetnya, para menteri dan Wamen itu diangkut dengan pesawat Hercules, seperti para serdadu, pakaiannya juga demikian. Mereka tidak hanya tinggal di tenda dengan pakaian ala militer lapangan, tetapi juga diindoktrinasi tentang nasionalisme, musuh negara, geopolitik global, juga pengelolaan pemerintahan serta anggaran.

Tidak ada perbedaan ‘kasta’ dan fasilitas di antara para menteri dan Wamen tersebut. Mereka duduk berhimpitan, berhadap-hadapan di dalam pesawat. ‘Manajemen’ angkut menteri seperti ini, secara psikis ideal untuk melebur noda-noda bekas gesekan kepentingan para menteri yang se-parpol maupun yang beda. Manajemen ini di samping mempererat dan merekatkan antarmereka, juga untuk menyamakan langkah dan strategis dari berbagai aspek kebijakan.

Apa yang Diinginkan Prabowo?

Publik meraba-meraba. Selain tentang penyamaan langkah dan strategi, publik masih terus bertanya: Apa yang dinginkan Prabowo dengan retreat dan cara pengangkutan maupun pemanfaatan tenda sebagai tempat inap para punggawanya?

Stidaknya ada tiga perspektif untuk menjawab pertanyaan ini. Pertama, Prabowo tampaknya merasakan nasionalisme kita, melemah. Satu dekade di bawah rezim Jokowi, Indonesia penuh intrik terkait politik dan ideologi aliran. Intrik itu bahkan menghunjam langsung ke Jokowi yang dituding “kurang clear” masa lalunya. Nah, dengan retreat itu, Prabowo berupaya me-laundry friksional dan faksional berlatar perbedaan politik dan ideologi aliran. Prabowo mendesakkan kembali sentiman nasionalisme kita.

Kedua, Prabowo mengingatkan pada punggawanya untuk disiplin kerja, professional dalam anggaran dan tegak lurus untuk menjadi pelayan rakyat. Warning ini penting, mengingat tantangan nyata konflik global sudah di depan mata. Dengan retreat itu harus dibaca dia tengah menyiagakan pasukan non-kombatan. sebagai supporting system para menteri dan Wamen niscaya on duty.

Dengan posisi on duty, Prabowo secara tidak langsung menempatkan para menteri dan Wamen sebagai ‘komponen cadangan” (komcad). Dengan posisi komcad, para punggawa tidak diberi kesempatan hidup hedon bermandikan fasilitas. Sebagai komcad, prestasi terbaik para punggawa itu adalah kemenangan setiap penugasan dan program atau dalam bahasa militer pertempuran (battle war).

Ketiga, Prabowo terlihat mengusung “ideologi ultra nasionalis“. Pilihan ideologi ini tepat, setidaknya karena dua hal: kondisi Indonesia satu dekade belakangan yang marak dengan ideologi aliran serta geopolitik dan strategik global yang memaksa Prabowo untuk mengambil langkah radikal apa pun demi kokohnya nation state.

Tetapi, ingat, langkah Prabowo bukan tanpa celah. Umumnya ideologi ultra nasionalis, itu tidak mengenal oposisi, tidak memberi ruang kekuatan civil society serta disertai pembatasan (untuk tidak menyebut pembungkaman) pendapat dan kontrol publik.

Negara-negara ultra nasionalis kuat, tanpa kehadiran kelompok civil society, bisa membahayakan demokratisasi.  Tugas kita bersama, agar nasionalisme yang patriotik pada Prabowo, sekaligus sebagai breeding ground bagi keseimbangan state and society. Selamat bekerja, semoga sukses! (*)

*Dr M Sholeh Basyari adalah Direktur Ekskutif CSIIS (Center for Strategic on Islamic and International Studies).

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry