PRODI BARU : Ketua Palang Merah Indosia (PMI) Jatim, Imam Utomo (empat dari kiri), Rektor Universitas Dr. Soetomo Surabaya (UNITOMO), Bachrul Amiq (tiga dari kiri) usai meresmikan pembukaan Program D3 Teknologi Bank Darah di Auditorium Kampus Unitomo Surabaya, Selasa (30/1). DUTA/Wiwiek

SURABAYA | duta.co – Stok darah di PMI di seluruh Jawa Timur banyak yang rusak. Hal ini terjadi karena kurangnya tenaga ahli khusus yang bisa mengelola stok darah hingga kualitasnya tidak berkurang. Sehingga stok darah bisa dimanfaatkan untuk membantu sesama yang membutuhkan.

Stok darah yang rusak itu cukup lumayan jumlahnya. Di Jatim sendiri setiap tahun bisa memperoleh hingga 1 juta kantong darah. Sementara kebutuhan sebesar 660 ribu kantong per tahun. Sisanya biasanya dikirim ke luar pulau yang membutuhkan.

“Namun banyak juga yang rusak. Karena ternyata tidak semua PMI dan rumah sakit itu memiliki bank darah. Sehingga darah itu dibiarkan hingga rusak. Kalau punya bank darah kan bisa disimpan dengan bagus. Kalau ada yang membutuhkan bisa tersedia dengan kualitas yang baik. Kasihan orang yang sudah mendonor, mubazir. Mereka akhirnya tidak mendapatkan manfaatnya karena darahnya tidak dipergunakan bagi yang membutuhkan,” jelas Ketua PMI Jawa Timur, Imam Utomo di sela pembukaan program studi (prodi) D3 Teknologi Bank Darah Universitas Dr. Soetomo Surabaya, Selasa (30/1).

Ketidaktersediaan bank darah di rumah sakit dan PMI ini dikarenakan kurangnya tenaga ahli khusus bank darah. Selama ini, para pekerja di PMI atau di rumah sakit yang bekerja di bagian donor darah itu, hanya lulusan Diploma satu yang standar pendidikannya kurang memadai.

“Minimal itu pendidikannya D3 khusus teknologi bank darah. Sehingga mereka fokus untuk untuk mengelola darah dari pendonor ini dengan baik,” tandas mantan Gubernur Jawa Timur itu.

Karena itu, dikatakannya Indonesia termasuk Jawa Timur masih membutuhkan tenaga ahli bidang teknologi bank darah. Di Indonesia, diutuhkan sedikitnya 2 ribu tenaga ahli dengan kualifikassi ahli madya yang memiliki kompetensi dan mampu menangani kegiatan pelayanan darah.

Sesuai standar dari Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO), ketersediaan kantong darah di suatu wilayah seharusnya minimal 2 persen dari jumlah penduduk di wilayah itu.

Jika penduduk Indonesia saat ini sebesar 260 juta orang, maka dibutuhkan 5,2 juta kantong darah setiap tahunnya. “Kalau di Jawa Timur itu berlebih, tapi secara nasional kita kekurangan. Selama setahun kita kekurangan 600 ribu hingga 700 ribu kantong karena ketersediaan darah di Indonsia sebesar 4,5 juta kantong yang didapat dari 3 juta pendonor setiap tahunnya,” tutur Imam.

Karena itu, sumber daya manusia (SDM) yang berkompeten yang bisa mengelola stok darah yang ada agar kualitasnya tidak berkurang sangatlah dibutuhkan. “Tidak banyak lembaga pendidikan yang memiliki program studi teknologi bank darah ini. Di Indonesia hanya bisa dihitung jari. Karenanya, di Jatim ini penting ada kampus yang memiliki prodi khusus untuk mendidik para tenaga ahli darah ini,” tukasnya. end

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry