JOMBANG | duta.co – Alasan pemecatan Ketua Umum PBNU yang dikaitkan dengan persoalan penyelenggaraan AKN (Akademi Kepemimpinan Nasional) NU dan dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dinilai terlalu dipaksakan dan tidak berpijak pada prosedur organisasi yang semestinya.

Katib Syuriah PBNU, KH Abdul Latif Malik (Gus Latif), salah satu peserta Rapat Harian Syuriah PBNU yang berlangsung di Hotel Aston pada 20 November lalu, menegaskan, dalam risalah rapat memang tercantum dua poin tersebut, namun menjadikannya dasar pemecatan dinilai tidak adil dan lemah secara legal standing.

“Saya ikut rapat itu. Kalau kemudian kesimpulan rapat harus melakukan pemecatan berdasarkan dua poin tersebut, itu adalah tidak reasonable. Pemecatan melalui mekanisme rapat seperti itu tidak fair dan tidak sesuai dengan AD/ART,” kata Gus Latif, Minggu malam (14/12/25).

Menurutnya, persoalan penyelenggaraan AKN NU sejatinya telah selesai. Saat diketahui adanya narasumber yang bermasalah, Ketua Umum PBNU langsung menghentikan kegiatan tersebut sesuai arahan Rais Aam. Bahkan telah diterbitkan surat resmi untuk menghentikan pelaksanaannya.

“Masalah AKN itu selesai pada kesempatan pertama. Ketum menerima arahan dari Rois Aam untuk menghentikan. Ketum langsung menghentikan. Jadi kalau kemudian diangkat lagi sebagai alasan pemecatan, reasoning-nya lemah,” tegas Pengasuh Ribath Ar Rohmah Bahrul Ulum Tambak Beras Jombang.

Ia juga mengingatkan bahwa penyelenggaraan AKN NU, itu telah berjalan cukup lama dan disetujui dalam rapat gabungan Syuriyah dan Tanfidziyah. Dalam rapat tersebut, disepakati sejumlah perbaikan yang harus dijalankan sambil proses berjalan.

Karena itu, jika muncul narasi adanya pengaruh atau penetrasi zionis, maka hal itu merupakan tanggung jawab kolektif, bukan personal Ketua Umum PBNU. Dan langsung terkoreksi dengan adanya moratorium AKN NU itu.

Sorotan lain diarahkan pada rentang waktu penanganan persoalan. Narasumber yang bermasalah diketahui sekitar Agustus dan langsung ditindaklanjuti. Namun rapat harian syuriyah yang kemudian dipaksakan sebagai dasar pemecatan baru digelar November, atau hampir empat bulan kemudian.

“Kalau itu dianggap pelanggaran fatal, kenapa menunggu empat bulan? Ini yang menjadi pertanyaan. Ada apa gerangan? Jangan-jangan ada faktor lainnya?” katanya.

Terkait dugaan TPPU, ia pun menilai kesimpulan yang diambil terlalu prematur. Hingga kini, menurutnya, belum ada tabayun terbuka, belum ada pemanggilan pihak-pihak terkait, namun sudah muncul vonis.

“Seharusnya pihak-pihak terkait dipanggil, diminta menjelaskan secara detail neraca keuangannya. Kalau ada kekhawatiran membuka aib organisasi, teknisnya bisa diatur. Misal, sidang khusus tertutup dsb. Bukan langsung menvonis,” ujarnya sembari menjelaskan, kalau begini caranya malah membuka asumsi yang tak terkendali bagi khalayak publik.

Berdasarkan informasi yang beredar kemudian, sebagaimana informasi duta.co,  Sumantri, Bendahara PBNU telah memberikan penjelasan rinci yang menunjukkan adanya kekeliruan pemahaman atas dugaan tersebut. Bahkan, kata dia (Sumantri), terdapat framing yang tidak disampaikan secara utuh ke publik.

Gus Latif menyatakan, perlu menyampaikan pandangannya ini, karena sebelumnya menghormati berbagai upaya islah yang dilakukan para sesepuh kiai dan tokoh NU.

Namun, seruan tersebut dinilai tidak diindahkan oleh pihak-pihak yang mendorong pemakzulan. “Di sisi lain, saya terus menerus membaca narasi yang menyudutkan kepada Ketum PBNU. Ini tidak fair dan bias seperti pernyataan KH Cholil Nafis, Rois Syuriah PBNU dan Nur Hidayat, Wasekjen PBNU di media online, Sabtu,13 Desember 2025 kemarin,” tegasnya menyesalkan.

“Kalau memang ada beberapa masalah, mari kita urai bersama-sama. Jangan justru mengambil langkah yang berpotensi merusak jam’iyyah,” tegasnya.

Menurutnya, dampak pemakzulan justru menimbulkan kegaduhan dan mengganggu kinerja organisasi. Karena itu, ia mengajak seluruh pihak untuk kembali duduk bersama, mencari akar persoalan, dan menyelesaikannya secara kolektif.

“Tujuan kita menjaga NU. Bukan memenangkan kelompok. Kita semua mencintai Jam’iyyah Nahdlatul Ulama,” pungkasnya. (din)

Bagaimana reaksi anda?
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry