SAKSI: Direktur Utama PT Central Asia Investment Turino Djunaedi (kemeja batik) saat diperiksa sebagai saksi di PN Surabaya, Rabu (14/3). Duta/Henoch Kurniawan

SURABAYA | duta.co – Turino Djunaedi, Direktur Utama PT Central Asia Investment dihadirkan sebagai saksi atas kasus Pasar Turi di Pengadilan Negeri (PN)Surabaya, Rabu (14/3/2018). Pria yang juga pemilik dari mall Sun City Sidoarjo ini diperiksa sebagai saksi terkait statusnya sebagai salah satu investor Pasar Turi, yang tergabung dalam PT Gala Megah Invesment.

Kepada majelis hakim yang dipimpin Rochmad, pria yang akrab disapa Djunaedi ini menjelaskan, dirinya memasukkan nama perusahaannya yaitu PT Central Asia Investment bergabung dengan perusahaan milik Henry yaitu Gala Bumi Perkasa (GBP) dan perusahaan milik Totok Lusida yaitu PT Lucida Investment Sejahtera. Dari tiga perusahaan itulah akhirnya terjadi kesepakatan menjadi investor Pasar Turi melalui perusahaan Joint Operationt (JO) yaitu PT Gala Megah Invesment.

Djunaedi mengaku sampai saat ini perjanjian Kerja Sama Operasi (KSO) perusahaannya dengan dua perusahaan lainnya dalam joint operation Pasar Turi masih berjalan. “Sejak September 2012 saya sudah tidak dilibatkan. Tapi perjanjian tidak dibatalkan,” katanya menjawab pertanyaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Darwis.

Saat ditanya apakah dirinya juga pernah menghadiri pertemuan dengan para pedagang di Hotel Mercure, Djunaedi membenarkannya. “Saya datang ke Hotel Mercure pada Maret 2013,” katanya.

Pernyataan Djunaedi kemudian membuat hakim Rochmad heran. “Sebentar, sebentar. Katanya September 2012 sudah tidak dilibatkan, tapi kenapa kok Maret 2013 masih datang ke pertemuan dengan para pedagang di Hotel Mercure?” tanya hakim Rochmad kepada Djunaedi.

Pada keterangannya dalam BAP, Djunaedi juga menyebutkan bahwa PT GBP memungut PPN dan PPH kepada para pedagang tapi tidak dibayarkan. Namun tuduhan tersebut langsung dibantah oleh Agus Dwi Warsono, kuasa hukum Henry. Agus kemudian membuktikan dengan menyerahkan bukti pembayaran pajak yang telah dilunasi oleh PT GBP. Setelah dibantah oleh Agus, lantas hakim Rochmad melontarkan pertanyaan ke Djunaedi. “Dari mana kok anda bisa mengatakan pajak belum dibayar?” tanya hakim Rochmad.

Terkait perjanjian, Djunaedi juga membenarkan bahwa Pemkot Surabaya memiliki kewajiban untuk memberikan Hak Guna Bangunan (HGB) di atas Hak Pakai Lahan (HPL) atas tanah Pasar Turi. Hanya saja menurutnya, status stan Pasar Turi tetap hak pakai dan bukan strata title.

Menanggapi keterangan tersebut, Agus mengaku menghormati keterangan Djunaedi sebagai saksi atas kasus Pasar Turi. “Prinsipnya kami tetap menghormati keterangan saksi yang sampai saat ini masih berstatus terikat dengan JO (Gala Megah Invesment), dimana saksi tadi juga menyebutkan bahwa KSO perjanjian sampai saat ini belum dibatalkan,” katanya.

Menurutnya meskipun PT GBP berstatus sebagai leadform di PT Gala Megah Invesment, namun hal itu tidak akan menghilangkan pertanggungjawaban PT Central Asia Investment selaku joint operation investor Pasar Turi. “Terkait isi perjanjian mengenai HGB di atas HPL, tadi saya tegaskan, selaku JO apa yang saksi ketahui terkait perjanjian dengan Pemkot Surabaya. Kemudian saksi menjawab memang diperbolehkan HGB di atas HPL. Tapi menurut saksi yang diberikan hanya hak pakai stand. Kemudian saya kejar dengan pertanyaan apa beda hak pakai stan dengan hak pakai atas tanah? Namun saksi justru jawab tidak tahu,” bebernya.

Agus juga menegaskan bahwa semua tuduhan Djunaedi terkait izin bangunan Pasar Turi dan tunggakan pajak telah dibantahnya. “Tidak ada masalah, semua sudah terbantahkan. Malah tadi bertanya apakah saksi tahu sekarang sudah sampai tingkat 9, saksi jawab tidak tahu,” tegasnya.

Sementara itu, Henry juga menegaskan bahwa tidak ada istilah meninggalkan dua perusahaan lain yang tergabung dalam JO. Pimpinan PT Gala Bumi Perkasa (GBP) ini menyebut sudah ada persetujuan dari pihak Djunaedi. “Tidak ada istilah diusir begitu dari JO. Tapi sebetulnya sudah ada persetujuan kepada PT GBP sebagai leadform untuk melaksanakan pembangunan,” kata Henry usai sidang.

Dirinya juga menyayangkan pernyataan Djunaedi yang menyebut tidak tahu menahu dan lepas tangan soal perizinan yang menjadi kewajiban Djunaidi sebagai pimpinan PT Central Asia Investment. Apalagi dalam keterangan persidangan Djunaedi mengaku sebagai pengurus DPD REI Jatim Bidang Perijinan. “Dia (Djunaedi) punya kewajiban sebagai patner untuk mengurus perijinan dan menyelesaikan masalah dengan pihak ketiga. Nyatanya tidak berhasil menyelesaikan dan sekarang bilang tidak tahu. Harusnya uang sebesar Rp 160 miliar yang dia bawa dikembalikan,” pungas Henry. eno

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry