SURABAYA | duta.co – 9 Mahasiswa Fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora IAIN Kiai Haji Achmad Siddiq atau UIN KHAS Jember hari ini Sabtu (5/10/24) menuntaskan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL). Sebulan, mereka mencermati Museum Nahdlatul Ulama (NU) yang berada di Jl Gayungsari Timur, Menanggal, Gayungan, Surabaya.
Kegiatan mahasiswa ini menyusul surat Dekan Prof Dr Ahidul Asror, MAg, tertanggal 28 Agustus 2024. “9 mahasiswa dari Fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora IAIN Kiai Haji Achmad Siddiq atau UIN KHAS Jember, terhitung 1 September sampai 5 Oktober 2024 akan melakukan PPL di Museum NU,” demikian surat Prof Ahidul Asror.
Mokhammad Kaiyis, pengelola Museum NU merasa harus berterimakasih kepada UIN KHAS Jember yang berkenan ‘menggiring’ mahasiswanya untuk melihat lebih dekat sejarah perjuangan para masyayikh NU. Baik dalam menegakkan paham Islam ahlussunnah wal jamaah an-nahdliyyah, maupun dalam menjaga Negara Kesatuan Reopublik Indonesia (NKRI).
“Terimakasih Prof Ahidul Asror. Minimal mahasiswa yang, sudah sebulan berada di Museum NU akan memahami betul urgensinya menyelamatkan benda-benda bersejarah NU, sekaligus mempertajam pemahaman generasi penerus untuk ikut menegakkan paham Islam ahlussunnah wal jamaah an-nahdliyyah serta menjaga NKRI. Terimakasih,” tegas Pemred Duta Masyarakat ini yang dikenal dengan inisial MKY tersebut.
Menurut Kaiyis, hadirnya 9 mahasiswa UIN KHAS Jember ini, merupakan awal dari kebijakan kampus untuk menerjunkan mahasiswa PPL ke Museum NU. “Selama ini hanya kunjungan, seperti yang dilakukan santri, siswa, pengamat atau bahkan mahasiswa Kristen PETRA Surabaya. Tetapi, kajian atau pencermatan mendalam tentang urgensinya Museum NU, baru dilakukan 9 mahasiswa UIN KHAS Jember tersebut,” tegas Anggota Dewan Kehormatan PWI Jatrim ini.
Ditegaskan, bahwa, Museum NU, selama ini pemeliharaannya masih mengandalkan kekuatan internal yayasan yang, dibentuk almarhum Drs H Choirul Anam (Cak Anam), penulis buku babon NU bertajuk ‘Pertumbuhan dan Perkembangan Nahdlatul Ulama’. Buku Cak Anam juga berangkat dari kampus IAIN Surabaya, karena buku tersebut merupakan skripsi, tugas akhirnya di IAIN.
Museum NU, lanjut Kaiyis, adalah amanah Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid) yang harus diwujudkan Cak Anam. “Gus Dur, kata Cak Anam, menitipkan 4 hal penting. Tetapi hanya 3 yang terwujud. Satu amanah masih jadi angan-angan. Empat hal itu adalah Astranawa, Museum NU, guest house Kiai dan Menara Rukyat. Nah, yang terakhir belum bisa kita wujudkan,” tegasnya.
Astranawa, lanjut mantan wartawan Majalah Editor Jakarta ini, selain tidak boleh diwaris sebagai kekayaan keluarga, harus menjadi tempat perjuangan warga nahdliyin. “Gus Dur ingin ada gedung Bintang Sembilan (Astranawa) yang representatif bergerak dalam memajukan kesejateraan ummat,” tegasnya.
Begitu juga Museum NU dan guest house Kiai, ini dipersembahkan untuk para kiai dan nahdliyin di Indonesia yang, tanpa lelah mereka berjuang untuk menghidupan khasanah NU di bumi Indonesia. “Keinginan Gus Dur dan Cak Anam, kalau ada kiai bermalam di Surabaya, tidak perlu ke hotel. Cukup istirahat di guest house Kiai sambil melihat Museum NU,” urainya.
Gedung Museum NU ini, juga tidak bisa lepas dari nama besar almaghfurlah KH Sahal Mahfudz, Rais Aam PBNU kala itu. Selain operasionalnya dibuka Gus Dur, peresmian Museum NU juga dilakukan oleh Mbah Sahal.
Di dalam Museum NU, ujar Kaiyis, ada hal-hal penting yang harus diketahui oleh nahdliyin. Pertama, bagaimana NU tumbuh dari bawah, dari para masyayikh yang bersih dari kepentingan politik kekuasaan.
“Kedua, masyayikh NU telah menorehkan sejarah global (internasional) melalui Komite Hijaz yang dipimpin Mbah Wahab, membuat Wahabi tidak menjadi paham tunggal di Arab Saudi. Sekarang 4 mahdzab boleh diamalkan di Haromain, dan itu telah menjadi nikmat umat Islam dunia,” terangnya.
“Ketiga, betapa besar kontribusi Kiai NU dalam perjuangan prakemerdekaan RI sampai menjaga eksistensi NKRI. Sampai detik ini NU sangat konsisten berada di garda terdepan dalam menjaga NKRI. Bahkan isi Pancasila pun tidak lepas dari landasan syar’i yang dibuat para Kiai. Bagi NU, NKRI ini sudah final. Harus dipertahankan sampai titik darah penghabisan,” jelas Kaiyis.
“Dengan hadirnya mahasiswa UIN KHAS Jember PPL di Museum NU, semoga menjadi pemicu semangat kita dalam mengelola Museum NU. Hari ini, Sabtu (4/10/24) kabarnya ada kunjungan dari mahasiswa Unair Surabaya. Kemarin sebanyak 21 santri dari PP Bahrul Ulum Tambakberas yang mendalami sejarah NU, teriamkasih,” pungkas Kayis. (mky)