
Olah : Hafidz Yanuar Ramadhani, S.H., CPM
PERSIDANGAN merupakan tempat terhormat untuk membahas persoalan dan tempat tertinggi dalam pengambilan keputusan yang diselenggarakan oleh organisasi maupun lembaga peradilan. Namun begitu banyak peserta dalam ruangan sidang yang tidak menjujung kode etik serta tidak menghormati persidangan.
Hal ini sering kita jumpai, termasuk yang akhir-akhir ini viral yakni ketika sidang pencemaran nama baik di Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang dihebohkan dengan tindakan yang dilakukan oleh pengacara berinisial R yang disini sebagai tersangka atas kekecewaannya terhadap majelis hakim.
Luapan emosi yang berlebihan membuat hakim menunda persidangan dan tersangka menghampiri saksi yang berinisial HP karena merasa tidak direspon. Di situlah terdapat cekcok yang membuat keruh suasana ruang sidang.
Namun yang mengejutkan adalah setelah keributan tersebut salah satu pengacara dari tersangka naik di atas meja dan hal ini menjadi sorotan publik. Tindakan berdiri di atas meja yang dilakukan oleh salah satu Pengacara tersangka yang berinisial F ini membuat gaduh warga media sosial dan banyak mendapat kecaman publik.
Kejadian tersebut mengundang banyak pertanyaan dari netizen di media sosial yang menjadi geram, bahkan banyak timbul pertanyaan seperti “bukankah didalam persidangan adalah orang yang berpendidikan?”, “bukan kah yang berada didalam adalah orang yang paham hukum?”, hingga mempersoalkan terkait etika profesi.
Hal ini tentunya mencoret integritas instansi atau organisasi hukum, padahal sudah jelas bahwa kode etik profesi merupakan aturan yang harus dijaga dalam hal mengatur perilaku dan Tindakan anggota suatu profesi tersebut.
Menjaga kode etik ini bertujuan untuk, menjaga integritas dan etika profesi, menjaga martabat profesi, meningkatkan mutu profesi, dan meningkatkan kepercayaan masyarakat.
Di setiap profesi memiliki aturan kode etik masing-masing termasuk dalam organisasi advokat. Pasal 14 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang advokat sudah jelas menyatakan bahwa, advokat bebas mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang menjadi tanggung jawab didalam pengadilan dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan. Pasal tersebut sudah memberikan hak dan kewajiban dalam persidangan, dan dilarang membuat tindakan di luar batas kode etik.
Untuk itu, agar setiap anggota organisasi advokat untuk taat pada kode etik dan peraturan perundang-undangan, pentingnya menjaga marwah dan integritas suatu organisasi.
Hal ini harus menjadi perhatian khusus, terutama untuk para ketua organisasi Advokat di Indonesia untuk memperhatikan dan mengecam betul perbuatan yang dilakukan oleh para advokat dalam menjalankan tugasnya yang tidak sesuai dengan kode etik dan peraturan perundang-undangan serta memberikan sanksi sesuai aturan berlaku kepada para advokat.
Pasalnya, tindakan mereka akan membahayakan organisasi dan profesi advokat karena akan mencoreng nama baik dan akan mendapat kecaman public yang berakibat ketidak percayaan masyarakat terhadap profesi Advokat. Maka teguran yang dilakukan oleh organisasi harus keras. Jika memang tidak mematuhi kode etik, berhentikan statusnya sebagai advokat!.
Hal tersebut akan menjadi contoh yang baik terutama kepada para advokat junior serta memberikan pandangan yang baik untuk masyarakat. Sehingga ini menjadi stamina dan angin segar khusus bagi para profesi advokat dalam membantu persoalan-persoalan dimasyarakat dengan adanya kepercayaan yang kuat dari masyarakat.
*Penulis adalah Aktivis Mahasiswa di UPN Jatim