JAKARTA | duta.co – Taruna Akademi Kepolisian tingkat II Semarang yang tewas dianiaya seniornya, Brigadir Dua Taruna (Brigdatar) Muhammad Adam, tewas, dimakamkan Kamis (18/5) malam. Hasil visum terhadap Nando, sapaan akrab Muhammad Adam, menunjukkan terdapat lebam di dada taruna tingkat II itu.
Isak tangis keluarga Almarhum Nando, panggilan Muhammad Adam, pecah saat jenazah tiba di rumah duka Jalan Mortado No 21 Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, pukul 23.23 WIB Kamis malam. Sejumlah pelayat yang sedari tadi menunggu pun tak kuat menahan air mata kesedihan.
Pantauan di lokasi, Kamis (18/5) alam, Adria Nova, ibu Almarhum, pun harus dipapah keluarganya saat keluar dari mobil ambulans yang membawa anaknya dari Bandara Soekarno-Hatta. Hal yang sama juga terjadi pada sang kakak, Nando, yang juga berjalan dipapah saat mengiringi peti jenazah adiknya ke rumah.
Rumah almarhum langsung dipenuhi oleh para pelayat yang hendak melihat jasad Adam alias Nando untuk terakhir kalinya. Warga pun langsung membacakan ayat-ayat suci Alquran dan tahlil. Tak lama kemudian jenazah disalati.
Atas permintaan pihak keluarga salat jenazah dilaakukan di rumah duka. Para pelayat dan warga sekitar secara bergantian menyalati jenazah almarhum di ruang tengah rumah duka.
Jumat (19/5) sekitar pukul 00.20 WIB, jenazah almarhum Nando langsung dibawa ke area pemakaman yang berada sekitar 300 meter dari rumah. Sang ayah tampak tak bisa membendung air mata dan dipapah menuju pemakaman. Sementara sang ibu dan kakak tampak lebih tegar.
Tampak hadir dalam pemakaman Kalemdikpol Komjen Pol Moechgiarto, Kapolres Jakarta Selatan Kombes Pol Iwan Kurniawan, dan Kapolsek Kebayoran Lama Kompol Ardi.
Sosok Penyayang Ibu
Nando yang alumni SMA Negeri 29 Jakarta menjadi taruna akpol tingkat II melalui tes di Ambon Maluku. Ia merupakan satuan enam, pengiriman dari Polda Maluku. Nama Nando tercatat dalam nomor akademi atau nomor a.k 15.269.
Nando dikenal sebagai sosok yang periang, mudah bergaul, dan sangat menyayangi ibunya. Di akun media sosialnya, Nando kerap mengunggah foto bersama sang Ibu. “Anak Mama jadi sersan,” tulis Nando dalam caption foto tersebut.
Ucapan belasungkawa pun mengalir deras di akun Instagram Muhammad Adam, @nandoadam50. “Sang Ibu yang tak letih berdoa untuk kesuksesan anaknya yang tinggal selangkah lagi, tapi dengan mudahnya orang-orang diluar sana menghancurkan itu semua.. Ya Allah sedihnya,” tulis akun @gitazamz.
Seorang wanita dengan akun @siskasiska69 bahkan menuding sebuah akun sebagai salah satu yang menyiksa Nando hingga tewas.
“Puas lo udah nyiksa Nando sampe mati??? Pembunuh lo jahat! Lo bukan calon perwira gak cocok lo pake seragam itu kelakuan lo bejat, dasar pembunuh,” tulis akun siskasiska69 dengan mention ke sebuah akun @christiansermumes.
Akun lain menyoroti kekerasan yang kerap terjadi antara junior dan senior di dunia Akpol. “Sudah tradisi, sudah turun temurun, gak bisa dihentikan. Senior dendam dengan masa lalu dan ujung-ujungnya junior juga menyimpan dendam untuk disalurkan ke calon juniornya. Memang harus pisah lokasi perangkatan kalo memang mau diberhentikan tradisi seperti itu, tapi apa mungkin?” tulis akun @nikenduta507.
Di mata para sahabat, Nando dikenal sebagai sosok periang, terbuka, bergaul juga berprestasi. Nando tak pernah mengalami masalah di tempat pendidikannya. Ia hanya kerap bercerita seputar latihan-latihannya selama pendidikan.
“Dia orangnya enggak neko-neko, berprestasi juga. Dulu pas SMA juga pernah jadi ketua OSIS di sekolahnya. Kalau dia ada masalah dia pasti cerita ke saya. Paling cerita tentang pendidikan Akpol, tapi paling soal latihan-latihan aja. Enggak pernah cerita soal bullying senioritas gitu,” papar Rama, salah satu sahabat dekat Nando, yang ditemui wartawan di rumah duka Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Kini, Nando telah dimakamkan di Jalan Makam, Kelurahan Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Pemakaman Nando diwarnai isak tangis dan raut wajah sedih dari ayah dan ibundanya yang turut mengantarkan.
Kopel dan Tongkat Plastik
Tim identifikasi Polda Jawa Tengah terus mendalami siapa saja yang terlibat pada kematian Mohammad Adam alias Nando, taruna Akpol Semarang yang tewas dengan luka di dada akibat kegagalan nafas .
Setelah selesai melakukan autopsi terhadap jasad Nando, kembali ditemukan fakta-fakta baru. Seluruh barang bukti yang tekait dengan kematian sudah diamankan dari lokasi kejadian.
Kombes Djarod mengatakan, ada dua barang bukti penting yang diamankan. Satu kopel atau sabuk besar dan tongkat plastik dengan panjang sekitar 20 sentimeter. “Tongkatnya berbahan plastik. Tongkat tersebut hampir mirip seperti kayu. Ya seperti benda tumpul,” tambah Djarod, Jumat (19/5).
Dua barang bukti itu diduga kuat terkait dengan pembunuhan Nando, karena ditemukan di ruang flat A lantai dua. Sebuah ruangan kosong yang kerap digunakan sebagai gudang. “Kopel dan tongkat itu punya siapa masih kita selidiki,” ujarnya.
Nando meregang nyawa setelah dilarikan ke Rumah Sakit Akpol Semarang pada Kamis (18/5) dini hari pukul 02.45 WIB. Saat dilarikan ke rumah sakit, korban dalam kondisi pingsan dan ada beberapa luka lebam bekas pemukulan di dada.
Dari fakta autopsi tim forensik Rumah Sakit Bhayangkara Polri, Semarang, diketahui, Nando meninggal karena mengalami kegagalan napas akibat hantaman benda keras pada bagian dadanya. “Hasil autopsi korban mengalami luka lebam di dada. Korban juga mengalami luka di bagian paru-paru dalam, tepatnya di kiri dan kanan yang disebabkan oleh tekanan yang cukup kuat,” ujarnya.
Hasil autopsi memastikan kalau Adam meninggal karena tindak kekerasan atau dianiaya. Dugaan kuat korban dianiaya oleh para seniornya yang berasal dari taruna tingkat III.
Sejauh ini total 35 saksi telah diperiksa secara maraton. Mereka berasal dari rekan sesama taruna tingkat II yang mengetahui kejadian itu serta taruna tingkat III yang diduga melakukan penganiayaan yang berimbas meninggalnya Nando.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian juga sudah memerintahkan untuk memproses kasus penganiayaan terhadap taruna Akpol ini secara pidana. Menurut Tito, siapa pun pelakunya akan dipidana, ditindak tegas, dan tidak ada yang ditutup-tutupi.
Budaya kekerasan, lanjut Tito, tidak sesuai dengan slogan Polri, yaitu Promoter. Oleh karena itu, Tito berharap insiden tersebut dapat dijadikan bahan evaluasi dan pembelajaran Polri kedepannya. “Ini momentum untuk mengubah budaya yang mungkin masih berlaku di sana,” tuturnya di Gedung Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, Jakarta, Kamis (18/5).
Mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme ini juga telah memerintahkan Propam Polri untuk menyelediki sejauh mana Akpol telah berusaha menghentikan budaya kekerasan. Selain itu, Tito berjanji akan mengevaluasi para pengasuh di Akpol tersebut.
“Nanti saya kira juga akan kita evaluasi pengasuh-pengasuh yang ada disitu. Kenapa budaya itu nggak juga berhenti, padahal perintah saya sudah jelas demikian,” kata Kapolri. hud, say, mer