Cak Anam, mantan Ketua GP Ansor Jawa Timur. (FT/MKY)

SURABAYA | duta.co – Pernyataan Sekretaris Jenderal PKB, Abdul Kadir Karding, bahwa, Gus Ipul yang didukung kiai keseluruhan menjadi pertaruhan. Kalau kalah, kiai-kiai bisa kehilangan muka. Statemen yang diunggah viva.co.id ini, viral di grup-grup WA dan mendapat beragam jawaban.

Salah satunya Drs H Choirul Anam, dewan Kurator Museum NU. Menurut Cak Anam, panggilan akrabnya, pernyataan itu wajar, karena PKB hanya bia menggunakan kiai untuk bertarung.

“Lha iya, memang, PKB dan Ipul itu bisanya kan cuma memakai kiai untuk bertarung. Dan kiai yang nurut (mau) itu adalah kiai yang sudah teken kontrak,” ujar Cak Anam saat dikonfirmasi sejumlah wartawan, Senin (19/3/2018).

Risikonya, lanjut Cak Anam, para kiai yang sudah teken kontrak itu, akhinya rela melanggar khitthah NU hanya karena sudah mendapat (istilah yang popular red.)  syai’un-syai’un (sesuatu yang berkonotasi negatif).

“Ini bukan rahasia lagi. Warga NU sudah pada tahu. Kasihan NU-nya. Tapi ada beberapa kiai yang menolak dikontrak, karena ngeman NU-nya,” ucapnya.

Risiko lain, tambahnya, “Lha kalau ulama sudah mau diatur-atur PKB dan Ipul, ya enggak bakalan ditaati dan dipatuhi umat NU. Apalagi NU sejak 1979 sudah kembali ke khitthah, sudah melepas baju politik praktis,” jelasnya.

Saat ditanya, apakah ini bentuk dari kepanikan PKB karena elektebilitas Gus Ipul-Puti mulai disalip Khofifah-Emil Dardak, Cak Anam, menekankan bahwa mereka panik karena mungkin kiai yang dijagokan PKB untuk bertarung, ternyata mendapat perlawanan dari anak muda NU yang kritis (Emil Dardak).

Apalagi di NU ada paham keulamaan. Nahdliyin (warga NU) harus taat dan patuh kepada ulama atau kiai. Tapi ulama seperti apa yang harus ditaati, NU sudah memberi kriteria, yaitu ulama waratsatul ambiya’. Ulama yang in-nama yakhsyallaha min-ibaadihil ulama.

“Lha kalau ulama mau diatur-atur PKB dan Ipul ya enggak bakalan ditaati dan dipatuhi umat NU. Apalagi NU sejak 1979 sudah kembali ke khitthah, sudah melepas baju politik praktis,” sergah mantan ketua DPW PKB Jatim dua periode itu.

Artinya, jelas Cak Anam, urusan jabatan politik bukan urusan NU. Terlebih warga NU sudah dibebaskan menggunakan hak politiknya sesuai nurani masing-masing.

“Lha kalau kiai-kiai pengurus NU memaksakan harus pilih Ipul, ya bisa diguyu (ditertawakan) umat. Pasti ada yang tanya, dapat apa dari Ipul dan Imin (Muhaimin Iskandar, ketua umum DPP PKB)?” tegas Cak Anam.

PKB Dinilai Lebay

Sebelumnya Sekjen PKB, Abdul Kadir Karding yang hadir dalam pemaparan hasil survei Poltracking Indonesia terkait Pilgub Jatim  di Hotel Saripan Pasific, Jakarta, Minggu (18/3), menyebut para kiai bisa kehilangan muka jika sampai Gus Ipul-Puti kalah.

“Mas Ipul yang didukung kiai keseluruhan akan menjadi pertaruhan. Kalau kalah, kiai-kiai bisa kehilangan muka. Karena seluruh kiai yang punya basis dan besar dan karismatik hampir seluruhnya ke Gus Ipul,” katanya.

“Jadi saya tidak terlalu khawatir dengan survei ini (Poltracking yang menyebut elektabilitas Khofifah-Emil jauh di atas Gus Ipul-Puti) karena, mungkin mesin dan pendukung ibarat motor Honda panasnya belakangan.”

Namun klaim Karding langsung dibantah Sekjen PPP, Arsul Sani yang menegaskan kiai-kiai di Jatim terbagi dua dalam memberikan dukungan, yakni struktural dan kultural.

Kiai-kiai kultural, menurut Arsul, malah  lebih kharismatik dan pengsuh Ponpes besar. di antaranya KH Salahudin Wahid dan KH Muzakki Syah. Bahkan sebelum KH Hasyim Muzadi (mantan Ketum PBNU dua periode) wafat, pesannya adalah meminta Khofifah maju di Pilgub Jatim 2018.

Sebaliknya, kiai struktural condong ke Gus Ipul karena sudah ‘terkontaminasi’ dengan PKB. “Kiai NU struktural, karena sudah diokupasi oleh PKB, itu cenderung ke Gus Ipul. Tapi kiai kultural itu datang ke kami,” tandas Arsul.

Maka, menurutnya, tidak tepat kalau dikatakan bahwa kiai-kiai akan kehilangan muka kalau Gus Ipul-Puti kalah dari Khofifah-Emil. Bahkan statemen Karding dinilai lebay alias berebihan.(b-jtm)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry