PENELITIAN: Tim peneliti dari PVMBG Bandung saat melakukan pendataan dan survei di titik tanah gerak di Desa Tugurejo, Kecamatan Slahung, Selasa (10/1) kemarin. (duta.co/Siti)
PENELITIAN: Tim peneliti dari PVMBG Bandung saat melakukan pendataan dan survei di titik tanah gerak di Desa Tugurejo, Kecamatan Slahung, Selasa (10/1) kemarin. (duta.co/Siti)

PONOROGO | duta.co –Maraknya alih fungsi lahan hutan menjadi pemukiman penduduk di Ponorogo, menjadi penyebab munculnya bencana tanah gerak di Ponorogo. Dalam beberapa bulan terakhir, beberapa daerah di Ponorogo kerap kali terjadi tanah gerak, dan merusak bangunan.

Kondisi tersebut disampaikan oleh tim peneliti dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Badan Geologi, Bandung, setelah melakukan penelitian di 4 kecamatan yang sering mengalami bencana tanah gerak, yakni Pulung, Ngebel, Sawoo dan Slahung.

Berdasarkan hasil survei di 4 titik dari 11 titik yang dilaporkan oleh Dinas Penanggulangan Bencana Darah (DPBD) Ponorogo ke Badan Geologi, diketahui 4 penyebab terjadinya tanah gerak di Ponorogo. Yaitu jenis tanah yang merupakan tanah pelapukan, kondisi kemiringan tanah yang terjal, curah hujan yang tinggi selama setahun terakhir, dan alih fungsi lahan.

“Seluruh wilayah di Ponorogo rawan tanah gerak. Terutama yang berada di lereng gunung. Hal ini mengingat Ponorogo didominasi daerah yang berada di lereng Gunung Wilis dan berbukit-bukit,” terang Ketua Tim Peneliti, Heri Purnomo, Selasa (10/1).

Dari 4 titik yang disurvei oleh tim, yakni Desa Bekiring, Kecamatan Pulung; Desa Sriti dan Tempuran, Kecamatan Sawoo; Desa Talun, Kecamatan Ngebel; dan Desa Tugurejo, Kecamatan Slahung, diketahui jenis tanahnya merupakan tanah pelapukan. Sehingga mudah tergerus air, dan tidak memiliki daya cengkeram yang kuat dangan lapisan bebatuan di bawahnya.

“Kemiringan cukup terjal sekitar 70 derajat sehingga mudah menggelincir. Sedangkan curah hujan yang tinggi membuat air mudah meresap dan membuat tanah semakin gembur, sehingga mudah bergerak. Yang juga sangat berpengaruh adalah alih fungsi lahan. Dari hutan yang memiliki tanaman keras dan akar yang kuat menjadi pemukiman dan ladang, kebun atau sawah. Hal ini membuat air yang meresap tidak ada yang menahan karena tidak ada akar di bawah sana. Akibatnya, tanah menggembur dan mudah meluncur,” urai Heri Purnomo, usai pendataan di Desa Tugurejo, Selasa (10/1), kemarin.

Kepada warga, tim PVMBG merekomendasi, agar mereka segera mengungsi ke lokasi yang aman bila terjadi hujan. Sebab kemungkinan pergerakan tanah masih akan terus terjadi. Pembuatan selokan untuk mengalirkan air hujan langsung menuju sungai juga sangat disarankan , selain segera menutup retakan tanah dengan tanah lempung untuk mencegah air masuk ke celah-celahnya.

Kabid Kedaruratan dan Logistik DPBD Ponorogo, Setyo Budiono menyatakan, untuk sementara pihaknya terus mensosialisasikan rekomendasi dari tim peneliti tersebut. Di antaranya agar warga segera melakukan penghijauan dengan tanaman keras dan tidak membangun rumah permanen.

“Warga juga tetap diminta waspada saat hujan tiba. Kami sudah siapkan tenda-tenda pengungsian di lokasi yang cukup aman,” ujar mantan Kasi Humas Pemkab Ponorogo ini. * sna

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry