PRESTASI : Suasana kegiatan belajar mengajar di SMP Muhammadiyah (duta.co/M. Isnan)

KEDIRI | duta.co -Siswa inklusi tak selamanya harus diasingkan di sekolah khusus. Ia sebenarnya adalah anak yang butuh perhatian lebih sehingga bisa bersama-sama dengan teman lainnya tanpa dipisah-pisahkan. Misi itulah yang selama ini dipegang teguh oleh SMP Muhammadiyah Kota Kediri.

Pada SMP ini, siswa inklusi tetap bisa belajar, bermain dan berinteraksi bersama teman sebayanya. Kepala SMP Muhammadiyah Kota Kediri, Dra Hj. Suharti MM berharap, pihaknya mampu memberikan pendidikan terbaik untuk semua siswa, baik inklusi maupun normal.

Menurutnya, mampu mendidik anak normal menjadi cerdas adalah hal biasa. Tapi mampu mendidik anak dengan kondisi inklusi menjadi berprestasi adalah luar biasa.

“Sesuai dengan tujuan kita adalah mencetak remaja sholeh dan sholikhah, kreatif, disiplin, tanggung jawab dan mandiri. Justru ketika anak yang nakal terus dikeluarkan, maka mau jadi apa mereka? Siapa yang akan mendidik mereka? Makanya kita selesaikan di sini,” jelasnya, saat ditemui di ruang kerja, Senin (03/09/2018).

Belajar dari pengalaman masa lalu, diceritakannya, SMP Muhammadiyah pernah tercatat menjadi sekolah yang mengeluarkan siswa kategori tuna lara alias nakal di setiap tahunnya. Dari situlah dirinya berkeinginan untuk menghapus tradisi itu.

“Berawal dari situlah kita berusaha mencari cara agar anak-anak bisa berubah. Akhirnya kini tak ada lagi siswa yang kita keluarkan. Cara yang kita pilih salah satunya adalah menambah ekstra kurikuler untuk mereka. Karena meskipun mereka tidak cerdas secara akademik, sebenarnya mereka memiliki skil khusus yang perlu dikembangkan,” paparnya.

Tiga guru pembimbing khusus (GPK) disiapkan untuk memberikan bimbingan kepada para siswa inklusi. Sementara itu, ada 12 anak yang masuk kategori inklusi di SMP ini. Salah satu GPK kelas IX Hanti Anti menyebut perlunya pendampingan tidak hanya kepada siswa namun juga orang tua. Karena menurutnya, faktor yang mempengaruhi anak juga termasuk keluarga dan lingkungannya.

“Anak-anak inklusi ini memang seharusnya dicampur dengan siswa yang normal. Dengan begitu ia akan cepat berkembang, bersosial dengan teman juga bagus, memiliki kreatifitas dan ketika terjun di masyarakat ia akan percaya diri. Jika di SLB ia kan sulit berkembang, karena teman-temannya hanya sejenis dengannya,” ungkapnya.

Dengan program lima hari sekolah yang baru diterapkan pada tahun ajaran 2018/2019, SMP Muhammadiyah mampu memberikan pendidikan karakter kepada siswa. Beberapa pembiasaan positif selalu dijalankan setiap hari.

Seperti sholat wajib dan sunah dhuha secara berjamaah, literasi, hidup sehat, hidup bersih, membaca al-Quran sebelum belajar, dan membiasakan 3S (senyum, sapa, dan salam). (ian/nng)