Keterangan foto youtube

PASURUAN | duta.co – Puluhan ribu santri Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan, Sabtu (28/4/2018), mendengarkan wejangan Ustadz Abdus Somad Lc, MA dalam acara Milad 281 bertajuk ‘Menguatkan Peran Santri dalam Beragama, Berbangsa dan Bernegara’.

Seperti di rumah sendiri, Abdus Somad mengaku banyak mendapatkan berkah dari doa para kiai pengasuh pesantren (Sidogiri) yang sudah berabad-abad umurnya ini. Banyak agenda yang ia lalui. Sebelum bertemu puluhan ribu santri, Somad mengaku sempat mudzakarah, klarifikasi langsung dengan pengasuh PP Sidogiri terkait beberapa hal yang mungkin perlu di-tabayuni.

“Ini klarifikasi langsung, bukan seperti klarifikasi di hotel, jalan atau disuting dalam mobil. Saya telah mendapatkan banyak pelajaran dari Sidogiri. Selama hidup saya, 41 tahun lamanya, baru kali ini saya bisa ngomong di depan ribuan santri pesantren yang umurnya sudah 281 tahun,” begitu Somad mengawali wejangannya kepada santri.

Lagi-lagi Ust Abdus Somad memuji kehebatan PP Sidogiri. “Saya biasa diundang ceramah, termasuk di Petrokimia, Angkatan Laut (AL), itu biasa-biasa saja. Tetapi, hari ini saya tidak tahu kalau disuruh ceramah di depan santri Sidogiri. Andai diberitahu, saya alasan demam, saya bilang sakit. Tetapi, dengan sowan kiai, mendapat barokah doa kiai, alhamdulillah saya bisa. Biasanya saya ceramah sambil berdiri, kali ini dengan duduk, biar kaki tidak tampak keder,” katanya disambut tawa para santri.

Somad mengaku tidak ceramah, hanya cerita saja. Tema yang diusung dalam Milad 281 PP Sidogiri sangat tepat, ‘Menguatkan Peran Santri dalam Beragama, Berbangsa dan Bernegara’. Somad meneguhkan, bahwa santri memiliki peluang besar untuk berperan dalam (dakwah) agama, bangsa dan negara.

“Ada orang pandai ceramah, tetapi tidak bisa baca kitab, tidak bisa menulis. Ada orang pandai baca kitab, tetapi tidak bisa ceramah, tidak bisa menulis, kalau menulis tidak bergizi. Tetapi, ada yang tulisannya matap, cemarah oke, bahasa kitabnya luar biasa. Itulah Sidogiri,” jelas Somad yang juga sempat memuji Prof Mahfud MD sebagai Ketua MK tetapi juga jago membaca kitab.

Diakui Somad, dirinya banyak belajar dari karya santri Sidoagiri. Dia bisa berdebat soal Syiah karena baca buku Sidogiri. Bisa berdebat soal bid’ah dari buku Sidogiri. “Di Malaysia ada ulama yang menjelaskan secara tuntas apa itu Aswaja, ketika saya tanya siapa? Ternyata santri Sidogiri. Terus terang saya kagum dengan Kiai Idrus Romli (Sidogiri), beliau ini kalau dibelah otaknya isinya tumpukan kitab. Saya ingin menirunya, tetapi, tidak bisa soal kesabaran berdebatnya,” tambah Somad.

Abdus Somad kemudian mengupas tuntas peran santri dalam Beragama, Berbangsa dan Bernegara. Posisi santri sangat strategis dalam dakwah agama. Sebagai kepanjangan dakwah Nabi saw. santri memiliki sanad ilmu yang jelas. Agama tidak bisa diserahkan kepada mereka yang tidak memiliki sanad ilmu. Karena sanad merupakan tradisi ilmiah yang harus dimiliki oleh umat Islam demi kesinambungan ajaran.

“Sekarang ada orang yang mengaku mengambil langsung dari Alquran dan hadits. Dia hanya mau hadits Bukhori, tetapi tidak tahu, kalau Imam Bukhori itu berguru ada ribuan ulama hadits, termasuk kepada Imam Ahmad bin Hambal,” jelasnya sambil menekankan tradisi keilmuan pesantren ini menjadi sangat penting dalam mengawal gerakan dakwah.

Ustadz Somad juga menjelaskan soal berbangsa dan bernegara. Islam datang ke Indonesia, katanya, bukan untuk menjadikan orang Indonesia seperti bangsa Arab. Tradisi bangsa ini sangat dihargai, dan Islam tidak akan memusnahkan tradisi tersebut.

“Pakaian saya ini khas Indonesia, pakai peci, sarung. Apakah boleh solat pakai blangkon? Silakan saja,” jelasnya.

Begitu juga soal bernegara. Bentuk negara Republik Indonesia (RI) ini, jelasnya, sudah sangat baik. Meski kita beda keyakinan, tetap satu bangsa dan satu negara. Islam bukan berarti anti-bhinneka. Islam mengajarkan kita rahmatan lilalamin, bukan lilmukminin atau lilmuslimin. Islam juga tidak pernah mengajarkan teror.

“Apa Islam datang dengan tangan kanan menenteng pedang? Lalu tangan kiri membawa Alquran yang tidak Islam ditebas? Tidak! Pesantren mana mengajarkan terorisme, tidak ada. Jangankan kepada sesama manusia, kepada pohon saja Islam melarang kita menebang seenaknya. Apalagi lehermu,” katanya.

Dengan binatang pun Islam melarang semena-mena. Sampai-sampai umat Islam dilarang kencing di lubang. Ada dua alasan, pertama, lubang ini bisa jadi tempat makhluk jin. Kedua, bisa jadi tempat perlindungan semut dan atau serangga lain.

“Kita juga dilarang intinjak pakai tulang onta. Mengapa? Karena tulang onta itu makanan jin. Nah, cari agama yang punya pri-perjinan seperti Islam. Tidak ada,” jelasnya.

Somad kemudian menyindir pemerintah, agar sebagai pemimpin meniru Nabi Sulaiman as, mengerti bahasa semut, bahasa orang kecil. “Pemimpin harus mengerti bahasa umat, kalau tidak, mereka (umat-umat) itu bakal terinjak-injak,” jelasnya. (dul, youtube)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry