SURABAYA | duta.co – Masih ingat Budi Pego, warga Desa Sumberagung (Banyuwangi) yang dipidana terkait tuduhan menyebarkan ajaran komunisme dan marxisme dalam aksi penolakan tambang emas Tumpang Pitu? Sabtu (14/7/2018) lelaki dengan nama asli Heri Budiawan itu, kembali menuntut keadilan.

Bersama Jaringan Aksi Solidaritas untuk Tumpang Pitu yang terdiri dari WALHI Jawa Timur, For Banyuwangi, LBH Disabilitas, WALHI Eknas, Jatam, Kontras, YLBHI dan Elsam mendesak Mahkamah Agung segera memutuskan perkara dan membebaskannya dari segala tuntutan. Tidak ada palu arit dalam kasus tersebut, Budi Pego menjadi korban kriminalisasi aparat.

“Dia seharusnya bebas tanggal 1 Juli 2018. Tetapi, tak disangka, Senin (25 Juni 2018), dia mendapatkan surat perpanjangan penahanan dari MA, yang berbunyi: “Memperpanjang waktu penahanan terdakwa Heri Budiawan, dalam rumah tahanan negara untuk paling lama 60 (enam puluh) hari, terhitung mulai tanggal 01 Juni 2018,” jelas Afandi (Walhi Jatim) dan Abd. Wachid Habibullah, SH, MH, dari LBH Surabaya kepada duta.co, Sabtu (14/7/2018).

Korban Kriminalisasi

Kini, atas dukungan dari berbagai pihak, Heri Budiawan kembali mendapatkan penjelasan dari Kalapas Banyuwangi, bahwa dirinya akan tetap bebas sementara dari Lapas Banyuwangi pada tanggal 1 Juli 2018, sembari menunggu hasil putusan MA.

“Karenanya kami mendesak penyelenggara negara menghentikan seluruh kasus kriminalisasi yang menimpa warga Tumpang Pitu terkait perjuangannya menolak kehadiran industri pertambangan di wilayah mereka. Mengutuk keras segala bentuk kriminalisasi terhadap seluruh gerakan rakyat yang berjuang demi terwujudnya keadilan agraria dan keselamatan ruang hidup,” tambahnya.

Surat (perpanjangan penahanan) MA tersebut, mengundang kekecewaan yang cukup mendalam bagi keluarga dan rekan-rekan Heri Budiawan. Dan di sisi lain sekaligus menunjukkan betapa tumpulnya keadilan hukum di negeri ini. Dalam perkembangannya terakhir, pasca munculnya surat perpanjangan penahanan dari MA, beragam protes dan keberatan dari berbagai organisasi masyarakat sipil pun mulai berdatangan.

Ini peringatan keras untuk pemerintah. Di mana  empat tahun rejim Jokowi-JK berkuasa, ruang hidup rakyat hampir di seluruh kepulauan nusantara menyempit. Kawasan-kawasan penting yang menjadi jantung ekonomi, sosial, budaya, dan ekologi rakyat telah berubah menjadi pusat-pusat akumulasi kapital dalam berbagai bentuk (perkebunan, pertambangan, properti, infrastruktur.

“Dampaknya, penyingkiran, perampasan, intimidasi, dan represi terhadap rakyat dan ruang hidupnya terus meningkat tajam. Potret kebrutalan yang demikian salah satunya dapat terlihat secara jelas di Jawa Timur,” tambah Abdul Wachid. (rls)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry