SURABAYA | duta.co – Ada agenda menarik yang dibesut Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Adalah Tahlil Dzikir dan Ngaji Kitab. Agenda rutin ini bukan saja merontokkan stigma PKS sebagai partai ‘cingkrang’ anti tahlil, tetapi sekaligus membuat adem warga nahdliyin.
“Adem rasanya melihat Tahlil Dzikir dan Ngaji Kitab yang digelar di kantor PKS. Dengan demikian, nahdliyin semakin paham dan tidak perlu ikut-ikutan sibuk men-stigma wahabi,” demikian tulis Imam Turmudzi, anggota grup WhatsApp ‘Kader NU’ Jatim, Jumat (14/8/2020) pagi, usai melihat meme Tahlil Dzikir dan Ngaji Kitab di Kantor PKS, yang belangsung Kamis (13/8/2020) malam Jumat.
Masih soal PKS. Partai ini juga menjadi perbincangan serius umat Islam ketika berlangsung dialog di Gedung Museum NU. Ini lantaran PKS menjadi satu-satunya partai Islam yang menolak RUU HIP. Dalam acara dialog tentang ‘Kebangkitan Komunis serta Ancaman Terhadap Pancasila dan NKRI’ ini, PKS dianilai sebagai partai yang paling aspiratif.
“Saya mau tanya kepada bapak/ibu. Faktanya, partai Islam hanya PKS yang berani bersuara, menolak RUU HIP. Pertanyaan saya, apakah Pemilu 2024 kita dukung PKS atau membuat partai baru? Saya ingin mendengar masukannya,” demikian seorang moderator dialog menyuguhkan pertanyaan.
Hampir semua peserta sepakat mendukung PKS. Alasannya macam-macam. “Pertama, bikin partai tidak murah. Biaya tinggi. Kedua, PKS sebagai partai dakwah, partai kader, telah teruji soliditasnya. Meski dihantam ‘badai’, kemudian lahir Partai Gelora, PKS tetap stabil. Dari sisi manajamen partai, PKS harus diakui, handal,” jawab salah seorang anggota diskusi.
Ada juga yang ingin membersihkan PKS dari stigma wahabi dan khilafah. “Selama ini ada framing dengan target menakut-nakuti umat Islam agar tidak memilih PKS. Sebagian besar dari kita, terpengaruh. Hasilnya, kita lengah, tidak waspada terhadap kebangkitan komunis. Kita sibuk memelototi isu khilafah, padahal itu halusinasi alias gangguan persepsi,” jelas yang lain.
Mulai Paham tentang PKS
Sementara, H Abdul Rozaq (Gus Rozaq), salah satu dzurriyah muassis NU, menjelaskan, bahwa, bagian dari penguatan khitthah NU 1926 adalah membebaskan warganya untuk memilih partai politik mana pun. Maka, berdirilah Komite Khitthah NU 1926 (KKNU-26). Komite Khittah tak akan lelah mengingatkan penting penegakan khitthah. NU tidak boleh menjadi bagian dari Parpol, apalagi menjadi Banom-nya.
“Maka, kalau sekarang banyak nahdliyin yang gandrung PKS, itu wajar. Karena masih banyak nahdliyin yang sadar begitu melihat kinerja Parpol selama ini yang terkesan pragmatis. Sangat wajar kalau PKS menjadi alternatif terbaik untuk menitipkan aspirasi di tahun 2024,” jelasnya kepada duta.co, Jumat (14/8/2020).
Apakah itu berarti warga NU sudah tidak risau dengan isu khilafah? “Isu khilafah yang ditempelkan kepada PKS adalah politis, atau framing. Sekali, dua kali, orang boleh tertipu. Tetapi, pada saatnya, semua sadar, bahwa, isu khilafah dan wahabi itu hanyalah bagian dari upaya menjauhkan warga NU dengan partai dakwah. Alhamdulillah, kita semakin sadar,” pungkasnya. (mky)