Tampak Lia Istifhama (kanan) dan Bu Nyai Lilik Fadhilah. (FT/IST)

SURABAYA | duta.co – Sejumlah aktivis perempuan Surabaya merasa gerah dengan pernyataan Walikota Surabaya, Tri Rismaharini yang mengumbar kebencian terhadap pasangan Khofifah-Emil dan beredar melalui media sosial, youtube. Sejumlah aktivis perempuan menjadikan pernyataan Risma ini sebagai catatan tebal.

Pernyataan itu dinilai sebagai bentuk kesombongan, melupakan diri ketika butuh bantuan. “Sebagai kaum perempuan kita benar-benar kaget. Bagaimana seorang pemimpin (perempuan) tiba-tiba lupa, bagaimana ketika dia butuh bantuan. Kita-kita ini, dulu, dikerahkan untuk memenangkan dia. Ibu Khofifah juga memberikan ‘perintah’ agar kita mendukung dia. Tetapi, sekarang dengan enaknya menabur kebencian,” tegas Lia Istifhama, aktivis perempuan yang juga dosen di sebuah Perguruan Tinggi Swasta di Surabaya kepada duta.co, Selasa (12/6/2018).

Seperti diberitakan, Risma telah menyampaikan pernyataan yang mengejutkan. Pernyataan itu kemudian diunggah melalui youtube, Senin (11/6/2018) oleh ‘Kabar Terbaru’. Video berdurasi 2.15 menit itu sudah ditonton 309 orang. Menurut Risma Jawa Timur membutuhkan pemimpin yang mau mendengar dan melayani. Risma menyebut Calon Gubernur Saifullah Yusuf (Gus Ipul) dan Calon Wakil Gubernur Puti Guntur Soekarno memiliki karakter yang dibutuhkan itu.

“Kita tidak butuh pemimpin yang sok pintar (merasa pandai). Kita hanya butuh yang mau mendengar. Gus Ipul orangnya mau mendengar, Mbak Puti orangnya amanah,” kata Risma, Minggu (10/6/2018).

Risma (atas – foto youtube) dan Bu Nyai Masfufah (foto bawah nomor dua dari kanan) dan sejumlah pengurus Muslimat Surabaya ketika menyambut Risma. (FT/IST)

Menurut Ning Lia, panggilan akrabnya, kalimat Risma ini menunjukkan sebuah kebencian. Itu sama dengan menyebut Khofifah-Emil sok pintar, tidak mau mendengar dan tidak amanah. Padahal, semua warga Surabaya tahu dan paham, siapa sesungguhnya yang tidak mau mendengar, siapa sesungguhnya yang sombong dan sok pintar tersebut.

“Kita ini sering disuguhi ‘atraksi-atraksi’ yang menggelikan. Disuguhi adegan pemimpin yang suka marah-marah, yang bisa jadi semua itu hanya untuk pencitraan. Lalu sekarang dia sendiri bilang tidak butuh pemimpin sok pintar, ini kan lucu!” jelasnya.

Masih menurut Lia, berbeda pilihan itu biasa. Adalah hak setiap orang untuk pemilih pemimpin yang lebih cerdas dan amanah. Pemilih akan melihat rekam jejak siapa yang dipilih. “Dengan membaca pernyataan Bu Risma di atas, kita menjadi tahu, oh begitukah sikap politiknya? Dia lupa, bagaimana ‘meredahnya’ ketika butuh dukungan. Sekarang merasa tidak butuh, lalu, yang dulu dipuji-puji sekarang dibenci setengah mati. Ini namanya tidak tahu diri,”  tambahnya.

Komentar yang sama disampaikan Bu Nyai Lilik Fadhilah, dan Bu Nyai Masfufah. Mereka kecewa dengan kalimat Risma yang dinilai kelewat batas, lupa diri dengan ketika dia butuh dukungan. Menjelang Pilwali Surabaya, dengan takdzimnya dia datangi simpul-simpul muslimat, termasuk Ketua Umum Muslimat NU, Khofifah Indar Paranwasa. “Jangan hanya santun ketika butuh, begitu sudah jadi lalu menjadi sombong, amit-amit, naudzubillahi mindzalik,” tegas Bu Nyai Lilik.

Sementara, Bu Nyai Masfufah mengajak seluruh muslimat menjadikan ‘kesombongan’ Risma ini sebagai pelecut untuk bekerjakeras memenangkan Khofifah-Emil. “Percayalah ‘kesombongan’ itu muncul, karena kepanikan. Dalam kondisi panik, tidak ada kalimat yang bisa mengunggulkan jagonya, kecuali hanya menjelek-jelekkan lawan,” tegasnya. (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry