Ning Sus (kiri) dalam sebuah kesempatan. (FT/IST)
“Jujur, saya menyesal, mengapa saya menjadi orang pertama yang mengabari duka itu. Di ujung HP terdengar jelas isakan tangis keluarga Almarhumah.”

Oleh Syarif Thayib (Dosen UINSA, PPIH Kloter 95 Surabaya)

MENINGGALNYA Ibu Suswati binti Sholeh Plered, salah satu petugas haji Indonesia menyisakan keprihatinan mendalam bagi sesama petugas haji.

Mungkin saya adalah orang pertama yang menyampaikan berita duka ini kepada suami Almarhumah, KH. M. Jadul Maula, pengasuh Pesantren Kalioapa Yogyakarta.

Info pertama kali saya dapat, justru dari ujung telpon istri saya di Surabaya. Dia menelpon sambil menangis keras dan memberi khabar dari Khadijah sepupunya, yang kebetulan adalah teman satu kamar Almarhumah selama bertugas melayani jamaah haji di Makkah Sektor 7.

Istri saya bercerita bahwa Mba Sus (demikian panggilan akrab Almarhumah) barusan meninggal setelah pingsan usai lontar jumroh Aqobah. Saya diminta Khadijah untuk menghubungi suaminya, karena HP Almarhumah ber-password.

Untungnya, saya menyimpan nomor Kiai Jadul yang pernah singgah di rumah saya bersama Almarhumah Mba Sus, usai menghadiri pengukuhan guru besar UINSA Zumrotul Mukaffa, teman sesama alumni pesantren Tambakberas.

Jujur, saya menyesal, mengapa saya menjadi orang pertama yang memberi khabar duka itu. Di ujung HP terdengar jelas isakan tangis keluarga Almarhumah.

Saya ikut shock, membayangkan bagaimana kalau saya berada di posisi seorang suami yang mendengar istrinya wafat di luar dugaan. Pantas saja, istri saya menangis histeris ketika menyampaikan sahabat satu pondoknya itu wafat.

Setelah memberi kabar sedih itu, saya tetap mencari tahu bagaimana kondisi terkini Mba Sus. Ketika itu, saya berharap Mba Sus hanya pingsan panjang karena kelelahan.

Ternyata berita wafat itu benar 100 persen. Ibu Novia yang membersamai Almarhumah ketika lontar jumroh di Jamarat (tempat lontar jumroh) dari Maktab 52 menegaskan bahwa temannya, ibu Fikri sedang membawa jenazah Almarhumah ke Rumah Sakit. Ibu Heni Faizah (PHU Tangerang Selatan) pun membalas chat saya : “Waalaikum salam. Maaf pak, saya belum bisa kasih info karena masih di jalan ke rumah sakit. Terjebak macet total”.

Pupus sudah harapan, ternyata Mba Sus benar-benar wafat bi husnil khatimah. Ya, Almarhumah wafat setelah sempurna lontar jumroh Aqobah, sebuah laku ibadah haji yang kemudian membolehkan pelakunya untuk tahalul awal. Bagi jemaah laki sudah boleh ganti kostum berjahit, dan kembali boleh memakai wewangian tubuh atau pakaian dan seterusnya bagi jemaah haji.

Almarhumah tuntas sempurna menunaikan ritual haji setelah wuquf di padang Arofah, bersambung mabit di Muzdalifah, lanjut ke Mina untuk lontar jumroh. Saatnya, Almarhumah menggunakan aroma wanginya langsung di syurga. Tidak ada balasna dari haji mabrur, kecuali dimasukkannya ke syurga (Alhadits).

Kesaksian bahwa Almarhumah layak mendapatkan surga karena kebaikannya, saya baca dari Wapri Khadijah, orang terdekatnya selama bertugas di Makkah:
“Saya seminggu ini kerja intens dengan bu Sus di sektor 7, bagian konsumsi. Dari hari pertama saya sudah membatin bahwa beliau ini orangnya baik hati sekali.
Saya bersaksi Ibu Suswati orang yang baik.”

Kesaksian istri saya pun disampaikan melalui status WA-nya: inna lillahi wa inna ilaihi raji’un..
salah satu sahabat terbaik kami, Mba Suswati sholeh (ketua pondok 1989-1991) wafat bi husnil khatimah baru saja usai jamarat di Mina – Makkah.

Saya bersaksi, selama berteman di Tambakberas Jombang sampai dengan keberangkatan beliau tugas ke tanah suci, beliau orang baik, dan pasti di tempatkan bersama orang-orang yang baik, kekasih kekasih Allah SWT, dan Rasulullah SAW di syurga. الفاتحه

Ujian Petugas Berseragam

Sebagai petugas haji tentu saya punya akses untuk memburu informasi bagaimana kronologis wafatnya Mba Sus. Apalagi di jam yang sama, saya pun sedang berada di Jamarat, mendampingi jemaah Kloter 95 Embarkasih Surabaya.

Menurut informasi ibu Novia, Mba Sus juga berangkat sama persis dengan jam keberangkatan saya ke jamarat, pukul 06.00 waktu Makkah.

Dugaan saya pertama adalah Mba Sus sangat kelelahan. Malam sebelum berangkat ke jamarat, semua jemaah haji baru selesai melakukan perjalanan malam nan melelahkan.

Mereka bergerak mulai Maghrib diantar mabit ke Muzdalifah. Tepat di atas jam duabelas malam, mereka dijemput Bus untuk bergeser ke Mina. Kloter saya tiba di Mina menjelang adzan Shubuh.

Setelah itu, banyak jemaah ingin mensegerakan sempurna haji dengan melontar Jumroh. Maka terjadilah volume kepadatan manusia menuju Jamarat. Apalagi mereka pada belum sarapan. Kalaupun sarapan, paling hanya roti atau kue atau buah, sisa dari Wuquf Arofah.

Kedua, Mba Sus pasti mengalami stres berat menghadapi medan perjalanan berputar putar karena rekayasa lalu lintas menghindari penumpukan jemaah oleh polisi setempat.

Jam pagi seperti itu ternyata dimanfaatkan sama oleh seluruh jemaah haji dunia demi menghindari panas terik siang. Apalagi bagi Petugas, tentu lebih lincah bergerak jika sudah bertahallul, atau tuntas berhaji tahap pertama.

Ketiga, sikap arogansi polisi di Mina membuat stres jemaah makin meningkat. Bayangkan, beberapa kali saya dapati jemaah haji yang kelelahan di pinggir jalan diobrak untuk segera berjalan.

Seorang Lansia wanita dari Palembang yang tertinggal dari rombongannya sempat saya gandeng dan papah beberapa kali juga diteriaki polisi untuk jangan berhenti.

Setelah saya berkata “hiya maridl” (dia sakit), baru polisi itu diam dan meninggalkan kami. Tetapi beberapa menit kemudian, polisi lain mendekat dan mengusirnya kembali. Saya bilang “hiya maridl, aina hospital?” (dia sakit, dimana rumah sakit).

Polisi pun terdiam, tak bisa membantu banyak. Hampir tidak ada solusi dari mereka, kecuali melakukan pencegahan agar tidak ada kerumunan di sepanjang perjalanan menuju jamarat. Apalagi jalan menuju jamarat bagi jemaah haji Indonesia itu harus melewati setidaknya dua terowongan panjang.

Beberapa jemaah dari Trenggalek SUB 95 yang berangkat di depan saya menceritakan detail, bahwa mereka menyaksikan tiga petugas haji wanita berseragam dikerumuni banyak jemaah haji.

Rangkuman Ceritanya

Selepas lontar jumroh Aqobah pagi itu, jemaah haji yang kebanyakan dari Indonesia berjalan lurus terus. Begitu mereka sadar kalau route yang benar adalah belok kanan, maka mereka pun beralih. Sayangnya, oleh polisi dicegah. Mereka dipaksa lurus terus. Kemudian menuruni tangga eskalator. Naah, inilah awal petakanya.

Disana tidak ada air minum yang bisa dihirup dari kran-kran seperti route belok kanan lantai tiga. Di lantai bawah, jemaah haji berkerumun banyak sekali jumlahnya, benar-benar padat. Jemaah Trenggalek memperkirakan ada seribu lebih jemaah disitu.

Sebagian lain mencari jalur alternatif, sebagian lain mencoba minta bantuan di Maktab orang asing sambil menggedor-gedor pintu gerbangnya minta tolong. Sebagian lain mengerumuni tiga petugas haji wanita yang berseragam. Diduga salah satunya adalah Mba Sus.

Kondisi lapar karena belum sarapan, ditambah cuaca mulai panas menyengat tanpa air minum, apalagi posisi berada di jalan “buntu”. Mau berputar cari jalur tikus tidak nemu. Tenaga sudah banyak terkuras, plus stres tinggi membuncah karena jemaah terus mendesak Mba Sus dkk untuk memberi pertolongan.

Maka ambruklah Mba Sus, tak kuasa menahan semua tekanan. Seperti Video yang beredar dan cerita jemaah. Mba Sus nampak terlalu berat menahan beban menjumpai kepanikan jemaah di lantai bawah jamarat.

Mba Sus yang dikenal banyak temannya sesama petugas sebagai sosok yang sangat bertanggung jawab pada tugasnya, tentu kepingin totalitas melayani jema’ah haji. Tetapi sayang, fisiknya tidak kuasa dengan semuanya. Saya sendiri yang laki-laki seumuran dengan Mba Sus mungkin juga ambruk dengan beban itu, meski saya adalah seorang mantan atlit yang relatif lebih kuat dari petugas wanita.

Akhirnya, sampai tulisan ini saya buat, belum ada kabar kapan dan dimana pemakamannya. Juga dishalatkan dimana. Kepala Sektor 07 Makkah memberi jawaban singkat Wapri saya: “Waalaikumsalam, insyaAllah yayi, untuk pemakaman ditangani Maktab. Nanti insyaallah dikabari.”

Sugeng tindak Mba Sus. Sampai jumpa pada reuni akbar petugas haji Indonesia di Surga. Saya akan ajak istri tercinta ikut serta, untuk sembuhkan kangen menjumpai panjenengan disana. Alfatihah.(*)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry