Keterangan foto tribunnews.com

JAKARTA | duta.co – Ternyata, tidak mudah bagi Prabowo Subianto, Ketua Umum Partai Gerindra untuk mencari calon wakil presiden (cawapres) Pilpres 2019. Meski ijtima ulama (para penantang Jokowi) sudah menyebut dua nama, Salim Segaf Aljufri dan Ustadz Abdul Somad, ternyata, tidak mudah memilihnya. Padahal, waktu pendaftaran semakin mempet (Sabtu s/d Kamis 9 Agustus 2019).

Ada dua faktor yang sangat menentukan. Pertama soal duit, kedua partai pengusung. Prabowo mestinya mudah mengambil salah satunya, tetapi siapa yang menjamin modalnya. Padahal, ‘selancar’ di Pilpres tidak cukup uang ratusan miliar, bisa jadi triliunan rupiah. Begitu jua soal partai pengusung, nama cawapres menentukan soliditas koalisi.

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang selama ini lengket dengan Gerindra sudah menunjukkan sikap tidak ‘plek’ lagi. Soal Cawapres, PKS ngotot sodorkan Gubernur Jawa Barat periode 2008-2018, Ahmad Heryawan yang akrab disapa Aher. Tanpa itu, PKS pilih ‘ngompreng’ ke Jokowi.

Sementara, tanda-tanda Partai Demokrat menyerahkan penuh ke Prabowo soal Cawapresnya, bisa jadi hanya ujian semata. Bagi Demokrat mendorong Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dalam kontestasi Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2019 akan lebih mulia. Hal ini terlihat dari pemasangan baliho AHY di berbagai wilayah.

“Safari politik AHY ke sejumlah daerah dan pemampangan balihonya secara masif di berbagai pelosok negeri menjadi indikasi kuat dari agenda itu,” kata pengamat politik dari Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Said Salahudin, di Jakarta, Kamis (2/8/2018) kepada Antara.

Bahkan para elite Demokrat tak henti bersuara tentang peluang AHY untuk menjadi calon presiden (capres) atau calon wakil presiden (cawapres). Terlebih, aksi demi aksi deklarasi dukungan terhadap AHY juga terus digelar tanpa henti. “Beberapa hari lalu dibuat di Gedung Joang 45, dan hari ini saya dengar juga akan digelar lagi di Djakarta Theater,” jelas Said.

Dari semua fakta iu, menurutnya, sebetulnya sudah sangat jelas dan tidak bisa lagi dibantah bahwa Demokrat memang sedang memperjuangkan AHY sebagai capres atau cawapres. Ia pun menyatakan hal itu sebagai kewajaran.

“Saya sendiri sudah pernah mengatakan bahwa saya memuji sikap PKB, PKS, dan termasuk juga Partai Demokrat yang kukuh memperjuangkan kadernya sendiri untuk mengisi jabatan-jabatan di pemerintahan, dalam hal ini jabatan capres atau cawapres,” ujarnya.

Apa yang mereka perjuangkan, ia berpendapat, sebagai salah satu perwujudan dari fungsi rekrutmen politik yang semestinya diadopsi oleh seluruh partai politik. Dalam Undang-undang mengenai Partai Politik (UU Parpol) pun hal tersebut diatur.

Sudah Gencar Pasang Baliho

Permasalahannya, saat AHY dan sejumlah elemen dari Partai Demokrat lainnya gencar berpromosi agar AHY bisa diterima sebagai cawapres Joko Widodo (Jokowi) atau Prabowo Subianto, Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) justru mengelak dirinya menjadi bagian dari upaya itu.

Dalam setiap keterangannya, SBY menekankan tidak pernah membahas, apalagi meminta dukungan, agar AHY bisa diterima sebagai cawapres Jokowi atau Prabowo.

SBY mengutarakan hal tersebut ketika melakukan komunikasi politik dengan Jokowi, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, pimpinan PKS, dan Prabowo. Usai pertemuan, SBY selalu menyatakan tidak ada pembahasan mengenai AHY sebagai cawapres.

“Apa yang dikatakan oleh SBY itu, menurut saya, agak mengganggu akal sehat kita. Tidak logis. Sebab, agenda untuk mengusung AHY sebagai cawapres tentu tidak bisa dilakukan secara pasif, melainkan harus dibarengi oleh sebuah proses komunikasi yang intens dengan pihak capres dan parpol lainnya,” ujarnya pula.

Gerindra Dorong Mahfud

Capek tak kunjung selesai siapa Cawapres Prabowo, politisi Gerindra mencoba bicara peluang Mahfud sebagai Cawapres Jokowi. Ketua DPP Partai Gerindra Ahmad Riza Patria menyampaikan, sosok Mahfud sangat baik dan layak menjadi cawapres karena memiliki keahlian, profesional, berintegritas, dan negarawan. Riza menyampaikan hal itu karena Mahfud pernah menjadi Ketua Tim Sukses Prabowo saat Pilpres 2014.

“Kalau sekarang Pak Mahfud dilirik Pak Jokowi, itu hal baik, saya mendukung kehadiran Pak Mahfud. Kami juga kalau mau menang tentunya dengan melawan calon berkualitas,” kata Riza, dalam acara Satu Meja yang ditayangkan KompasTV, Rabu (1/8) malam.

Riza menyampaikan, selain bersih dan berintegritas, sosok Mahfud juga bisa diterima semua pihak. Dia berharap kehadiran Mahfud bisa melengkapi kepemimpinan Jokowi jika kembali terpilih pada pemilu tahun depan.

“Indonesia butuh yang adil, dan Pak Mahfud sebagai mantan hakim MK yang melegenda tentu tahu cara berlaku adil. Mohon maaf, Pak Jokowi harus memilih figur yang tepat, yang bisa adil, kalau tidak bangsa ini menuju kehancuran,” sambungnya.

Sementara itu, pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Fachry Ali mengatakan Jokowi memerlukan figur seperti Mahfud untuk menghadapi persaingan politik 2019, Alasannya, figur Mahfud yang dekat dengan kelompok Islam diperlukan Jokowi untuk menangkal politik identitas.

“Setelah Pilkada DKI, situasi politik berubah jadi sangat emosional, dan dalam posisi ini Jokowi terkungkungi. Di situlah Mahfud muncul sebagai orang yang dinilai mewakili Islam, saya rasa saat ini tidak ada pilihan lain,” ungkap Fachry. (ant,rmol,rep)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry