Oleh:  Suparto Wijoyo

DARI Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur, setiap hamba yang bersukma akan mengenali betapa indah dan kuasanya Sang Pencipta. Lantun subhanallah wal hamdulillah atau pekik lirih Allahuakbar, diam-diam membuncah dalam jiwa. Nyawa yang ditiupkan dalam segumpal darah asal kehidupan manusia, dibuai menyatukan ingatan kepada kreatornya. Sempatkanlah menjelajah Teluk Balikpapan,  ekosistem yang tersambung dari barat Selat Makasar dengan sapaan nuansa barat daya Samudera Pasifik. Menyaksi penuh takjub utara Kota Balikpapan yang dari arah selatan Penajam yang terangkai membarat ke Penajam Paser Utara dan menyimpuhkan angin mamiri di timur Selat Makasar. Betapa kecil manusia pada ruang semesta untuk menatap mentari di pagi, siang apalagi petang hari, waktu sunset. Indah kelok dalam balutan rimbunnya hutan mangrove, bakau yang memukau. Bekantan bergelantung menyunggingkan senyum dan melantunkan pepujian terindah.

Terang matahari terkadang terselimuti mendung dan bekantan memanggil dalam cengkrama yang “menyujudkan sukma” siapa saja yang tengah hadir di “lorong” Teluk Balikpapan. Sukmaku memantul  menggapai setiap daun, ranting, batang, dan pohon yang melambai dengan deburan ombak perahu mesin yang membawa rombongan. Pesut dan Duyung sejatinya hadir mengikut di samping buaya. Semua berkerumun dalam habitat air   Teluk Balikpapan agar saling menjaga sukma sucinya. Datanglah ke Teluk Balikpapan dalam “hening di keramaian”, selaksa engkau  mendengar keajaiban setiap panggilan makhluk terdekat.

Pada lingkup ini saya teringat  Jalaluddin Rumi (1207-1273) yang lahir di Balkh, Afghanistan dan pamitan menempuh batas hayatnya ketika siang mengumandangkan azan di Konya dan dunia kehilangan saat senja hari akibat “dua mentari” tenggelam di ufuk barat: matahari dari galaksi dan sang surya diri Sang Sufi  yang berpesan: respond to every call that excites your spirijawablah setiap panggilan yang menggugah sukmamu. Azan yang menyebut nama Allah dan Rasulullah tengah hari itu terjawab penuh takzim oleh Sang Maulana dan dijawab oleh setiap sukma yang bertauhid. Hanya sukma-sukma yang kering tetapi tidak berdahaga untuk meneguk hidayah sajalah, yang merasa terusik sambil menutup pendengarannya, hingga terunggah ujaran risaunya. Indahnya kelok dan lekuk habitat di alur sungai Teluk Balikpapan sambil menyimak dalam diam agar hatiku bebas berkata syukur untuk mengarungi keelokannya. Bukankah Rumi bersyair: where the lips are silent the heart has a thousand longues – saat bibir terkatup diam, hati berpunya ribuan lidah.

Suasana sunset dan dubur ombak Teluk Balikpapan yang berhutan bakau yang eksotik sambil mentafakuri kidung bekantan itu hari-hari ini membuyarkan memoriku dalam gelisah, sejak Sabtu, 31 Maret 2018. Pada hari itu langit Teluk Balikpapan terwarnai asap yang membubung tinggi menyajikan lukisan pekat tanda hadirny “figur” yang tidak bersahabat. Api berkobar mengelindankan asap hitam dalam  formasi minyak yang tumpah “menampar” air laut Teluk Balikpapan. Kapal kargo pengangkut batubara Ever Judger turut “meramaikan nestapa” bersama nelayan maupun pemancing ikan yang tewas tersulut panasnya suasana. Gelombang dan deburan ombak Teluk Balikpapan yang selama ini ramai oleh lalu lalang pelayaran, sontak menghamburkan minyak yang menggumpal dan menepi bergulung-gulung memadati Pelabuhan Semayang. Tanggal 1-4 April 2018 menyajikan banyak realitas tentang nestapa ekologis yang menghentak di Teluk Balikpapan.

Pilu nan lesu  mendera sukma-sukma yang bibir dan hatinya merasakan betapa berat derita ekologis yang ditanggung banyak pihak di  Teluk Balikpapan. Matinya biota air, tercemarnya air laut, rusaknya pantai, teregangnya nyawa-jiwa-sukma manusia akibat tragedi yang berasal dari “renik lautan” yang penuh hikmah. Tentu keluarga besar pesut, dan duyung serta ikan-ikan lainnya kini bergerombol sambil membisikkan doa-doa sucinya. Ruang kehidupannya diterpa oleh meluapnya minyak yang dielak oleh PT Pertamina karena menurut sampel yang dipaparkan  adalah berjenis MFO (marine fuel oil) yang tidak diproduksi Kilang Balikpapan. Terbersit suatu sangkalan bahwa Pertamina bukan “penggendong” MFO, sebab yang dipunya adalah  crude oil, minyak mentah.

Akan terdaftar siapa yang  berkilah membebaskan diri dari tanggung jawab hukum atas tumpahan minyak dan kobaran api di Teluk Balikpapan. Peristiwa ini sangat serius dalam tataran lingkungan dan kemanusiaan. Sukma yang melayang tidak hanya diderita oleh manusia tetapi juga biota air dengan keanekaragaman hayatinya. Ekosistem tercabik dalam cekam  dan udara saat itu pastilan terlanggar “baku mutu ambiennya” serta “baku mutu air laut” terlampaui menurut nalar yuridis Ketentuan Pidana UU Lingkungan Hidup. Sebuah fakta  kejahatan lingkungan yang membawa implikasi hukum berdasarkan undang-undang, pun  ganti kerugian akibat tumpahan minyak di laut wilayah sebagaimana diatur dalam International Convention on Civil Liability for Oil Pollution yang dikenal sebagai Civil Liability Convention (CLC) dan International Convention on The Establishment of an International Fund for Compensation for Oil Pollution Damage yang disebut International Fund Convention. UUD 1945 dan Piagam HAM yang tertuang di Ketetapan MPR‑RI No. XVII/MPR/1998 amatlah memadai untuk mengatasi “derita ekologis” secara yuridis sebagai bakti kepada pemilik sukma-sukma suci Teluk Balikpapan.

Tanggung gugat mutlak  (strict liability) maupun tanggung jawab bersama  (joint and several liability) dapat diterapkan apabila pelakunya memang berjamaah, bahkan UU Terorisme membuka peluang untuk menjerat teroris ekologis yang mematikan sukma-sukma lingkungan Teluk Balikpapan. Kejadian ini adalah kasunyatan, bukan misteri, kecuali memang hilangnya sukma itu merambah ke wilayah penegakan hukum. Untuk selanjutnya biarlah puisi Samiati Alisjahbana dan Amarhoseja yang terhimpun di Kumpulan Sajak Harapan dan Sangka (1993) menyerta: Kapal gemuruh bertolak …/Tali kuat lepas lambat …/Asap hitam tebal mengepul/Menderu, menghilang bunyi di angkasa luas.

*Koordinator Magister Sains Hukum dan Pembangunan Sekolah Pascasarjana, Universitas Airlangga

 

 

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry