Nunik Purwanti, S.Kep.Ns., M.Kep.
Dosen Fakultas Keperawatan dan Kebidanan (FKK)
Di era teknologi dan informasi ini, paradigma pembelajaran berpusat pada peserta didik atau Student Centered Learning dipandang lebih baik dibanding pembelajaran berpusat pada pendidik atau Teacher Centered Learning.
Pembelajaran Student Centered Learning memberikan kebebasan peserta didik, di mana mereka lebih aktif dibanding pendidik, diasumsikan bahwa peserta didik memegang peran yang sangat penting dalam aktivitas belajar mereka, seperti menentukan apa yang akan dipelajari, kapan mereka belajar dan bagaimana cara mereka belajar, pelajar memiliki kontrol penuh terhadap akivitas belajarnya.
Peserta didik merupakan kunci dalam pembelajaran, mereka bertanggung jawab untuk pembelajaran mereka mulai dari awal sehingga membuat mereka lebih mandiri (Anisa, Magfirah and Thahir, 2020). Mahasiswa Keperawatan yang paling penting selain pembelajaran di dalam kelas, pembelajaran laboratorium sebelum terjun di klinik perlu mendapatkan perhatian.
Info Lebih Lengkap Buka Website Resmi Unusa 
 Selama ini mereka kurang percaya diri, pada saat praktek di laboratorium, sehingga pada saat melakukan praktek klinik banyak kesalahan yang dilakukan. Rendahnya kemampuan mahasiswa melakukan praktek klinik laboratorium ada beberapa faktor yang menyebabkan diantaranya masih rendahnya keinginan belajar dan metode pembelajaran yang monoton.
Permasalahan mahasiswa dengan rendahnya self efficacy kedepannya saat melakukan praktek klinik di rumah sakit akan menyebabkan mahasiswa kurang menguasai situasi lahan, dan juga penerapan kompetensi yang didapat di saat dibidang akademik.
Penelitian di Iran menyebutkan capaian pembelajaran praktik klinik masih kurang dari 70% (Rambod et al.,2018). Penelitian diKorea menyebutkan banyak mahasiswa keperawatan kurang memiliki  kemampuan  memecahkan  masalah dan  hasil  pembelajaran  kurang  optimal pada aspek pengetahuan dan kinerja klinis (Y.Kim&  Rush,  2016).
Di  Indonesia  rata-rata capaian pembelajaran praktik klinik keperawatan  gawat  darurat  yaitu  kurang  80% dan karakteristik mahasiswa menentukan keberhasilan pembelajaran (Setiawanetal.,2017). Permasalahan rendahnya Self efficacy pada mahasiswa, salah satu terapi yang dapat di gunakan adalah Terapi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT).
Terapi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) adalah terapi dengan menggunakan gerakan sederhana yang dilakukan untuk membantu menyelesaikan permasalahan sakit fisik maupun psikis, meningkatkan kinerja dan prestasi, meraih kedamaian dan kebahagiaan hidup. Rangkaian yang dilakukan adalah the set-up (menetralisir energi negatif yang ada ditubuh), the tune-in (mengarahkan pikiran pada tempat rasa sakit) dan the tapping (mengetuk ringan dengan dua ujung jari pada titik-titik tertentu ditubuh manusia).
Terapi ini menggunakan gabungan dari sistem energi psikologi dan spiritual, sehingga terapi SEFT selain sebagai metode penyembuhan, juga secara otomatis individu akan masuk dalam ruang spiritual (spiritual space) yang menghubungkan manusia dengan Tuhannya. Tehnik Terapi SEFT antara lain adalah The set-up The set-up bertujuan untuk memastikan agar aliran energi tubuh kita terarahkan dengan tepat.
The tune-in Untuk masalah fisik, melakukan tune-in dengan cara merasakan rasa sakit yang dialami, lalu mengarahkan pikiran ke tempat rasa sakit, dibarengi dengan hati dan mulut mengatakan: “Ya Allah saya ikhlas, saya pasrah…” atau “Ya Allah saya ikhlas menerima sakit saya ini, saya pasrahkan kepada-Mu kesembuhan saya”. The tapping Tapping adalah mengetuk ringan dengan dua ujung jari pada titik-titik tertentu ditubuh, sambil terus melakukan tune-in. Terapi SEFT jika dilakukan dengan benar, perlahan lahan dan pasti akan meningkatkan Self Efficacy. *
Bagaimana reaksi anda?
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry