TatikMuflihah, S.Pd., M.Pd – Dosen S1 Pendidikan Bahasa Inggris UNUSA

Kesadaran berasal dari kata sadar yang berarti merasa tahu dan mengerti. Kesadaran berarti keinsyafan atau keadaan mengerti (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989:765).

Kesadaran dapat pula diartikan sebagai suatu kondisi seseorang yang memiliki kendali penuh terhadap dorongan internal maupun dorongan eksternal sehingga sadar itu identik dengan mawasdiri (awareness).

Dapat dikatakan bahwa kesadaran berbahasa adalah sikap seseorang baik secara pribadi maupun secara kolektif bertanggung jawab sehingga menimbulkan rasa saling memiliki suatu bahasa. (https://news.detik.com/opini/d-1533054/kesadaran-berbahasa-)

Mencermati fenomena akhir-akhir ini, terdapat dua terminologi dalam bahasa Jawa yang begitu populer dan memasuki ranah politik Tanah Air, yakni sontoloyo dan genderuwo.

Kedua kosa kata tersebut membuat geger panggung politik nasional dan viral di media sosial.

Sebelumnya, beberapa tokoh seperti Amien Rais pernah mengucapkan kata “pemimpin sontoloyo” pada tahun 2008.

Kepala BIN Syamsir Siregar juga pernah menyebut “menteri sontoloyo” pada tahun yang sama. Tapi hebohnya tidak sehebat ketika “sontoloyo” diucapkan Jokowi.

Hal ini mempertegas ungkapan Bourdieu (1994) dalam Language and Symbolic Power bahwa makna kata bukan semata pada kamus bahasa, tetapi pada siapa yang mengucapkannya.

Kata sontoloyo diucapkan bukan oleh sembarang orang, tetapi oleh seorang Joko Widodo, sang Presiden Indonesia saat ini.

Jokowi mengucapkan kata sontoloyo dan genderuwo ketika menanggapi perilaku elite politik akhir-akhir ini yang menurutnya tidak sehat dan melahirkan sistem demokrasi yang tidak mendidik.

Entah mengapa Jokowi yang biasanya tidak pernahpeduli dengan berbagai serangan politik para lawannya kali ini bereaksi sehingga muncullah dua kosakata tersebut.

Sebagai manusia, dapatdipahamiJokowi merasa ‘pihak lawan’ sudah keterlaluan menyerangnya.

Dia merasa apapun yang dilakukan dianggap salah. Membangun sarana prasarana publik, seperti jalan tol, jalan raya, mengunjungi korban gempa di Palu.

Membagi sertifikat tanah ke penduduk, menyelenggarakan pembukaan pesta olah raga se-Asia (ASIAN Games 2018) yang sangat meriah semua dianggap salah.

Bahkan tidak turun hujan sehingga beberapa tempat mengalami kekeringan juga dianggap kesalahan Jokowi (Tribunnews.com. 19/11/2018)

Awalnya Jokowi mengingatkan masyarakat agar berhati-hati karena banyak politisi  “sontoloyo” .

“Jadi gini menjelang pemilu, ini banyak cara-cara yang tidak sehat yang digunakan  oleh politisi” kata Jokowi lebih lanjut usai menghadiri Trade Expo di ICE, BSD, Tangerang, (Detik.com. diunggah Rabu 24/10/2018). Tentu saja statement Jokowi itu ditujukan ke lawan-lawan politiknya.

 Sontak berbagai tanggapan muncul, baik yang pro maupun kontra. Bagi orang Jawa, dua kosakata itu tidak asing di telinga mereka.

Dari pelacakan literatur, kata “sontoloyo”, menurut M Subhan SD (Kompas 27/10/2018) dapat ditemukan dalam artikel “Islam Sontoloyo” ditulis Bung Karno di Majalah Pandji Masyarakat dengan konten otokritik Bung Karno bahwa banyak orang Islam yang cara pandangnya sempit, baru dalam tataran “kulit”, bukan “jiwa”.

“Janganlah kita kira diri kita sudah mukmin tetapi hendaklah kita insyaf. Bahwa banyak di kalangan kita yang Islam-nya masih Islam sontoloyo”, tulis Bung Karno di akhir artikelnya.

Tetapi bagi orang luar Jawa, dua kosakata itu terasa asing. Masyarakat belum reda mengomentari kata sontoloyo, tiba-tiba Jokowi memproduksi kata “genderuwo”, yang  diucapkan di acara bagi-bagi sertifikat di Tegal, Jawa Tengah.

Jokowi mengingatkan masyarakat agar menjaga persatuan dan kesatuan dan tidak mudah terpengaruh politikus yang suka menakut-nakuti atau yang dia sebut sebagai politikus genderuwo.

Apa sebenarnya makna sontoloyo. Kiranyatidak banyak orang tahu arti kata ‘sontoloyo’. Secara harfiah merujuk pada Wikipedia sontoloyo ialah sebutan bagi pemilik pekerjaan sebagai pengembala itik atau bebek atau juga disebut sebagai Tukang Angon Bebek di Pulau Jawa.

Seorang sontoloyo biasanya mengembala beratus ekor bebek dengan cara berpindah mengikuti musim panen padi di daerah pesawahan untuk menggembalakan bebeknya.

Definisi ini lebih mengacu pada profesi seseorang (bhs. Jawa; angon bebek), sebuah profesi  yang tidak memerlukan ketrampilan khusus.

Tentu saja yang dimaksudkan sontoloyo oleh Jokowi tidak sama dengan makna harfiah seperti tertulis di Wikipedia.

Dalam bahasa Jawa sontoloyo lebih berupa umpatan atau makian kepada orang yang dianggap menjengkelkan. Orang yang dimaki itu dianggap ngawur, bodoh, asal njeplak, konyol dan sebagainya. Pokoknya makna sontoloyo itu terkait dengan hal-hal buruk.

Belum reda pembahasan tentang sontoloyo di kalangan masyarakat, Jokowi memproduksi kata genderuwo.

Walaupun penulis paham makna genderuwo, namunpenulisingin memperoleh makna yang lebih pasti. Sejak kecil penulis akrab dengan istilah genderuwo.

Misalnya, di desa kelahiran, ada pohon beringin besar di tengah-tengah sawah yang biasa digunakan tempat berteduh.

Orang mengatakan di bawah pohon itu banyak genderuwonya, artinya banyak hantunya, sehingga tidak banyak orang berani ke tempat itu sendirian, di siang hari sekalian.

 Tempat itu terkesan angker. Sayang pohon itu kini telah tidak ada lagi. Juga tidak tahu bagaimana nasib genderuwonyakemudian. Masih di tempat itu, atau pergi entah ke mana. *

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry