Hanung Harimba Rachman, Staf Ahli Bidang Ekonomi Makro Kementerian Koperasi dan UKM (FT/Faisal)

SURABAYA | duta.co – Kebijakan pemerintah soal relaksasi Daftar Negatif Investasi (DNI) belum final. Karena kebijakan ini masih berifat usulan, sehingga pemerintah masih terbuka dengan sejumlah usulan.

Hal ini diungkapkan Hanung Harimba Rachman, Staf Ahli Bidang Ekonomi Makro Kementerian Koperasi dan UKM, usai acara Forum Merdeka Barat (FMB) di kantor Gubernur Jatim, Surabaya, Kamis (22/11/2018).

Aturan yang tertuang dalam paket kebijakan ekonomi jilid XVI ini sempat menimbulkan kerancuan di kalangan dunia usaha. Namun hal ini ditepisnya.

“Kebijakan itu sebenarnya masih berupa usulan tim kepada presiden. Sekarang dalam proses pengambilan keputusan, dalam proses ini akan menerima semua masukan,” ujarnya.

Lanjutnya, keputusan melepas beberapa sektor UKM dari DNI karena sektor itu mulai ditinggalkan. Selain itu ada yang memang sektor ini paling banyak melakukan impor.

“Kenapa warnet dilepas? Karena siapa sih yang akan melirik usaha itu yang mulai ditinggalkan. Selain itu printing kain dan rajutan impornya masih gede,” paparnya.

Alasan inilah yang membuat tim mengusulkan beberapa sektor dikeluarkan dari daftar DNI.

Hanung menegaskan, dari 54 daftar tidak semua masuk kategori UKM. “Yang UKM cuma Pengupasan umbi-umbian, warnet, printing kain dan rajutan renda. Untuk printing kain juga masih wajib bermitra dengan UKM,” ungkapnya.

Meski begitu pemerinta juga menyiapkan proteksi, diantaranya investasi asing yang bisa masuk tidak boleh kurang dari Rp10 miliar.

Apakah tidak akan ada pembelokan ketika investasi berjaan? “Saya pikir tidak bisa. Undang-undang UKM kan juga mengatur di bawah Rp10 miliar tidak bisa masuk,” tambahnya.

Dirinya kembali menegaskan jika kebijakan ini masih dalam tahap proses, sehingga terbuka sengan usulan masyarakat. “Yang penting harus faham dulu soal DNI ya,” pungkasnya. (Zal)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry