SURABAYA | duta.co – Polemik patung Dewa Perang atau Kong Co Kwan Sing Tee Koen yang berdiri di Kelenteng Kwan Sing Bio di Kabupaten Tuban, Jawa Timur, berlanjut. Isu kebangsaan dan agama terseret-seret. Patung setinggi 30 meter itu kini ditutup kain putih karena gelombang protes dari sebagian warga Jawa Timur.
Patung tersebut mulai didirikan pengurus Kelenteng Kwan Sing Bio pada Desember 2016 lalu. Sebelum itu, tepatnya pada bulan Maret, pihak pengurus mengajukan izin pendirian kepada instansi terkait Pemerintah Kabupaten Tuban. Izin dimaksud ialah Ijin Mendirikan Bangunan atau IMB.

“Pihak pengurus kelenteng mengajukan izin pendirian, yakni IMB-nya, kepada kami, tetapi tidak kami keluarkan,” kata Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Pemkab Tuban, Agus Wijaya, saat dihubungi Rabu, 9 Agustus 2017.
Di tahun yang sama, lanjut Agus, melalui Satuan Polisi Pamong Praja surat peringatan agar tidak meneruskan pendirian patung Dewa Perang itu disampaikan kepada pengurus kelenteng. “Sampai tiga kali kami mengeluarkan surat peringatan, tapi diabaikan,” ujarnya.

Patung Dewa Perang itu akhirnya berdiri dan diresmikan oleh Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat, Zulkifli Hasan, pada Juli 2017 lalu. Agus mengaku bahwa Pemkab Tuban tidak diundang pada peresmian patung tersebut, kendati yang meresmikan Ketua MPR. “Tiba-tiba sudah diresmikan. Pak Zulkifli hadir secara pribadi,” ujar Agus.

Beberapa pekan diresmikan, protes muncul dari sejumlah elemen masyarakat. Salah satu organ mengatasnamakan Boemi Poetra Menggoegat. Kelompok ini menuntut agar patung tersebut dirobohkan sebab tidak berhubungan dengan sejarah nasionalisme Indonesia. Isu agama juga sempat terselip saat mereka beraksi.

Agus menjelaskan, pihak Kelenteng Kwan sing Bio berinisiatif sendiri menutup patung raksasa itu dengan kain putih setelah jadi polemik sepekan terakhir ini. “Kami akan menggelar rapat bersama Forkopimpda, MUI, FKUB dan beberapa elemen lain untuk menentukan langkah selanjutnya,” ucap Agus.

Ketua Kelenteng Kwan Sing Bio Tuban, Gunawan, belum berhasil dimintai keterangan maupun tanggapan terkait polemik patung Dewa Perang yang didirikan oleh yayasannya itu. Dihubungi melalui telepon genggam dia tidak merespons. Pertanyaan melalui pesan singkat juga belum dia balas.

Namun demikian masyarakat diminta hati-hati melihat polemik patung dewa itu. Sebab masalahnya harus proporsional tanpa ada provokasi. Apalagi ada kecenderungan kasus ini digiring ke isu berbau SARA.

Agus Maimun, anggota DPRD Provinsi Jawa Timur yang juga warga Tuban, mengatakan, tempat tinggalnya sekitar 30 meter dari pagar kelenteng Kwan Sing Bio. Dia meminta polemik keberadaan patung Khong Co Kwaan Sing Tee Koen dihentikan. “Mengikuti perkembangan akhir-akhir ini, polemik patung di Kelenteng Kwan Sing Bio semakin marak di media sosial,” kata Agus Maimun kemarin.

Agus meminta masyarakat melihat masalah ini dalam konteks yang jelas. Patung yang dipermasalahkan ada di dalam kelenteng dan bukan area publik. Sehingga tidak tepat jika dipersepsikan sebagai penguasaan terhadap area umum.
“Bahwa patung Khong Co Kwaan Sing Tee Koen, berada di areal Kelenteng Kwan Sing Bio Tuban, yang lokasinya ada di belakang altar kelenteng. Patungnya juga tidak terlihat di area publik, maka tidak benar kalau patung tersebut dipersepsikan sebagai ikon kota Tuban yang berada di alun-alun kota atau area publik lainnya,” tuturnya.

Ia menambahkan, tidak tepat patung tersebut dibandingkan dengan patung para pahlawan. Patung dewa dan patung pahlawan tentu beda maksud dan tujuan pembangunannya. “Karena memang beda konteks dan peruntukannya,” terangnya.
Politisi dari PAN ini mengatakan, polemik patung Kwaan Sing Tee Koen ramai dan viral di media sosial. Namun menurutnya, warga Tuban asli tidak meributkannya.

“Sementara warga Tuban tidak menjadikan hal ini polemik, apalagi meributkannya. Saya juga tidak pernah mendengar ada warga Tuban yang mempersoalkan keberadaan patung tersebut,” jelasnya.

Agus yang juga Bendahara DPW PAN Jatim ini menerangkan, masyarakat Tuban sangat religius. Mereka terbiasa hidup harmonis, berdampingan dengan berbagai elemen masyarakat yang majemuk.

“Mohon situasi ini tidak dirusak oleh pihak luar yang tidak mengerti sama sekali persoalan yang sebenarnya dan mewaspadai pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dan ingin memanaskan situasi harmonis yang selama ini terbangun di Tuban,” harapnya.

Ketua Fraksi PAN DPRD Provinsi Jatim ini menuturkan, Pemkab Tuban bersama Forum komunikasi pimpinan daerah (Forkompimda) dan MUI, sudah mengadakan pertemuan untuk mencari jalan keluar atas persoalan tersebut. Karena, masalah asli soal patung ini adalah soal IMB.

“Kita serahkan penyelesaian persoalan ini kepada pemerintah daerah. Mendorong pemerintah untuk menyelesaikan serta memprioritaskan persoalan ketimpangan, kesenjangan sebagai akar masalah untuk mewujudkan keadilan sosial,” tandasnya.

Patung yang dinobatkan sebagai patung dewa terbesar se-Asia Tenggara oleh Museum Rekor Indonesia (MURI) ini diresmikan pada 17 Juli 2017 oleh Ketua MPR Zulkifli Hasan. Belakangan, sejumlah kelompok menuntut patung setinggi 40 meter tersebut dirobohkan karena dianggap tidak terkait dengan sejarah bangsa Indonesia.

Selain pihak yang kontra, ada juga yang mendukung keberadaan patung Kwan Sing Tee Koen. Bahkan, kelompok yang menamakan diri Mahasiswa Buddhis Indonesia menulis surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, serta Menteri Pariwisata Arief Yahya. Berikut substansi isinya:

Belakangan ini, muncul polemik dan desakan dari beberapa oknum ormas yang mengatasnamakan `Boemiputera Menggugat` yang tindak-tanduknya mengatasnamakan Pancasila. Namun, tindakannya sangat bertolak belakang dengan Pancasila. Mereka menuntut agar patung Dewa Kwan Sing Tee Koen di Tuban dirobohkan.

Alasan yang mendasari gerakan untuk merobohkan patung dewa tersebut sangat mendiskreditkan aliran Tri Dharma yang merupakan bagian dari Agama Buddha. Mereka menganggap bahwa Patung Dewa Kwan Sing Tee Koen bukanlah bagian dari ritual pemujaan suatu agama yang diakui di Indonesia dan tidak mencerminkan kebudayaan bangsa Indonesia yang sesuai dengan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.

Kami ingin bertanya, apakah dengan berdirinya patung Dewa Kwan Sing Tee Koen dapat mengancam Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika?

Mendirikan Patung adalah bentuk ekspresi keagamaan. Patung tersebut merupakan salah satu representatif dewa dari aliran Tri Dharma yang merupakan bagian dari Agama Buddha dan Agama Buddha pun statusnya saat ini diakui dan dilindungi di Indonesia. Lokasi berdirinya patung tersebut juga berada pada area Klenteng / Vihara, bukan di tempat umum sehingga keberadaannya tidak mengganggu ketertiban umum, bahkan patung dewa tersebut dapat menjadi daya tarik wisata lokal kota Tuban bagi para wisatawan. Lantas, siapakah yang sesungguhnya dirugikan dengan berdirinya patung tersebut?

Kami rasa pihak – pihak yang ingin merobohkan patung dewa tersebutlah yang justru sangat mengancam eksistensi Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, karena tuntutan untuk merobohkan patung Dewa Kwan Sing Tee Koen sangat merugikan umat Buddha di Indonesia, khususnya umat yang beraliran Tri Dharma.

Oknum – oknum anti patungtersebut juga menganggap bahwa karakter dan ukuran patung Dewa Kwan Sing Tee Koenmengindikasikankeangkuhan, kekuasaan, penindasan, dan penjajahan terhadap bangsa Indonesia oleh bangsa asing (Tionghoa) di Boemi Pertiwi Persada Indonesia.

Kami rasa orang – orang tersebut sudah gila dan hilang akal sehatnya. Bagaimana mungkin patung yang merupakan benda mati dan tidak bisa bergerak mampu berkuasa, menindas bahkan menjajah Bangsa Indonesia?

Apakah Bangsa Indonesia dan Pancasila sebegitu lemahnya sehingga dapat dijajah oleh sebuah patung?

Justru ancamanuntuk merobohkan patung Dewa Kwan Sing Tee Koen tersebut yang sesungguhnya merupakan bentuk penjajahan dan penindasan terhadap ekspresi keagamaan sebuah agama di Indonesia, serta melanggar dasar hukum yang menjamin kebebasan beragama di Indonesia,yaitu Pasal 28E ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Bagi kami saat ini patung Dewa Kwan Sing Tee Koen bukan hanya simbol dewa dari aliran Tri Dharma dan Agama Buddha saja, namun dalam konteks saat ini patung dewa Dewa Kwan Sing Tee Koen secara tidak langsung telah menjadi simbol dari toleransi antar umat beragama di Indonesia.

Pak Presiden dan para Menteri, Kokohnya Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika di bumi pertiwi saat ini sedang dipertaruhkan.

Untuk konteks saat ini, mungkin hanya patung Dewa Kwan Sing Tee Koen saja yang menjadi target untuk dirubuhkan. Jika PatungDewa Kwan Sing Tee Koen berhasil dirubuhkan, bukan tidak mungkin akan muncul aksi – aksi intoleran serupa yang dapat mengancam simbol – simbol agama lainnya seperti Candi Borobudur, Candi Prambanan, Patung Dewa di Bali dan unsur – unsur budaya dan simbol agama lainnya di Indonesia.

Pak Presiden dan para Menteri, kami sebagai Mahasiswa Buddhis tentunya ingin menjaga NKRI ini tetap utuh dibawah semangat PANCASILA. Isu – isu sentimen terhadap ekspresi keagamaan dan kebudayaan suatu golongan harus ditiadakan, karena sikap intoleran dapat memecah belah persatuan Bangsa Indonesia. Persepsi liar dan sentimen SARA (Suku, Agama, Ras dan Golongan) dari segelintir oknum yang tidak memahami toleransi saja yang menyebabkan seolah – olah bahwa suatu karya budaya merupakan masalah.

Oleh karena itu, kami mendesak kepada Bpk. Ir. H. Joko Widodo selaku Presiden Republik Indonesia dan Menteri – Menteri terkait untuk melindungi patungDewa Kwan Sing Tee Koen dari ancaman oknum – oknum gagal paham tersebut yang menginginkan agar patung Dewa Kwan Sing Tee Koen segera dirubuhkan.

Jika pemerintah tidak bertindak responsif terhadap surat terbuka ini, maka kami menilai Bpk. Joko Widodo selaku Presiden Republik Indonesia tidak memiliki upaya untuk melindungi toleransi dan kebebasan beragama di Indonesia.

Ttd,
Abhinyano – Ketua PC HIKMAHBUDHI Jakarta Timur
Wiryawan – Ketua PC HIKMAHBUDHI Jakarta Utara
Billy Gunawan – Ketua PC HIKMAHBUDHI Jakarta Barat

(hud/ud)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry