SAKSI: Syaiful Bachri, terdakwa korupsi retribusi perairan lauit dari PT Smelting je Pemkab Gresik saat mendengarkan kesaksian di Pengadilan Tipikor Surabaya, kemarin. (Duta.co/Henoch Kurniawan)

SURABAYA | duta.co – Misteri munculnya dua nilai sewa lahan PT Smelting ke Pemkab Gresik terkuak dalam sidang lanjutan dugaan korupsi restribusi sewa perairan laut dengan terdakwa Syaiful Bachri di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Kamis (16/2). Pembuatan perjanjian sebagai dasar Perda Nomor 9 Tahun 2002 dibuat oleh Arsadi yang saat itu menjabat Asisten 1 Pemkab Gresik.

Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Unggul Warso, saksi Arsadi mengaku dirinya yang mengganti salah satu lembar perjanjian yang mengatur pasal yang awalnya Rp 500 diganti dengan nilai Rp 300 yang wajib dibayarkan PT Smelting ke Pemkab Gresik dan Rp 200 untuk pemeliharaan sarana prasarana PT Smelting agar tidak membahayakan nelayan yang mencari ikan.

Menurut Arsadi, pengantian nilai restribusi dilakukan setelah melakukan telaah hukum. “Pengganti 1 lembar pada Pasal 7 setelah melakukan telaah hukum serta penggantian satu pasal dilakukan sebelum di tandatangani Bupati saat itu (KH Robbach Ma’sum),” katanya.

Arsadi menegaskan tidak ada dua perjanjian yang memuat dua besaran nilai sewa antara Rp 500 per meter dan Rp 300 per meter. “Jadi tidak ada perubahan perjanjian di tengah jalan, tetapi hanya satu perjanjian yang sesuai dengan Perda Nomor 9 Tahun 2002 yang ditandatangani Pak Bupati. Karena sesuai telaah hukum PT Smelting juga diwajibkan memelihara sarana prasarana agar tidak membahayakan nelayan yang mencari ikan di pelabuhan yang terbuat dari baja,” tegas Arsadi.

Selain mantan Asisten 1, dua saksi lain yakni sekertaris Asisten 1 juga ikut diperiksa yakni Susiani dan Saidah Rohmah. Dalam sidang, kedua saksi mengaku tidak tahu kasus dugaan korupsi yang juga menyeret dua terdakwa lain yakni mantan Sekda Gresik Husnul Khuluq dan Dukut Imam Widodo.

Menanggapi pengakuan mantan Asisten 1 Pemkab Gresik Arsasi yang mengganti salah satu pasal di Perda Nomor 9 Tahun 2002 setelah melakukan telaah hukum, kuasa hukum Syaiful Bachri, Edward Raimond makin yakin dengan hasil pemeriksaan saksi dalam persidangan bahwa dalam kasus yang dihadapi kliennya tidak merugikan negara karena restribusi yang dibayarkan sesuai dengan Perda.

“Kita ketahui bersama dalam sidang, tidak ada kesalahan administrasi maupun menyebabkan kerugian negara yang dilakukan klien kami. Pembayaran restribusi sudah sesuai serta tidak ada selisih maupun sisa pembayaran uang sewa dan sesuai dengan Perda Nomor 9 Tahun 2002,” kata Edward usai sidang.

Kasus ini berawal dari perjanjian sewa perairan laut antara Pemkab Gresik dengan PT Smelting pada tahun 2006 Nomor: 1418 Tahun 2006, Nomor: SAD-437/OL-G/X/2006 tanggal 11 Oktober 2006 yang menyepakati uang kontribusi  yang wajib dibayarkan dengan perhitungan 686.720 m2 x 10 tahun x Rp 500 = Rp.3.433.600.000. Namun dengan nomor dan tanggal Perjanjian yang sama pada pasal 7 terdapat perubahan sehingga menjadi 686.720 m2 x 10 tahun x Rp 300 = Rp 2.060.160.000. Dan perbaikan sarana dan prasarana selama masa sewa berlangsung dengan perhitungan 686.720 m2 X 10 Tahun X 200/ m2 = Rp 1.373.440.000.

Hal ini diketahui setelah pemeriksaan rutin  BPK RI tahun 2013 dan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas laporan keuangan Pemerintah Daerah kabupaten Gresik tahun 2013 Nomor: 81.B/LHP/XVIII.JATIM/05/2014 Tanggal 26 Mei 2014, BPK menemukan adanya   Ketidakjelasan pembayaran Retribusi Sewa Perairan oleh PT.SMELTING kepada Pemkab Gresik.

Sebelumnya JPU Gede Putera Perbawa mendakwa mantan Sekda Gresik Husnul Khuluq, Dukut Imam Widodo, dan Syaiful Bachri dengan  pidana dalam Pasal 2 ayat (1) UU No. 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. eno

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry