SURABAYA | duta.co – Pelarangan menggunakan cadar bagi mahasiswa di beberapa kampus Peguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) juga dilakukan UIN (Universitas Islam Negeri) Sunan Ampel, Surabaya. Rektor UIn Sunan Ampel, Prof Abd A’la dengan tegas mengatakan, apa pun yang menghambat komunikasi di kalangan kampus, dilarang.
“Bercadar itu menghambat komunikasi. Berbicara dengan dosen dalam pembelajaran bahasa tidak terlihat. Mau meminjam buku di perpustakaan tidak ketahuan wajahnya, padahal untuk meminjam buku di Perpus misalnya, harus tahu identitas peminjamnya, tidak cukup kartu mahasiwa,” ujar Prof A’la di sela-sela acara pengukuhan Guru Besar ke-57 UIN Sunan Ampel, Rabu (7/3/2018).
Prof A’la pun sudah berpesan kepada para dekan, agar memantau mahasiswanya yang memakai cadar. Dekan harus meminta kepada mahasiswa untuk tidak memakai cadar. “Kita sudah mengimbau kepada seluruh dekan agar melarang itu. Sejauh ini masih baik-baik saja,” tandasnya.
Prof A’la merasa pelarangan itu hanya bersifat verbal. Tidak perlu dalam bentuk surat keputusan (SK). “Karena masih belum ada yang terlalu ekstrem. Jadi hanya sebatas pelarangan verbal. Baru kalau sudah dalam ambang batas, kami akan bertindak lebih tegas lagi,” tandas A’la serius.
Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN SA yang baru diangkat menjadi profesor, Husniyatus Salamah Zainiyati mengaku sangat setuju dengan pelarangan bercadar di kalangan kampus. Karena cadar menghalangi dosen untuk mengenal mahasiswanya.
“Selain itu, orang bercadar pemahamannya terkadang berbeda. Cadar itu kan untuk nasyarakat di Arab sana, tapi kalau di Indonesia tidak perlulah. Islam Nusantara itu jauh lebih bagus diterapkan. Karena orang bercadar selama ini digolongkan dengan ekstremisme beragama. Sehingga memang tidak perlu untuk menggunakan cadar,” jelasnya. (end)