A Yani Albanis, Sekretaris PPKN Pusat. (FT/IST)

SURABAYA | duta.co — Pernyataan Sekretaris Jenderal PKB, Abdul Kadir Karding, kalau Gus Ipul-Puti kalah, maka, kiai-kiai bisa kehilangan muka, berbuntut panjang. Awalnya Drs H Choirul Anam (Dewan Kurator Museum NU) menyebutnya wajar, karena PKB dan Gus Ipul hanya bisa menggunakan kiai untuk merebut kekuasaan. Di samping itu, kata Cak Anam panggilan akrabnya, kiai yang kehilangan muka adalah mereka yang sudah teken kontrak.

Pernyataan Cak Anam ini disayangkan KH Dr Ahmad Fahrur Rozi (Gus Fahrur), Ketua IGGI, (bukan Intergovernmental Group on Indonesia atau lembaga yang mengkoordinasikan dana bantuan multilateral kepada Indonesia) tetapi (Ikatan Gus-Gus Indonesia). Menurutnya para kiai yang mendukung Gus Ipul-Puti itu tidak pernah mengatasnamakan lembaga NU, melainkan atas nama pribadi, beliau selaku pimpinan pondok pesantren.

“Para kiai itu telah mengikat kontrak ikrar jamiyah secara resmi dan terbuka dengan pasangan cagub Gus Ipul-Puti di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri beberapa waktu lalu untuk memperjelas komitmen cagub-cawagub dalam koridor kemaslahatan umat, mempertahankan akidah Islam aswaja dan menjamin kelestarian pendidikan pesantren tradisional. Bukan untuk kepentingan pribadi sama sekali,” kata Gus Fahrur.

Ditambahkan Gus Fahrur, pernyataan Cak Anam yang menyerang secara personal bahwa para kiai pendukung Gus Ipul-Puti (yang bisa kehilangan muka red) karena menerima sesuatu adalah sebuah fitnah yang jahat dan merupakan perbuatan tercela. “Bahkan suul adab. Bukan akhlak santri sama sekali,” katanya.

Pengasuh Ponpes Annur 1 Bululawang, Malang ini juga menambahkan, bahwa, Cak Anam dulunya adalah pendukung setia Gus Dur yang saat itu Ketua Umum PBNU merangkap Ketua Dewan Syuro PKB. Cak Anam jugalah yang ikut berkampanye untuk meraih suara warga NU sebesar-besarnya tanpa mempermasalahkan soal Khitthah NU.

“Cak Anam mungkin sudah agak pikun, dulu dia bersama saya adalah pendukung berat Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid), yang saat itu Ketua Umum PBNU merangkap Ketua Dewan Syuro partai PKB dan sekaligus menjadi presiden tanpa dia ribut berkoar-koar soal Khitthah NU dan bahkan selalu berkampanye untuk meraih suara warga NU. Para kiai saat ini mendukung Gus Ipul sebagai kapasitas pribadinya, tidak ada pelanggaran khittah sama sekali,” katanya sebagaimana dikutip merdeka.com.

Gus Fahrur itu dimentahkan Sekretaris Pergerakan Penganut Khitthah Nahdliyah (PPKN), Achmad Yani Albanis. Menurut Yani, Fahrur tidak menjelaskan, pertama, kalau benar mengikat kontrak ikrar jamiyah, mengapa tidak dilakukan juga dengan Khofifah-Emil yang, justru keduanya kader hebat NU? Kedua, Fahrur tidak menjawab mengapa kiai-kiai harus kehilangan muka segala kalau Ipul-Puti kalah? Ketiga, dia ternyata tidak bisa membedakan politik kebangsaan Gus Dur saat itu dengan politisasi NU sekarang.

“Ini pertanyaan mendasar dari apa yang disampaikan Sekjen PKB, Abdul Kadir Karding. Mengapa kiai harus kehilangan muka? Di samping itu, bagaimana pengurus NU bisa memisahkan dirinya sebagai pribadi, ini akal-akal yang akan ditertawakan umat. Masak begini saja tidak paham?,” demikian Yani Albanis, usai membaca pernyataan Gus Fahrur.

Lebih lanjut, Yani mengajak Fahrur untuk mencermati politik Gus Dur dengan benar. Zaman Gus Dur, katanya, sangat berbeda dengan politik sekarang ini. Membaca politik Gus Dur harus cerdas. Ini pula yang harus dipahami pengurus NU sekarang.

“Gus Dur turun gunung itu justru untuk meletakkan dasar politik warga NU yang dikenal dengan 9 pedoman berpolitik warga NU yang telah digariskan Muktamar NU. Ini bertolak belakang dengan sekarang, yang terjadi hari ini justru NU menjadi bamper, politisi memanfaatkan NU untuk kepentingan pribadi, ini sangat bertentangan dengan khitthah,” jelasnya sambil bertanya, dengan begitu siapa yang pikun.

Hal yang sama disampaikan Mahfud M Nor, Ketua PPKN. Menurut Mahfud, di tahun politik seperti ini, NU akan diperalat untuk politik praktis. Pengurus NU yang mudah diajak berpolitik, pasti tergiur. Apa yang disebut Cak Anam dengan syaiun-syaiun, itu sudah bukan rahasia lagi.

Mahfud M Nor, Ketua Pergerakan Penganut Khitthah Nahdliyah. (FT/DOK)

“Baru saja kita melihat meme KH Sholeh Qosim mendukung Cak Imin menjadi Cawapres. Apa nggak paham mereka itu? Kiai Sholeh tidak akan mau menciderai khitthah NU. Walau pun meme itu dibuat atas nama pribadi, Kiai Sholeh tidak akan kerso. Beliau tahu, bahwa, tidak mungkin melepaskan posisinya sebagai Mustasyar PWNU Jawa Timur,” jelas Mahfud usai membaca bantahan Kiai Sholeh Qosim atas klaim dukungan Cawapres Cak Imin.

Masih menurut Mahfud, kritik ala Cak Anam ini sangat dibutuhkan untuk meluruskan pengurus NU. Sampai detik ini, jelasnya, belum ada yang berani menyampaikan kritik terhadap pelanggaran khitthah. Padahal, kalau dibiarkan, justru mereka yang akan tergerus moralitasnya. ssampai harus kehilangan muka segala. Kasihan!

“Sementara kita tahu, dan ini fakta, bagaimana modus politisi menguasai NU, sampai-sampai organisasi para ulama ini sering disebut sebagai Banomnya PKB. Jangan menjadi ‘kura-kura dalam perahu’ alias pura-pura tidak tahu. Saya ingin bertanya, siapa yang berani mengingatkan pelanggaran khitthah ini? Siapa yang bisa mengerem koptasi politik PKB ini? Ingat, setiap yang disampaikan Cak Anam, itu berbasis data. Saya justru berterima kasih kepada Cak Anam,” jelas Mahfud mantan Ketua PMII Jawa Timur ini.  (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry