“Pernyataan Presiden Prabowo seharusnya menjadi pesan inspiratif bagi pemimpin daerah lain dan masyarakat Indonesia, bahwa dengan integritas, kompetensi, dan dedikasi, seorang pemimpin daerah pun mampu tampil di panggung nasional maupun global.”

Oleh Dr H ROMADLON, MM*

ARTIKEL ini menyoroti pernyataan Presiden Prabowo Subianto sebagai bentuk pengakuan tertinggi terhadap kapasitas kepemimpinan Gubernur Khofifah, sekaligus menunjukkan bagaimana figur perempuan dari kalangan Muslimat NU dapat menjadi simbol kekuatan kepemimpinan nasional.

Tulisan ini juga mengajak pembaca memahami bahwa di balik ungkapan “Perdana Menteri,” terdapat makna politik: Khofifah adalah figur strategis dalam kepemimpinan nasional masa depan, pemimpin teknokrat dengan rekam jejak yang membanggakan, disegani internasional, serta menjadi aset besar bagi Indonesia dalam membangun diplomasi global dan kekuatan sosial domestik.

Di atas podium, Presiden Prabowo melontarkan kalimat yang mengejutkan, namun penuh makna: ‘Ibu Khofifah itu sudah pantas jadi Perdana Menteri.’ Sebuah pernyataan yang tidak sekadar pujian, tetapi pengakuan akan kapasitas kepemimpinan seorang perempuan Indonesia yang telah menorehkan lebih dari 800 penghargaan nasional dan internasional.

Dari Jawa Timur untuk Indonesia, Khofifah bukan hanya pemimpin daerah, tetapi inspirasi nasional dengan jaringan global. Ia adalah simbol kekuatan perempuan, representasi Nahdlatul Ulama, motor penggerak UMKM, pelopor ekonomi syariah, dan lokomotif pembangunan inklusif. Prabowo tidak sedang bercanda — beliau sedang mengirim pesan politik: Khofifah adalah figur masa depan Indonesia .

Saat meresmikan smelter logam mulia PT Freeport Indonesia di Gresik, Jawa Timur, pada 17 Maret 2025, Presiden Prabowo Subianto secara lugas melontarkan sebuah candaan yang sarat makna: “Di Jawa Timur jumlah penduduknya berapa? 41,6 juta, lebih besar dari Malaysia itu. Mungkin Ibu Khofifah cocoknya jadi Perdana Menteri ini.” Demikian Presiden Prabowo.

Pernyataan ini lalu mendapat perhatian luas masyarakat. Tentu, hal ini bukan sekadar guyonan atau omon-omon di hadapan audiens. Tetapi, sebuah pengakuan intelektual dan politis. Lalu, apa sesungguhnya makna ilmiah dari ucapan tersebut?

Pertama, bahwa Kepemimpinan ibu Gubernur Khofifah atas Populasi tersebut Setara dengan Negara Malaysia. Dengan 41,6 juta penduduk, Jawa Timur bukan hanya provinsi; ia setara sebuah negara besar.

Dalam perspektif ilmu politik dan administrasi publik, memimpin wilayah sebesar ini menuntut kecakapan yang setara dengan seorang kepala pemerintahan negara. Seorang Gubernur tak hanya mengurus birokrasi daerah. Tetapi juga dapat merumuskan kebijakan makro yang terintegrasi. Yaitu, bahwa Ibu Khofifah telah berhasil membangun stabilitas ekonomi jangka panjang.

Selain itu, bahwa Ibu Khofifah mampu mengelola potensi krisis sosial, ekonomi, dan bencana.

Yang tak kalah pentingnya, bahwa kemampuan Ibu Khofifah telah dapat melakukan diplomasi lintas-negara dan lintas-provinsi.

Khofifah berhasil menunjukkan kemampuan ini secara konsisten selama dua periode kepemimpinannya. Hampir-hampir 38 provinsi se Indonesia telah dilakukan diplomasi dengan baik dalam bentuk Komisi Dagang dan silaturahmi dengan para Gubernur serta beberapa negara asing. Di antaranya, Malaysia, Hongkong, Mesir, Jedah Saudi Arabia, dan sebagainya.

Kedua, bahwa telah mampu neletakkan dasar fondasi Makroekonomi yang Kokoh dan kuat.

Menurut Data BPS dan Kementerian Dalam Negeri menunjukkan, bahwasanya pertumbuhan ekonomi Jawa Timur selama masa kepemimpinan Khofifah berada di atas rata-rata nasional. Kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional merupakan yang terbesar kedua setelah DKI Jakarta. Penurunan angka kemiskinan ekstrem dengan metode kolaborasi pentahelix (pemerintah, dunia usaha, perguruan tinggi, media, dan masyarakat) menjadi bukti bahwa kebijakan yang dijalankan tidak hanya kuat di atas kertas, tetapi nyata berdampak bagi rakyat.

Selain itu, Jawa Timur empat kali berturut-turut meraih TPID Award sebagai provinsi dengan pengendalian inflasi terbaik nasional, sebuah indikator makro yang menunjukkan kehati-hatian, presisi, dan keberanian dalam menjaga stabilitas harga di tengah tekanan global.

Ketiga, Khofifah berhasil melakukan Diplomasi Ekonomi dan Investasi. Sebagaimana Presiden Prabowo menyebut Jawa Timur sebagai ujung tombak 30 proyek besar nasional yang akan membuka 8 juta lapangan pekerjaan. Ini bukan klaim oeoes kosong. Jawa Timur telah menjadi “tuan rumah” investasi yang ramah dan adaptif. Dalam teori pembangunan (development studies), hanya pemimpin dengan karakter policy leader dan kemampuan diplomasi yang dapat menciptakan iklim investasi sehat.

Sering kali, Khofifah hadir dalam berbagai forum internasional — mulai dari Asia-Pacific Summit hingga forum Sister Province — tidak sekadar menjadi wakil provinsi, tetapi membawa misi diplomasi ekonomi Indonesia ke tingkat global.

Keempat, bahwa Ibu Khofifah memiliki ciri  kepemimpinan Inklusif dan Transformasional. Di mana kepemimpinan Khofifah ditopang oleh kebijakan sosial inklusif yang menyasar lapisan paling rentan dalam masyarakat. Program seperti: Bantuan sosial tepat sasaran, Beasiswa S1, S2, S3 dan Beasiswa S1 kuliah di Universitas Al-Azhar Kairo Mesir. Beasiswa tersebut untuk meningkatkan kualitas SDM pesantren serta untuk para calon pemimpin masa depan (Jatim Future Leader Scholarship), Pengembangan madrasah diniyah dan ekonomi pesantren OPOP (one pesantren one oroduct). Kecuali itu, kepemimpinan Khofifah menunjukkan bahwa keberpihakan pada masyarakat bawah bukan sekadar jargon, tetapi diwujudkan dalam bentuk program nyata yang menyentuh rakyat kecil. Dalam literatur manajemen kepemimpinan, ini dikenal sebagai gaya kepemimpinan transformatif yang mengedepankan nilai keadilan sosial dan pemberdayaan jangka panjang.

Kelima, bahwa kepemimpinannya telah mendapatkan penghargaan sekitar 800 kebih penghargaan baik bertaraf Nasional maupun internasional. Prestasi tersebut yang Memperkuat Legitimasi kuat kepada Kepemimpinan ibu Khofifah.

Berikut deretan capaian Khofifah yang secara ilmiah memperkuat pernyataan Presiden Prabowo, yaitu: Pertama. adanya Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur stabil di atas rata-rata nasional. Kedua, bahwa provinsi Jawa Timur menjadi juara sebanyak Empat kali berturut-turut meraih TPID Award dalam pengendalian inflasi. Ketiga, bahwa Provinsi Jatim mendapatkan penghargaan dalam hal penurunan angka kemiskinan ekstrem dengan pola kolaborasi pentahelix. Keempat, bahwa Provinsi Jatim di bidang IPG (Indeks Pembangunan Gender) mendapat nilai tertinggi kedua nasional. Kelima, Provinsi Jatim keluar juara sebanyak Empat kali berturut-turut sebagai ‘Top Pembina BUMD’ nasional. Keenam, bahwa Jawa Timur menjadi Provinsi terbaik dalam penurunan stunting versi BKKBN. Ketujuh, bahwa Jatim menjadi Provinsi dengan proyek strategis nasional terbanyak kedua di Indonesia. Kedelapan, bahwa Jawa Timur menjadi Delegasi diplomasi ekonomi internasional di berbagai forum global. Kesembilan, bahwa penghargaan “Innovative Government Award” (IGA) atas inovasi pelayanan publik. Kesepuluh, Pengakuan dari PBB atas keberhasilan upaya pemberdayaan perempuan saat menjabat Menteri Sosial RI.

Dari uraian tersebut dapat dikemukakan beberapa kesimpulan: bahwa pernyataan presiden Prabowo Bukan Sekadar Candaan. Tapi, dengan melihat fakta-fakta empiris di atas, ucapan Presiden Prabowo bahwa Khofifah cocok menjadi “Perdana Menteri” bukanlah candaan kosong, melainkan pernyataan yang berbasis pada analisis objektif.

Bahwa, Khofifah bukan hanya seorang Gubernur, tetapi telah menjadi sosok pemimpin dengan kecakapan makro, kemampuan diplomasi, dan keberpihakan sosial yang setara dengan kepala pemerintahan di negara maju. Jawa Timur di bawah kepemimpinannya menjadi role model pembangunan inklusif yang menyeimbangkan kekuatan ekonomi, kekuatan sosial, dan inovasi tata kelola publik.

Bahwa, pernyataan Presiden Prabowo seharusnya menjadi pesan inspiratif bagi pemimpin daerah lain dan masyarakat Indonesia, bahwa dengan integritas, kompetensi, dan dedikasi, seorang pemimpin daerah pun mampu tampil di panggung nasional maupun global.

Bahwa di  era kepemimpinan Presiden Prabowo, Jawa Timur menjadi tulang punggung Indonesia. Dan di belakang kekuatan itu, berdiri seorang pemimpin perempuan yang piawai: Khofifah Indar Parawansa. Wallahu A’lamu Bishawwab.

*Dr. H. ROMADLON,  MM: adalah Alumni S-3 UIN SATU Tulungagung, Pemberdaya Masyarakat di Bidang Sosial dan Pendidikan Islam, Wakil Ketua PW ISNU Jatim, Ketua Komisi Hubungan Ulama dan Umara MUI Provinsi Jatim, Ketua Yayasan Sosial dan Pendidikan Al-Huda Insan Kamila Grogol Kediri.

 

Bagaimana reaksi anda?
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry